Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Menjaga Asa di Ujung Negeri: Kisah SDN Cisangar dan Guru yang Tak Pernah Lelah

 “Menjaga Asa di Ujung Negeri: Kisah SDN Cisangar dan Guru yang Tak Pernah Lelah”
Oleh: Syakira Fauziah Putri – Kelas Jurnalistik Unsil Ak.2022



Paragraf Pembuka (Lead):

Di sudut tersembunyi Kabupaten Tasikmalaya, ada sebuah sekolah dasar yang berdiri di antara sepi dan sunyinya alam pedesaan. SDN Cisangar, yang terletak di Kampung Cisangar, Desa Ciheras, Kecamatan Cipatujah, mungkin tak dikenal banyak orang. Namun, dari sekolah yang jauh dari sorotan inilah, semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terus diperjuangkan, meski dengan segala keterbatasan.

Isi (Body):
Akses menuju SDN Cisangar bukanlah perjalanan biasa. Jalanan tanah berbatu, licin saat hujan, dan minim penerangan menjadi rute sehari-hari bagi anak-anak dan guru-guru di sana. Jarak dari jalan raya cukup jauh, dan kendaraan umum pun nyaris tak ada. Namun, setiap pagi, puluhan anak tetap berdatangan—berjalan kaki, membawa buku dalam kantong plastik, dan duduk di ruang kelas yang nyaris roboh.

Sekolah ini memiliki enam ruang kelas, tetapi hanya tiga yang masih bisa dipakai, itu pun dengan kondisi rusak ringan. Tiga ruang lainnya rusak berat: atap bocor, dinding retak, bahkan beberapa bagian lantai menganga. Tak ada perpustakaan, ruang guru pun seadanya, dan laboratorium komputer masih sebatas impian.

Meski begitu, semangat belajar murid-murid SDN Cisangar tak pernah padam. "Kami ingin jadi guru, dokter, ada juga yang ingin jadi tentara," kata Nanda, siswa kelas lima, sambil tersenyum malu-malu. Di balik seragam yang telah lusuh dan sandal jepit yang mulai aus, mereka menyimpan mimpi yang besar.

Salah satu tokoh kunci dari perjuangan pendidikan di SDN Cisangar adalah Pak Yusep Suhendar, guru yang telah mengabdi. Setiap hari, ia menempuh perjalanan sejauh 30 kilometer dari rumahnya menuju sekolah, melintasi jalanan yang berliku dan licin. "Motor saya sudah beberapa kali rusak. Tapi kalau saya tidak datang, siapa yang akan mengajar mereka?" ucapnya pelan, dengan mata yang memancarkan keteguhan.

Pak Yusep tidak hanya mengajar, tapi juga menjadi sahabat, motivator, sekaligus ayah kedua bagi para siswa. Ia tak dibayar mahal, bahkan kadang harus merogoh kantong sendiri untuk membeli kapur tulis atau membetulkan kursi yang rusak.

Penutup (Ending):
SDN Cisangar adalah cermin wajah pendidikan di pelosok Indonesia—tempat di mana perjuangan dan harapan hidup berdampingan. Meski negara belum sepenuhnya hadir dalam bentuk bangunan yang layak, perpustakaan, atau teknologi pendidikan, semangat para siswa dan guru-guru seperti Pak Yusep terus menjadi pelita.

Kini, SDN Cisangar menanti uluran tangan dari siapa saja yang peduli. Sebab di tengah keterbatasan, mereka tak butuh belas kasihan—yang mereka butuhkan adalah kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan menggapai masa depan. Jika pendidikan adalah jembatan menuju kemajuan bangsa, maka sudah sepatutnya tak ada satu pun anak negeri yang tertinggal di belakang, termasuk mereka yang belajar dari sekolah kecil di Kampung Cisangar

 

Posting Komentar untuk "Menjaga Asa di Ujung Negeri: Kisah SDN Cisangar dan Guru yang Tak Pernah Lelah"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke dengan subjek sesuai nama rubrik ke https://wa.me/+6282388859812 klik untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.