Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

"Pulang", Cerpen Refniyati

 

Bagian 2 

"Pulang"

(Refniyati)


Panthera tigris sumatrae atau yang dikenal dengan harimau Sumatera, ditemukan di salah satu hutan di Aceh dengan kondisi yang menggenaskan. Dua ekor harimau dan satu anaknya yang masih kecil. 

Tim medis, inafis Polres Aceh Selatan, dan Balai Gakkum Sumatera akan melakukan olah TKP dan proses nekropsi untuk memastikan penyebab kematian ketiga harimau tersebut.

**

___


Sebuah artikel yang dimuat  disalah satu media cukup mengagetkan Mina. Ia tau hewan tersebut ialah satwa yang dilindungi yang terancam kepunahannya. Padahal baru beberapa waktu yang lalu berita serupa ditemukannya. Dengan berbagai motif pelaku penjeratan. Mina menyayangkan hal tersebut. 

Seketika ingatannya  kembali di masa kecilnya dahulu di kampung. Dimana kerap geger oleh berita warga yang diterkam harimau, atau yang mereka sebut Datuk. Ia ingat betul saat usianya enam tahun, itu terakhir kalinya ia mendapati kabar tentang harimau yang ganas, saat itu ia berada dirumah bersama ibu dan kakaknya. Sedangkan ayah mereka sedang di luar. Tak hanya itu banyak juga cerita yang beredar seputar harimau atau Datuk. Ada yang mengaku melihatnya, mendengar aumannya dan ada pula yang mengaku diikuti oleh hewan buas tersebut. Dan banyak versi cerita yang ia dapatkan. 

Hal ini dianggap lumrah, karena kehidupan mereka menyatu antara manusia dan makhluk lainnya di lembah yang diitari bukit-bukit yang menjulang kokoh. 

Dikampung nya, harimau menjadi hewan yang ditakuti dan disegani, banyak pantangan yang kadang tidak masuk akal yang berkaitan dengan hewan tersebut namun dipatuhi oleh masyarakat. Walau demikian tak perlu dikhawatirkan, hewan buas tersebut tidak akan mengusik jika ia tidak merasa terancam dan selagi tidak melanggar pantangannya. 

 Ayah Mina pernah menyebutkan bahwasanya  ladang mereka ialah tempat lewat harimau lalu lalang sejak dahulunya, hal ini karena mata air yang terletak di kaki ladang merupakan satu-satunya sumber air di kawasan tersebut. Mungkin saja harimau minum disana atau mandi barangkali. Entahlah. 

Ayahnya sering melihat harimau di sana bahkan pernah berpapasan. Syukurnya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan karena ayahnya sendiri hanya lewat dan tidak sengaja mencegatnya. Ia hanya berkata ,"permisi, Tuk." Layaknya berpapasan dengan manusia. Sang Datuk pun menoleh dan berlalu. 

Bahkan Mina sendiri pernah menyaksikan hewan tersebut,  bulunya yang berkilau karena cahaya senter yang diarahkan saat menjaga ladang tidak sengaja mengenai sang Datuk. Sorot mata yang tajam seolah menyergah Mina, membuatnya menggigil ketakutan. Tak terbayangkan jika harimau itu mendekat kearah rumah mereka tapi sebagaimana biasanya harimau itu hanya melenggang dan berlalu menuju mata air di pinggir ladang. 

Terbiasa dengan situasi yang demikian membuatnya percaya hewan tersebut tidaklah berbahaya atau bukan ancaman selagi kita tak mengusiknya.

 Namun, perlu hati-hati karena ada dua jenis harimau yang mendiami kawasan hutan Cipang, yang pertama yaitu harimau kampung, atau disebut Datuk yang hidup menyebar di hutan yang dan jarang sekali ditemukan di posisi sekitar kampung. 

Datuk juga disebut sebagai penentu mara bahaya yang terjadi.  Jika terdengar aumannya berkali-kali menandakan keadaan kampung tak baik-baik saja, telah terjadi sesuatu. Ada pantangan yang berkaitan dengan harimau telah dilanggar atau pantangan lainnya. 

Jenis kedua yaitu harimau jadi-jadian, ia meneror warga dan seakan-akan mempunyai jurus menghilang. Ia akan mengusik orang yang bermasalah dengannya. Harimau jadi-jadian yaitu harimau jelmaan orang yang telah meninggal yang jasadnya disembur bumi dan pernah melukai warga. Tak hanya harimau jadi-jadian, binatang lain pun diyakini beberapa menjadi jelmaan atau siluman. Buaya jadi-jadian, sinuang, maupun lainnya.

Tapi hari ini Mina menyadari, hewan-hewan tersebut tak banyak didapati keberadaannya terutama harimau. Kejadian-kejadian maupun teror pun tak pernah lagi terjadi. Harimau bukan ancaman ketenangan masyarakat namun melainkan masyarakat lah yang berbahaya dan ancaman bagi harimau. Banyaknya perburuan harimau maupun perangkap yang dipasang membuat hewan tersebut menyusut keberadaannya.

