MANFAAT TAMAN BACA DI PAPUA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MASYARAKAT
MANFAAT TAMAN BACA DI
PAPUA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MASYARAKAT
MARSELA MARIANA AMA (NIM: 2022011124053
Manajemen Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih
Papua, sebagai salah satu Provinsi di Indonesia yang kaya akan keragaman budaya, bahasa, dan alam yang luar biasa. Akan tetapi masih menghadapi tantangan dalam hal ini pendidikan. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya kemampuan literasi masyarakat. Di Indonesia masih menjadi tantangan serius dalam pembangunan sumber daya manusia, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil studi PISA (2022) yang menempatkan Indonesia pada peringkat 62 dari 81 negara dengan skor literasi membaca 359, jauh di bawah rata-rata OECD yaitu 476 (OECD, 2023). Situasi ini menjadi lebih kompleks di Papua, di mana menurut Wahana Visi Indonesia (2024). Bahwa Provinsi Papua masih berada di level terendah dalam aktivitas dan kemampuan literasi jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia, hal ini mengacu pada data terbaru dari Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca, 2022). Sementara itu, hasil survei literasi yang dilakukan Wahana Visi Indonesia di akhir tahun (2022) di Papua, khususnya di Kabupaten Sentani, Biak, Pegunungan Tengah, dan Asmat, menunjukkan rata-rata hanya 36,1 persen anak kelas 3 sekolah dasar (SD) di wilayah tersebut yang memiliki keterampilan membaca dengan pemahaman. Faktor utama meliputi keterbatasan infrastruktur pendidikan, kesenjangan sosial-ekonomi, tantangan geografis yang menghambat distribusi bahan bacaan, serta keragaman bahasa lokal yang menyulitkan proses pembelajaran membaca. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2023), hanya 23% sekolah di Papua yang memiliki perpustakaan dengan koleksi buku yang memadai, sedangkan laporan terbaru dari UNESCO (2024) menunjukkan bahwa rasio guru terhadap murid di daerah terpencil Papua mencapai 1:45, jauh di atas standar nasional 1:20, sehingga memperburuk kualitas pengajaran literasi di wilayah tersebut. Cara untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat adalah dengan adanya peran taman baca bagi masyarakat sebagai lembaga atau institusi yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat yang manjadi wahana pembelajaran, tempat sumber belajar untuk memperoleh pengetahuan dan yang dimana masyarakat dapat mengakses informasi dari fasilitas bahan bacaan yang di sediakan.
Berbagai para ahli mendefinisikan manfaat taman baca masyarakat (TBM) sebagai salah satu sarana yang strategis dalam pemberdayaan masyarakat. Menurut Khoiruddin, Imam Taulabi dan Ali Imron (2016:291) menyatakan bahwa Taman Baca Masyarakat adalah tempat ideal dalam melaksanakan kegiatan belajar, pengembangan minat baca, dan bermain. Arifin dan Marlini (2017:24) menyatakan bahwa Taman Baca Masyarakat merupakan sebuah lembaga atau unit layanan berbagai kebutuhan bahan bacaan yang dibutuhkan dan berguna bagi setiap orang perorang atau sekelompok masyarakat di desa atau diwilayah taman bacaan masyarakat berada dalam rangka meningkatkan minat baca dan mewujudkan masyarakat berbudaya baca. Damayani, dkk (2017:59) Taman Bacaan Masyarakat merupakan sarana utama dalam perwujudan konsep pembelajaran sepanjang hayat yang didirikan dan dikelola masyarakat maupun pemerintah sebagai penyediaan akses layanan bahan bacaan untuk mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar. Taman Baca Masyarakat merupakan simbol kepedulian individu maupun masyarakat terhadap pentingnya penyediaan bahan bacaan serta sarana informasi bagi masyarakat (Lestari dan Lydia, 2015:5). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Taman Baca Masyarakat adalah suatu lembaga atau institusi yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat sebagai sarana penyedia informasi dan fasilitas membaca serta dapat menjadi tempat ideal dalam melaksanakan kegiatan bermain, belajar dan mengembangkan minat baca masyarakat dalam rangka mewujudkan konsep pemebelajaran sepanjang hayat.
