Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Cerpen, "Pengorbananmu Ayah" Karya Reski Alfajri

 Pengorbananmu Ayah

Karya Reski Alfajri


Pagi buta itu aku sudah bangun sebelum azan subuh bergema hingga di pelosok desaku. Embun subuh menyentuh kulit tanganku yang halus ketika aku membuka jendela kamar. Ayam tetangga pun bersorak untuk membangunkan tuannya, karna mentari sebentar lagi akan bersinar. Mataku pun terbuka melihat hari yang akan menjadi penentu perjuanganku selama satu semester ini. Namaku Badri. Gadis yang cinta pada Allah SWT dan Rasulallah. Gadis yang suka memakai baju warna merah jambu. Dan aku mau berbagi kisah kepada pembaca semua, inilah kisahku.

Badri kebingungan saat ini, ia harus segera berangkat menuju kampus sebab waktu telah menunjukan pukul 12:00. Sementara itu ia belum mengetahui siapa yang akan mengantarkannya menuju kampus saat ini. Sebab Anisa yang biasa pergi bersama ke kampus, setelah beberapa kali ia hubungi tidak menjawab dan tidak kunjung datang juga.

“Aduh Ma, bagaimana dong, aku takut kesiangan, mana hari ini mau ujian lagi.” Ujar Badri seraya mondar-mandir dan terus menghubungi nomor Anisa sahabat dari kecilnya itu.


“Ya sudah kalau begitu ibu panggil ayah saja ya supaya cepat menghantarkanmu.” Jawab ibu Raraseraya berlalu meninggalkan Badri yang sedang mondar-mandir di teras rumah.

Sejurus kemudian, datanglah ibunya dengan dibuntuti oleh ayahnya. 

“Yang sabar ya cantik, karena ayah berpakaian kotor seperti ini.” Ujar pak Adi, ayahnya seraya memarkirkan motor kemudian menyalakannya. Mungkin ayah Badri takut anaknya merasa malu karena diantar ke kampus oleh ayah yang berpakaian kotor seperti dirinya. Ya, Wajar saja ayah Badri berpakaian kotor, sebab pada saat ibunya memanggil untuk mengantarkan ia ke kampus, pada saat itu pula ayahnya sedang bergelut dengan adukan semen dan pasir untuk mendirikan satu bangunan. Kebetulan pada saat itu ayah Badri sedang bekerja di rumah tetangga mereka. Jadi tidak membutuhkan waktu yang cukup lama jika harus mengantarkan dulu anaknya. Di dalam hati Badri bukanlah rasa gengsi yang hadir saat itu, namun rasa bangga terhadap ayahnya yang sangat bertanggung jawab terhadap dirinya.

Pada saat itu hujan turun, namun tidak terlalu deras.

“Kak, pakai saja jas hujan punya Ayah! Nanti kakak kehujanan dan pakaiannya basah untuk mengikuti ujiannya.” Ujar ayahnya menyuruh Badri untuk memakai jas hujan. “Lantas Ayah bagaimana dong?” Tanya Badri khawatir. 

“Kalau Ayah tidak apa-apa, tidak memakai jas hujan juga, lagian Ayah kan sedang kerja? Basah pun tak menjadi masalah.” Jawab ayahnya dengan santai.

“Bu, maaf sebelumnya, tolong ambilkan jas hujan punya ayah! Kalau kakak yang ambil tanggung nih sudah memakai sepatu.” Pinta Badri dengan tidak sedikitpun menghilangkan rasa hormat kepada ibunya. Tak lama kemudian, ibu menyodorkan jas hujan milik ayahnya. Segera saja Badri memakai jas hujan itu seraya naik ke dalam boncengan ayahnya.

Ditengah perjalanan, tiba-tiba hujan lebat. Terasa oleh Badri begitu basah pakaian yang dikenakan oleh ayahnya. Hanya helm saja yang melindungi ayahnya dari hujan yang lebat dan berhasil menembus langit, melepaskan diri dari awan hitam yang sedang melaju untuk bertasbih kepada Sang Pencipta jagat raya. Sementara ia terlindungi oleh jas hujan yang dikenakannya saat itu.

“Ya Allah, betapa tanggung jawab ayahku ini.” Gumam Badri seraya meneteskan air mata haru terhadap ayahnya.

