Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pulang, episode-4 oleh Refniyati

 

Pulang
(Bagian 4)

Petang usai bersambut azan magrib yang terdengar lantang, langit  yang semula memerah mulai gelap,  cahaya lampu pun bekerlip dari rumah ke rumah. Beberapa orang tampak bergegas menuju musholla yang tak jauh dari rumah Mina. Para tetua mempercepat langkah dan juga anak-anak yang saling mendahului tampak riang barangkali hendak mengaji, bersyukur di zaman sekarang ini rutinitas tersebut masih dilakukan. 

Sebuah musholla yang berukuran tak begitu besar berdiri di tepian sawah dekat rumahnya. Dulu kawasan itu hanya padang ilalang tempatnya bermain petak umpet sembari istirahat jam pelajaran sekolah, dan tempat mencari belalang pada hari Minggu. Karena jaraknya memang dekat dengan rumah Mina dan juga  bersebelahan dengan sekolah. Dua bangunan yang cukup besar berdiri berhadapan ialah tempat Mina belajar selama enam tahun, dengan hamparan rumput hijau dan tiang bendera diantara keduanya serta pemandangan bukit yang kokoh seolah-olah mengawasi sekolah itu.  

Sekarang tampak berbeda, adanya bangunan dengan bulan sabit bintang di atapnya, tak terlalu besar namun terlihat indah. Dalam hatinya berucap syukur, masyarakat mulai dekat dengan penciptanya. Dulu hanya ada satu mesjid yang jaraknya cukup jauh, sehingga ia akan ketakutan jika pulang mengaji. Untuk sholat berjamaah itu sendiri kerap sepi, sebab banyaknya masyarakat yang memilih sholat di rumah atau barangkali tidak sholat sama sekali dengan alasan belum pulang dari ladang dan sebagainya. 

"Ayah," ucap Mina seraya melihat ayahnya yang tiba berbarengan saat ia kembali dari mushola. Ayahnya tampak meletakkan kotindang, kotindang adalah tas yang terbuat dari karung yang digunakan untuk tempat meletakkan barang untuk dibawa ke ladang.

Mina mendekat lalu mengalami ayahnya.

"Tiba jam berapa?" tanya ayahnya.

"Jam 1-an Yah."

Kemudian keduanya pun masuk ke rumah, di dapur ibu Mina tampak menghidangkan makanan dan juga adik Mina yang baru saja kembali dari mushola. Sang ayah pun bergegas hendak membersihkan diri. 

Ayahnya bekerja di ladang, menebas seharian beber ibu Mina siangnya. Sembari menunggu ayahnya sholat dan makan, Mina melihat-lihat ke buku-buku yang telah disusun rapi dan sedikit berdebu itu. Ya, buku selama dia bersekolah dulu. Mina meraih dan melihat-lihat kembali, kertas-kertas yang diikat erat, diraihnya kertas itu helai demi helai. Ada  banyak gambar yang dia buat. Mina memang suka menggambar dan membaca. Saat malam hari biasanya sehabis mengaji, ia akan belajar, atau atau sekedar membaca buku cerita dan juga  menggambar. Hal ini juga dilakukan saat menunggu sawah maupun mengisi hari yang kosong lainnya. 

Di malam hari biasanya ia akan menggambar maupun belajar dengan diterangi lampu minyak tanah yang sesekali bergoyang diliukkan angin di pelataran rumahnya, dan pada saat itu juga para tetangga duduk bersama dan saling mengobrol.

Setelah puas membolak-balik kertas, Mina pun beralih ke tumpukan buku-buku, buku pelajaran, buku cerita pemberian gurunya, dan  juga buku Aksara dan Angka dengan cover hijau, biru maupun merah yang ia kumpulkan saat membersihkan perpustakaan sekolah. Bentuknya telah usang juga lembaran di dalamnya banyak yang terlepas akibat sering ia baca dan dibawa tidur. Kesukaannya membaca membuat ia membaca berulang-ulang cerita yang telah dibaca karena tidak adanya buku bacaan lain. 

Ayahnya telah selesai sholat dan makan lalu duduk di pelataran. Sembari membawa secangkir kopi. Mina pun bergabung bersama ayah dan ibunya. Setelah bercerita banyak hal baik itu tentang pengalaman Mina selama belajar dan juga persoalan apa yang terjadi di kampungnya juga tentang hutan-hutan yang ditebangi.

"Yah, Mina dapat beasiswa untuk S2," ucapnya memberanikan diri. 

"Alhamdulillah," balas ayahnya mengucap syukur.

"S2nya diluar negeri, Yah," balasnya lagi. 

Kemudian sang ayah terdiam beberapa saat. Lalu meraih secangkir kopi yang masih mengepul, sedikit ditiup kemudian ditenggak.

"Ayah pikir kamu sudah dewasa, dan tentunya bisa mempertimbangkan mana baiknya," ucap sang ayah.

