Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Sastra Lisan Rokan Hulu

 Mengenal Sastra Lisan Koba di Rokan Hulu

Karya Reski Alfajri

Sumber Foto https://www.riaumagz.com/

Budaya Melayu sangat terkenal dengan tradisi dan adat istiadat yang beragam dan memiliki nilai-nilai. Termasuk juga memiliki nilai sastra yang tinggi dan indah bagi penikmat sastra. Keberadaan budaya Melayu saat ini mulai diacuhkan dan ditinggalkan. Salah satu penyebab budaya Melayu diacuhkan yaitu lajunya perkembangan teknologi yang canggih dan populernya media sosial. Dibalik lemahnya budaya Melayu, ternyata masih ada orang yang masih peduli dan melestarikan kebudayaan Melayu sebagai hiburan pada acara-acara penting.

Koba adalah salah satu sastra lisan dan tradisi orang Melayu yang masih dikenal oleh seluruh pelosok di Rokan Hulu hingga di negeri Melayu yang berada di provinsi Riau. Koba termasuk bentuk sastra lisan yang lama dikenal oleh masyarakat Melayu. Koba ialah sebuah kisah yang mengandung petuah, sejarah dan adat yang berkembang di kerajaan Melayu yang diceritakan oleh tukang Koba atau orang yang membawa Koba. Kisah-kisah yang terkenal yaitu Panglima Awang, Panglima Nayan dan Cik Inam, Bujang Jauh, Bunga Kuali, Siti Jailun dan lainnya.

Kisah-kisah yang diceritakan dalam Koba, memiliki fungsi media interaksi budaya, agama, dan sosial yang berkembang dalam masyarakat Melayu di Rokan Hulu. Pada zaman dulu Koba populer disebut masyarakat Melayu dengan Bukoba. Pada saat ini, orang lebih mengenal Bukoba itu dengan sebutan Koba. Koba biasanya tampil atau diundang pada acara penting, seperti acara adat, pesta pernikahan, panen padi, penabalan atau pelantikan datuk adat dan acara lainnya.

Koba biasanya dimainkan pada malam hari. Menggunakan bahasa dan nyanyian seperti mantra dan syair berbahasa Melayu yang membuat para pendengar atau penonton terbuai dan terlena dengan kisah yang dituturkan oleh tukang Koba atau orang yang membawa Koba. Dahulu Koba biasanya dibawakan oleh satu orang tukang Koba, namun kini Koba dimainkan lebih dua orang dengan tambahan alat musik seperti, gong, talempong dan rebana. Untuk menyelesaikan kisah Koba secara lengkap, membutuhkan waktu tujuh malam.

Pada saat ini, Koba sebagai tradisi sastra lisan di Rokan Hulu ini kurang diminati oleh para generasi muda saat ini. Generasi muda saat ini malah asik dengan Gawai dan media sosialnya. Kalaupun ada, mereka hanya menjadi penonton atau penikmat sastra saja, mereka belum berminat sebagai pemain atau tukang Koba atau pemain alat musiknya. Selain itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap para seniman yang sudah mengharumkan nama daerah. Hal itu menjadi tugas dan tanggung jawab generasi muda saat ini untuk mempertahankan dan melestarikan sastra dan budaya di rokan hulu ini.





Posting Komentar untuk "Sastra Lisan Rokan Hulu"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.