Taman Baca Masyarakat di Papua yang masih aktif beroperasi memiliki tujuan yang beragam namun saling melengkapi dalam upaya mendorong literasi masyarakat. Menurut Fabio Maria Lopes Costa dalam compas.id (2021), Taman Baca Kasih kota Jayapura yang didirikan oleh Sri Kurniawati bertujuan untuk memberantas buta aksara di kota Jayapura. Sedangkan Menurut Yohanes Kendang Taman Baca Anak Merauke yang dikutip dari JPIC-BRUDER MTB (2021), bahwa bertujuan memberikan bimbingan karakter budi pengerti lewat literasi baca-tulis, diskusi dan sosialisasi minat gemar baca-tulis, bimbingan belajar matematika dan bahasa inggris, pembina ilmu, serta pelestarian budaya dan kearifan lokal. Sementara itu, Menurut Hanny Felle yang dikutip dari Aksaraya (2020) bahwa peran Rumah Baca Yoboi bertujuan pengembangan kemampuan dasar literasi membaca, mengenal huruf dan angka, untuk mengevaluasi rangsangan kreatifitas-kreatifitas daya ingat anak dan orang dewasa, sehingga bisa berkontribusi secara produktif dan optimal di masyarakat.
Latar belakang pendirian berbagai taman baca di Papua sangat dipengaruhi oleh kesenjangan akses pendidikan dan kebutuhan akan pendekatan literasi yang kontekstual. Di kutip dari compas.id (2021) bahwa latar belakang dari Taman Baca Kasih kota Jayapura merupakan respons terhadap tingginya angka buta aksara dan rendahnya tingkat literasi membaca dan menulis pada anak usia 10 tahun di daerah tersebut, khususnya di Kampung Biak, Distrik Abepura. Keprihatinan Sri terhadap anak-anak yang kesulitan membaca dan menulis mendorongnya untuk memulai program literasi secara sukarela sejak awal 2019, dengan dukungan masyarakat dan pengumpulan sekitar 1.500 buku dari donatur, berfungsi sebagai pusat kegiatan literasi yang juga menyediakan pelatihan bagi masyarakat, terutama kaum ibu. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan literasi anak-anak Papua agar mereka dapat menguasai keterampilan membaca lebih dini dan mendukung pendidikan mereka. Menurut Yohanes Kendang yang dikutip dalam JPIC-BRUDER (2021) Taman Baca Bevak Pintar Anak Merauke dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap rendahnya tingkat literasi dan pendidikan anak-anak, terutama akibat dampak pandemi Covid-19. taman baca ini telah berkembang menjadi beberapa lokasi dengan lebih dari seribu anak terdaftar, menawarkan program pendidikan yang mencakup bimbingan karakter, pembelajaran bahasa Inggris, matematika, dan pelestarian budaya lokal. Taman Baca Bevak Pintar di Merauke juga berfungsi sebagai alternatif pendidikan nonformal yang berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan dan harapan masa depan anak-anak di Merauke. Sejalan dengan itu, Rumah Baca Yoboi di Sentani sebagaimana menurut Hanny Felle yang dikutip dari Aksaraya (2020) bahwa rendahnya tingkat literasi di daerah tersebut, di mana banyak anak tidak dapat membaca dan menulis dengan baik. Sejak didirikan pada tahun 2018, Rumah Baca Yoboi berfungsi sebagai pusat literasi yang menyediakan akses terhadap buku dan kegiatan belajar bagi anak-anak serta masyarakat setempat, dengan koleksi buku yang kini mencapai sekitar 9.000 judul, rumah baca ini juga mengajarkan keterampilan hidup dan budaya lokal.
