Pembangunan IKN: Antara Simbol Persatuan Dan Tantangan Keadilan Sosial Masyarakat Lokal

Pembangunan IKN: Antara Simbol Persatuan Dan Tantangan Keadilan Sosial Masyarakat Lokal
Cohen (The Symbolic Construction of Community, 2000) menyebut bahwa keanggotaan komunitas (community membership) bergantung pada konstruksi simbolik dan penandaan topeng kesamaan yang dapat dikenakan semua orang, an umbrella of solidarity under which all can shelter.
Dari pendapat Cohen tersebut dapat kita pahami bahwa komunitas bukan hanya tentang tinggal dalam wilayah yang sama atau memiliki asal-usul yang sama, tetapi komunitas adalah rasa memiliki bersama yang dapat ditempuh melaui simbol-simbol seperti bendera, bahasa, lambang negara, dan lain sebagainya. Tentunya simbol-simbol tersebut adalah simbol yang diketahui dan diterima oleh anggota komunitas tersebut, sehingga dengan simbol tersebut seseorang akan merasa bahwa dirinya adalah bagian dari komunitas tersebut. Dari ungkapan Cohen yang telah disebutkan di atas “an umbrella of solidarity under which all can shelter” simbol juga bertindak seperti halnya payung, yang dapat menaungi, menyatukan, dan melindungi semua anggota komunitas, sehingga jika orang tersebut berada dalam naungan payung tersebut akan merasa aman, nyaman, dan memiliki tempat.
Telah kita ketahui bersama bahwa Ibu Kota Negara Indonesia akan dipindahkan dari Jakarta ke IKN di Kalimantan Timur. Pemindahan Ibu Kota Tersebut memiliki tujuan utama sebagai pemerataan baik dari segi ekonomi, penduduk, maupun bangunan. Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam sambutannya di peresmian pembukuan Muktamar ke-XVIII pengurus pusat pemuda Muhammadiyah yang digelar di Balikpapan, Kalimantan Timur pada tanggal 22 Februari 2023. Dengan dibangunnya IKN tersebut kelak IKN akan menjadi simbol nasional baru bagi Indonesia, namun hal itu dapat terealisasi dengan baik jika disertai dengan kesadaran simbolik dan solidaritas inklusif. Sehingga IKN benar-benar tertanam dalam diri warga negara sebagai identitas yang baru, simbol persatuan, simbol kemajuan, dan pemerataan yang tidak hanya timbul sebagai fragmentasi identitas serta warga negara merasa aman di bawah perlindungan “payung identitas” tersebut.
Namun dalam kenyataannya masyarakat merasa tidak berada di dalam perlindungan “payung” tersebut. Muncul berbagai konflik berkaitan dengan pembangunan IKN tersebut. Diantaranya konflik yang ada adalah tentang pencabutan hak tanah masyarakat adat, seperti yang disebutkan dalam artikel Kompas.com, bahwa dana yang disediakan pemerintah untuk mengganti tanah penduduk lokal seluas 2.086 hektar yang digunakan untuk proyek IKN hanya sebesar 140 miliar, yang jika dihitung berarti pemerintah hanya mengganti biaya tanah penduduk lokal dengan uang sebesar Rp 6.711.000/meter persegi, dimana nominal tersebut tidak sesuai dengan harga tanah pada saat itu. Dengan harga yang sangat murah tersebut muncul kekhawatiran masyarakat tidak bisa membeli tanah sebagai pengganti tanahnya yang telah digunakan untuk proyek IKN, dengan seperti itu ruang hidup Masyarakat Lokal menjadi lebih sempit.
Selain itu keterlibatan Masyarakat lokal dalam proses pembangunan IKN masih terhitung minim, terbukti dari kasus yang disebutkan di dalam artikel AMAN.or.id. Di dalam artikel tersebut disebutkan bahwa masyarakat adat banyak yang terkejut dengan terpasangnya patok tanah dan plang-plang yang bertuliskan tanah tersebut milik warga secara tiba-tiba. Dari kasus ini masyarakat adat akan kehilangan identitas budaya mereka dan hak atas tanah leluhurnya yang telah diturunkan selama beratus-ratus tahun lamanya. Tanpa pengakuan hak-hak atas mereka, masyarakat adat mungkin saja akan merasa bukan menjadi bagian dari identitas baru tersebut, yang seharusnya mengakomodasi keberagaman dan hak-hak tradisional. Dalam kasus ini pula tampak sedikitnya keterlibatan masyarakat lokal dalam pembangunan IKN, sehingga mungkin saja akan muncul pemikiran masyarakat lokal bahwa pembangunan ini hanya sekedar pembangunan fisik dan modernisasi tanpa penghargaan atas nilai-nilai lokal yang telah ada.
Mengatasi hal tersebut sebaiknya pemerintah lebih aktif melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan pembangunan, melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, menjadikan masyarakat tidak hanya menjadi objek tetapi juga menjadi subjek dalam pembangunan ini akan menciptakan partisipasi dan rasa memiliki yang lebih besar. Selain itu memperkuat kesadaran masyarakat dengan membangun narasi bersama juga sangat diperlukan agar dapat meyakinkan masyarakat bahwa pembangunan ini bukan hanya sebagai pembangunan fisik semata namun juga memiliki manfaat jangka panjang baik dari segi ekonomi, sosial, dan kualitas hidup. Di luar hal tersebut pemerintah juga harus menjamin kehidupan masyarakat lokal tetap berlangsung dengan standar kehidupan yang layak, serta nilai ganti rugi yang tidak merugikan pihak masyarakat. Sehingga dengan seperti itu pembangunan IKN sebagai identitas nasional baru tidak hanya menjadi “topeng simbolik” yang tidak sesuai dengan realitas rakyat, dan menjadi simbolik yang rapuh yang tidak bisa menyatukan seluruh bangsa secara adil.
Nama: Humaira Zulfa Mardhatilla
Kampus: STAI Al-Anwar Sarang Rembang
Prodi: IQT
Posting Komentar untuk "Pembangunan IKN: Antara Simbol Persatuan Dan Tantangan Keadilan Sosial Masyarakat Lokal"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.