Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Syafrudin Prawiranegara-Presiden yang Terlupakan

 


"Sejarah Syafrudin Prawiranegara di  Dusun Pintu Kuari"


     Munculnya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) merupakan bentuk kekecewaan rakyat di daerah terhadap pemerintahan pusat di Jakarta. Sistem Sentralisasi kekuasaan yang diterapkan pemerintah pusat menimbulkan kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah. Salah satu kebijakan yang membuat rakyat merasa dirugikan, yang mana hasil daerah tidak dapat dikenyam daerah tersebut dan dibawa ke pulau Jawa.

  Untuk itu terjadinya beberapa pergerakan di berbagai daerah, salah satunya yang ada di dusun Pintu Kuari saat itu yang mana dipimpin  oleh Syafrudin Prawiranegara sebagai ketua dan kawan-kawannnya, Mr Amir Mahmud yang menjabat sebagi mentri luar negeri, Mr Asaat sebagai mentri agama, dan  Adam Malik sebagai perencanaan keuangan serta keluarga mereka maupun orang-orang yang direkrut dari daerah lain yang berjumlah kurang lebih 100 orang. Amair Mahmud mentri luar negri, Burhanudin Harahap mentri dalam negri, Damanik Ibrahim mentri pertahanan bidang ekonomi menkeu. Saat pelarian membawa emas sebagai bekal. 

    Pada tanggal 3 januari 1959 pukul 21.00 WIB rombongan tiba di Pintu Kuari yaitu sebuah dusun yang terletak di desa Cipang Kiri Hulu kecamatan Rokan IV Koto kabupaten Rokan Hulu provinsi Riau. Datang dari Koto Tuo, Kapur IX Tanjung Bungo, Sumatera Barat. 

   Kedatangan yang disambut hati-hati oleh masyarakat karena pergolakan yang kerap terjadi saat itu, apalagi status rombongan ini ialah buronan disebut pemberontak oleh pemerintah pusat. Namun setelah dijelaskan maksud dan kedatangannya membuat masyarakat menerima rombongan tersebut dan demi keamanan, masyarakat mengungsi ke ladang mereka. Masyarakat takut kalau sewaktu-waktu terjadi perang.

 Masyarakat mengadakan ronda secara bergilir, dan mencukupi kebutuhan pangan rombongan dengan bergantian memberikan hasil kebunnya, berupa beras, sayur, ayam dan lainnyajuga kebutuhan lainnya yang diperoleh dari Rao, Sumatra barat dijemput dengan menunggang kuda pada masa itu. Beberapa di bayar dan beberapa lagi memberi secara sukarela dan juga terpaksa jika tidak akan terkena denda.

  Yang paling khas dari Syafrudin prawira Negara ialah, tampilannya yang hanya menggunakan baju biasa, dan topi rotan yang lebar serta mata yang besar. Meski begitu keramahannya menghilangkan tampang yang sangar tersebut. Beliau disegani.

   Selama di Pintu Kuari, Syafrudin melakukan percetakan uang dan mendirikan sekolah dengan atap daun, dengan pengajarnya yang bernama Salma, salah satu dari rombongan yang berasal dari Sumatra Barat. Masa pembelajaran dilakukan sembunyi-sembunyi, jika rombongan ABRI datang, maka akan dihentikan, ini bertujuan agar tentara pusat tak mencurigai adanya rombongan di sini. Pernah terjadi pembakaran rumah warga di dusun Sei Kijang dan Kampung Tengah karena menduga rombongan Syafrudin mendiami tempat tersebut. Alhasil masyarakat mengungsi ke Lubuk Ingu, desa Cipang Kiri Hilir. Yang jaraknya cukup jauh.

   Tak hanya itu yang paling menarik saat itu, para ulama atau disebut Buya dengan pengetahuan keislaman yang tinggi paling dinanti khutbahnya saat hari Jum’at. Bahkan bisa dikatakan laki-laki yang tidak ikut sholat Jumat ataupun terlambat akan rugi saking dinantinya momen tersebut.

  Pada masa Syafrudin berada di Pintu Kuari, dusun itu dinamai Andalas. Sembari mencari tempat perlindungan kedatangan juga punya maksud mencari pasukan yang bisa diajak bergabung untuk mendirikan Negara bagian di Sumatra.

  Orang-orang yang telah bergabung, juga dilatih bela diri untuk memperkuat pertahanan. Namun sayangnya, pada tanggal 15 oktober 1959 Syafrudin Prawira Negara meninggalkan Pintu Kuari, karena desakan pemerintah pusat yang mengetahui persembunyian mereka dan desakan dari kecamatan.

  Pemberitaan bahwasanya Safrudin berada di kaki bukit. Sampai ke telinga pemerintah pusat lalu dilakukan penyerangan dari udara. Karena tidak tau titik pastinya penyerangan malah salah sasaran di berbagai daerah yaitu pengebomam dari pesawat di Galugua, di Sei Talas Hulu Mentawai, Sumpu Kubang. Bangkok, sumatera barat. Sedang di Pintu Kuari, rombongan membentuk Benteng pertahanan disebut basis, yaitu rumah yang dibangun dilereng bukit. 

 Latihan calon prajurit terus dilakukan, persiapan untuk menghadapi tentara pusat. Adapun semboyan penyemangat prajurit saat latihan yaitu,  pendengaran diperjinak mata diperliar, tak hanya itu, juga lagu-lagu kemenangan turut digaungkan.

Adapun liriknya, yaitu:


Pada delapan februari

Lahirlah sudah Negara Rpi

Wahai semua pemuda-pemudi

Sambutlah gembira kurnia ilahi

Doakan saja pada ilahi

Semoga Rpi hidup abadi


Kininyo den pai parang

Badia malatuih indak sagan-sagan

Komandan bakuek Krek karek maliek anak buah basitunggiang

Sayap kanan maju, sayap kiri gunting

Ondeh mak, musuah lari pontang pantiang

Kininyo den pai baliak parang

Basuo gadih di tangah padang

Janiah mukonyo bukan kapalang

Jan mandeh baranak gadih duo

Banyak bana sansaronyo kini


(Karangan salah satu anggota Safrudin dari Payakumbuh)


  OPR (Organisasi Pertahanan Rakyat) ialah tentara ABRI yng mengambil alih membentuk pertahanan rakyat yaitu selama enam bulan, lalu diganti yang mana dari masyarakat setempat.

 Safrudin dan rombongan menyerahkan diri di sebuah kerajaan di Siburit, Sibuan (Tapanuli di sumatra utara) penyerahan ditandai dengan  diserahkan seluruh senjata dan pembubaran kelompok dan kembali melebur ke NKRI.

(Refniyati)

Sumber: penuturan masyarakat Pintu Kuari, Datuk, tetua, dan saksi sejarah, pada kegiatan satu tahun Pondok Cerdas di dusun Pintu Kuari.






Posting Komentar untuk "Syafrudin Prawiranegara-Presiden yang Terlupakan"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.