Literasi di Papua menghadapi tantangan yang bersifat struktural maupun kultural. Secara umum, angka buta huruf di Papua termasuk yang tertinggi di Indonesia, mencapai 28,75% pada tahun 2023, jauh di atas rata-rata nasional 2,07% (BPS, 2023). Kesenjangan ini semakin mencolok di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau program pendidikan formal. Secara lebih khusus, permasalahan literasi di Papua diperparah oleh minimnya infrastruktur pendidikan, dengan rasio guru-murid yang tidak ideal dan bangunan sekolah yang tidak memadai (Munro, 2018). Tantangan geografis berupa medan pegunungan dan hutan lebat menyulitkan distribusi bahan bacaan dan penempatan tenaga pengajar. Lebih spesifik lagi, penelitian Kadir (2022) mengidentifikasi bahwa di beberapa kabupaten seperti Yahukimo dan Nduga, angka literasi perempuan hanya mencapai 15%, dengan faktor sosial-budaya patriarki yang cenderung memprioritaskan pendidikan laki-laki menjadi penyebab utama. Situasi ini diperburuk oleh kendala bahasa, di mana banyak masyarakat Papua yang menggunakan bahasa ibu non-Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, sehingga mengalami kesulitan beradaptasi dengan materi pembelajaran dalam bahasa Indonesia (Rumbekwan & Flassy, 2020).
Taman Baca yang masih aktif beroperasi di berbagai wilayah Papua telah menunjukkan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Program seperti "Pustaka Papua" di Jayapura dan "Rumah Baca Pegunungan Bintang" telah berhasil meningkatkan minat baca pada anak-anak dan remaja, dengan data menunjukkan peningkatan kunjungan hingga 45% dalam dua tahun terakhir (Yayasan Literasi Papua, 2024). Secara konkret, taman baca ini tidak hanya menyediakan akses terhadap buku, tetapi juga menjadi pusat kegiatan budaya yang melestarikan kearifan lokal melalui dongeng dan cerita rakyat Papua. Menurut penelitian Sianturi (2023), anak-anak yang rutin mengunjungi taman baca menunjukkan kemajuan signifikan dalam kemampuan membaca dan memahami teks, dengan peningkatan rata-rata 30% pada nilai bahasa Indonesia di sekolah. Yang lebih menggembirakan, taman baca ini telah menjadi katalisator bagi pemberdayaan perempuan, dengan 65% pengunjung dewasa adalah ibu-ibu yang kemudian mentransfer pengetahuan mereka kepada keluarga, menciptakan efek riak positif dalam komunitas (Wenda & Kogoya, 2024). Keberadaan taman baca ini juga menjembatani kesenjangan digital dengan menyediakan akses internet terbatas namun bermanfaat, memungkinkan masyarakat terpencil untuk terhubung dengan sumber informasi yang lebih luas.
Menurut saya, taman baca di Papua berperan sebagai lentera harapan yang menerangi jalan menuju kemajuan literasi di wilayah yang sering terpinggirkan ini. Tidak sekadar berfungsi sebagai tempat mengakses buku, taman baca telah bertransformasi menjadi ruang komunal yang menghidupkan semangat belajar dalam balutan keakraban budaya lokal. Saya meyakini bahwa pendekatan yang menghormati kearifan lokal ini merupakan kunci keberhasilan program literasi di Papua, di mana materi bacaan yang mengangkat cerita dan nilai-nilai setempat lebih mudah diresapi oleh masyarakat. Selain itu, taman baca yang dikelola dengan melibatkan tokoh masyarakat lokal menciptakan rasa kepemilikan yang kuat, sehingga keberlanjutannya lebih terjamin. Yang tidak kalah penting, taman baca telah menjadi jembatan penghubung antara generasi, di mana orang tua dan anak dapat belajar bersama, menciptakan budaya literasi yang mengakar dalam keluarga. Saya berpendapat bahwa untuk mencapai dampak optimal, dukungan berkelanjutan dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sangat diperlukan, terutama dalam hal pengadaan bahan bacaan berkualitas dan pelatihan pengelola taman baca yang sebaiknya berasal dari komunitas setempat.
Posting Komentar untuk "MANFAAT TAMAN BACA DI PAPUA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI MASYARAKAT"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.