“Kak, kalau nanti sudah sampai di kampus, kakak tidak usah menjabat tangan ayah! Sebab tangan ayah kotor bekas tadi menganyam besi.” Ya, Memang itu yang dilakukan ayah Badri sebelum menghantarkan anaknya. Hati Badri semakin bangga, perasaannya semakin haru, dan air matanya semakin meleleh seiring derasnya air hujan. Ia memberanikan diri untuk mengucapkan rasa terima kasihnya. Ya, Walau bagaimanapun caranya untuk membalas semua pengorbanan kedua orangtuanya tetap saja tak akan terbalaskan. 

“Ayah, maafkan aku karena aku selalu merepotkan Ayah. Ya, merepotkan untuk menafkahiku, lalu sekarang aku mengganggu waktu kerja Ayah, hanya untuk mengantarkanku.” Ujar Badri dengan iringan tangisnya.

“Tidak, kak. Karena ini semua sudah menjadi tugas dan tanggung jawab bagi ayah. Sekarang tugas kakak itu belajar dengan sungguh-sungguh, fokus kepada pelajaran, dan jangan pernah sekalipun kakak memikirkan tentang biaya untuk membayar uang kuliah kakak. Karena itu semua adalah tanggung jawab ayah.” Jawab ayahnya. Badri terus meneteskan air matanya karena begitu terharu ia dengan apa yang diucapkan oleh ayahnya. Sungguh ia tidak peduli jika didapati oleh ayahnya bahwa dirinya sedang menangis. Tapi setelah ia menyadari begitu banyak air mata yang telah jatuh di kelopak matanya, segera saja ia menyeka air matanya menggunakan kerudung yang sedang ia kenakan saat itu.

Sesampainya ia di kampus. Baru saja ia turun dari boncengan ayahnya itu, salah satu sahabatnya datang menghampiri dirinya.

“Jas hujannya mau dipakai, atau dibawa pulang saja sama ayah?” Tanya ayahnya seraya tersenyum kepada sahabat karib anaknya itu.

“Bawa pulang saja deh sama ayah, ya!” Jawab Badri seraya membuka jas hujan yang sedang dikenakannya saat itu lalu memberikan kembali jas yang baru saja ia lepas kepada ayahnya.

“ya sudah ayah pulang dulu ya? Titip Badri ya nak.” Ujar ayah, seraya berlalu meninggalkan mereka yang sedang berdiri mematung di depan gerbang masjid dekat kampus itu.

“Eh kamu tau gak sih?, aku tadi di jalan sudah menangis loh.” Ujar Badri kepada sahabat karibnya.

“Emang kenapa kamu pakai nangis segala? Ih, seperti anak kecil saja.” Tanya sahabatnya penasaran. Badri menceritakan segala sesuatu yang dialami oleh dirinya sepanjang perjalanannya menuju kampus.

“Benarkah? Memang, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama apabila diriku berada di posisi kamu saat itu.” Ujar sahabatnya dengan suara yang parau.

“Ingin rasanya aku berteriak kepada setiap orang bahwa ayahku adalah orang yang sangat bertanggung jawab dan paling hebat.” Kata-kata itu yang selalu menggema di dalam hati Badri sepanjang ia menyaksikan segala pengorbanan ayahnya.


Pengorbananmu

Karya Reski Alfajri


Pengorbananmu

Tak mampu ku balas dengan uangku

Pengorbananmu

Tak mampu ku tukar dengan gunung emas


Kau sang pejuang, ayah

Tanpamu aku tak hidup

Kau sang pelindung, ibu

Tanpamu aku tak hadir di dunia fana ini


Pengorbanan seorang ayah memang besar, karna dia telah bertanggung jawab atas keluarganya. Ayahlah yang membiayai dan menafkahi hidup keluarga kecilku ini. Dan ibu adalah oarang yang sangat berarti untukku. Tanpa belaian ibu aku tak mungkin bisa melangkahkan kaki ke kampus yang besar ini. Terima kasih ayah, terima kasih ibu, terima kasih sang maha pencipta dan terima kasih semuanya.


Tamat






Posting Komentar untuk "Cerpen, "Pengorbananmu Ayah" Karya Reski Alfajri"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke dengan subjek sesuai nama rubrik ke https://wa.me/+6282388859812 klik untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.