Mina kembali terdiam, ia memahami ucapan ayahnya. Sang ayah tak mengiyakan dan tak pula menolak, Mina lah yang dapat memutuskan mana baiknya. Disatu sisi ia ingin belajar lebih lagi, disisi lain kebaktian akan desanya juga menjadi perhatiannya. Ia pernah berencana akan mengajar setelah menyelesaikan kuliahnya.

Malam itu Mina terbaring di kamarnya dengan kecamuk perasaan yang masih bingung akan pilihan yang dia ambil. 

"Lampunya dimatikan ya," ucap ibunya sembari menekan stopkontak. Mina mengangguk setuju, lagipula dia memang terbiasa tidur tanpa lampu. Selain hemat biaya pun baik untuk kesehatan. 

Kehidupan keluarganya cukup berubah dalam beberapa tahun ini, dulunya sebelum tidur ia pasti disibukkan agar mengisi minyak lampu, ataupun memperbaiki sumbu yang sudah menyusut atau juga memposisikan agar tidak berdekatan dengan benda yang mudah terbakar. Mina rindu suasana seperti itu, terasa hangat dan ia akan terlelap di pangkuan ibunya. 


Keesokan harinya Mina pergi ke sawah yang jaraknya tak begitu jauh dari rumah. Sepagi itu ia telah selesai beres-beres. Ibu dan ayahnya akan pergi ke sosok  atau bekas ladang dan ia ditugaskan menjaga padi yang saat itu tengah berbuah, menghalau pipit. Aroma padi dan bulir-bulir embun yang menetes diantara padi yang masih hijau. Harum dan segar sekali.  

Kerinduannya selama ini menemukan tumpuannya, setelah bertahun-tahun ia melakukan kembali rutinitas yang biasanya di lakukan. Cericit burung, dan suara-suara siamang dan kesiur angin seolah-olah menyambutnya.

"Aku datang," ucap Mina lirih, seolah-olah ada yang menunggunya sejak lama. burung-burung pun berterbangan dari dahan-dahan. Cuaca juga tengah bersahabat.

"Mina, kapan pulang?" sebuah suara menghentikan langkahnya. Lalu ia berbalik, dan menyalami seseorang di belakangnya. 

"Kemarin, Tuk," balasnya. 

"Sudah selesai belajarnya," tanya Tuk Sam lagi. Orang tua-tua dikampungnya sering menyebut kuliah atau pun sekolah lainnya dengan istilah belajar.

"Alhamdulillah sudah, Tuk."

Lelaki enam tahun tahun itu tampak manggut-manggut. 

"Atuk mau pergi kemana?" tanya Mina. 

"Motong," balasnya singkat. Motong yang disebut juga dengan menderes karet. Masyarakat di desanya mayoritas bekerja sebagai petani karet, tetap tabah walau harganya yang anjlok belakangan ini. 

Lalu percakapan mereka terhenti saat Mina harus memasuki simpang menuju sawahnya. Ia mempercepat langkah tidak sabar ingin menaiki rumah sikek yang tampak baru itu. Rupanya ayah Mina baru menyelesaikan rumah itu beberapa hari yang lalu. Diletakkan tas bawaannya yang berisi buku Tere Liye dan juga bekal makan siang dan mukena. 

Setibanya di rumah Sikek, Mina menarik tali yang dihubungkan dengan kaleng-kaleng bekas yang ada di tengah sawah sehingga menimbulkan suara yang riauh, beterbangan lah serangga yang barang kali baru tersentak dari tidurnya.  Mereka menyebut kaleng-kaleng itu dengan sebutan nonorang, ini salah satu benda wajib yang digunakan untuk menjaga sawah maupun ladang, ada juga orang-orangan sawah, tinjak dan lainnya. 

Menjelang padi masak, memang kerap kali hadir hama pengganggu, salah satunya burung pipit. Jangan remeh dengan ukurannya yang lebih kurang sebesar jempol kaki itu tapi kapasitas dan kecepatannya dalam memamah padi itu kencang sekali. Alhasil, rumpun padi akan menyisakan daun-daun yang mencuat buah sedangkan buahnya telah ludes. Terlebih burung Pipit itu datang bergerombol. Tak hanya pipit kadang-kadang kera juga kerap memakan padi yang berada di pinggir hutan. Biasanya orang-orangan sawah akan di pasang di tempat ini atau juga tinjak di pinggir sawah agar padi juga tak dirusak oleh babi. 

Mina menyempatkan diri berjalan menelusuri setiap petak sawah, dan sesekali melirik ke parit yang biasanya ia tempati untuk menangkap ikan. Tak terlihat satupun ikan melainkan daun-daun yang bewarna kecoklatan. 

"Mina," sebuah suara kembali menegurnya.

"Hai," balasnya dengan debaran tak biasa. 


Sebelumnya di episode ke-3 https://www.lenggokmedia.com/2021/10/pulang-bagian-3.html?m=1

baca juga episode ke-2 https://www.lenggokmedia.com/2021/10/pulang-cerpen-refniyati.html?m=1





Posting Komentar untuk "Pulang, episode-4 oleh Refniyati"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.