Manusia membabi buta, nilai jual yang menggiurkan membuat mereka berupaya menangkap hewan ganas tersebut. Selain sebagai obat-obatan bagian tubuh harimau juga kerap dijadikan sebagai setelan fashion. Orang-orang akan bangga mengenakan setelan pakaian maupun pernik dari nuansa hewan tersebut. Modis dan trendy bagi sekelas sultan. Dengan harga ratusan juta dijual, mereka akan berlomba-lomba memperolehnya. Padahal jika uang dengan nilai tersebut digunakan untuk membangun sebuah desa hanya dari harga satu stel pakaian ataupun tas, sepatu, maupun lainnya sangatlah membantu kehidupan orang-orang yang membutuhkan. 

Tak salah jika manusia di cap sebagai makhluk yang tamak, memang kenyataannya begini, jarang merasa puas dan memperkaya diri tanpa memikirkan dampak tindakan yang ia lakukan. 

***


Tanpa sadar, Mina telah memasuki kawasan hijau. Mobil yang ia tumpangi melesat dengan kecepatan penuh, suasana terasa lebih sejuk. Setelah berkutat dengan kemacetan ibu kota. Beberapa penumpang tampak memperbaiki posisi hendak merebahkan kepalanya hendak tidur dan beberapa lagi masih sibuk dengan gawai di tangan. Mina celingukan kemudian menutup laman artikel dan menyimpan gawainya beralih melihat kawasan hutan yang telah banyak berubah. 

Dulu kawasan ini kerap di laluinya saat libur semester tiba. Pepohonan yang rindang dan tumbuhan pakis yang berjejer disepanjang jalan menandakan kerinduannya yang akan terobati sebentar lagi. Rindu akan ayah dan ibu juga kakaknya, rindu akan tanah kelahirannya. 

Saat ini tak lagi banyak terdapat pepohonan maupun rimbunan pakis melainkan kebanyakan telah berganti dengan deretan pohon sawit dengan ukuran beragam dan teratur. Di kiri kanan jalan kayu-kayu besar pun tertata. 

Sudut matanya terasa hangat, banyak yang berubah padahal baru saja memasuki kawasan hutan menuju desanya. Di bagian hulu sana entah bagaimana keadaannya sekarang. 

Ia melenguh dengan napas berat. Mungkin dalam beberapa tahun lagi ia kembali kawasan itu akan berubah menjadi nuansa yang berbeda. 

Seingatnya beberapa tahun lalu saat ia menumpang mobil pengangkut barang yang hendak di jual kekota. Ia masih merasakan dedaunan berguguran menerpa wajahnya saat melewati kawasan tersebut dengan demikian ia akan ter tidur dengan posisi telentang diatas karung-karung pinang yang hendak dijual. Ditambah lagi angin yang berhembus sejuk. Tapi sekarang semua terasa gersang dan gerah. Bahkan saat ia menaiki mobil yang bagian atasnya tertutup. Belum lagi debu-debu yang berterbangan. Kondisi jalannya cukup lebar dan berkerikil rapat. Mobil-mobil pengangkut sawit pun lalu lalang. 

Setelah cukup lama, mobil yang ia tumpangi terhenti di halaman. Anak-anak yang baru saja pulang sekolah tampak melihat-lihat kearah mobil dan menerka-nerka siapa yang datang. Mina menurunkan ranselnya yang cukup besar ditambah dua tas jinjing di tangan.

"Assalamualaikum,"

Tak ada sahutan, lalu ia menerobos memasuki rumah. Beberapa anak tampak berbisik menanyakan perihal dirinya beberapa lagi tampak tersenyum ramah. 

"Etek tak dirumah, Uni, baru saja pergi ke sungai," ucap seorang anak yang memakai seragam merah putihnya. Sela tetangganya, yang terakhir kalinya ia temui masih terbata-bata bicara. Sekarang telah mengenyam bangku sekolah. 

"Baiklah," ucap Mina seraya bergegas ke sungai. Diletakkan barang bawaannya di rumah lalu berlari penuh semangat layaknya  saat ia masih kecil dulu. Berlari mengejar ibunya yang telah duluan berangkat ke sungai. Dengan handuk yang diselempangkan dan bungkusan nasi di tangan ia mengekor di kejauhan. 

"Mak," ucapnya. 

Perempuan setengah abad di hadapannya pun terdiam dengan mata berkaca-kaca. 

"Kapan datang?" tanyanya berat. 

Mina pun mendekat dan menyalami ibunya juga ibu-ibu yang ada di sungai saat itu, "barusan, Mak."

Lalu Mina bergegas menanggalkan sepatunya, dan merendamkan kaki di sungai yang terlihat dangkal itu. 

****


Posting Komentar untuk ""Pulang", Cerpen Refniyati"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.