Benarkah Implementasi Zakat, Infaq, Sedekah di Indonesia dapat Mengatasi Kemiskinan?
Benarkah Implementasi Zakat, Infaq, Sedekah di Indonesia dapat Mengatasi Kemiskinan?
Oleh : M.Rayhan Rifqi Alhanzha Putra. Universitas Muhammadiyah Malang (Akuntansi)
Zakat, Infaq, dan Sedekah yang disingkat ZIS adalah salah satu instrumen sosil-ekonomi yang dapat menyelesaikan masalah ekonomi, seperti redistribusi kekayaan yang tidak merata dan kemiskinan struktural. Meskipun terdengar indah namun praktiknya tidak semudah yang dibayangkan, selain diperlukan kesadaran diperlukan juga kepercayaan terhadap lembaya yang mengelola. Bagaimana praktik dan regulasi di Indonesia sendiri?
Era industri yang terjadi memiliki sisi gelap yang terus terjadi sampai saat ini, dengan kaum borjuis yang semakin makmur dan kaum proletan yang semakin tergerus. Menciptakan kesenjangan ekonomi yang nyata dan terus melebar. Walaupun sudah ada intervensi dengan berbagai kebijakan moneter dan fiskal disertai pembaruan regulasi namun gap yang semakin lebar ini menjadi masalah yang serius.
Salah satu cabang Fiqih yaitu Fiqih zakat, infaq, dan sedekah dapat menjadi salah satu senjata yang menuntaskan permasalahan sosial-ekonomi tersebut. Zakat adalah kewajiban finansial bagi setiap Muslim yang hartanya telah mencapai nisab (batas minimum) dan haul (sudah dimiliki satu tahun penuh). Infaq adalah pengeluaran harta secara sukarela kapan saja dan dalam jumlah berapa pun, tanpa batasan nisab atau haul. Sedekah adalah istilah paling luas: mencakup segala bentuk kebaikan yang dilakukan dengan niat ikhlas—baik berupa materi (uang, makanan, pakaian) maupun non-materi (nasihat, senyuman, tenaga).
Regulasi dan Implementasi Zakat di Indonesia
Indonesia memiliki kerangka hukum pengelolaan zakat lewat UU No.23/2011 dan aturan pelaksanaannya. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dibentuk sebagai lembaga resmi pemerintah yang menghimpun dan menyalurkan zakat di tingkat nasional sampai daerah. Setiap tahun BAZNAS menetapkan target pengumpulan zakat nasional. Misalnya, untuk 2024 BAZNAS menargetkan Rp41 triliun (zakat, infak, sedekah) dan sudah menghimpun sekitar Rp30 triliun hingga Desember. Secara khusus. Untuk 2025, target nasional dinaikkan lagi menjadi Rp50 triliun.
Permasalahan Sosial yang Dapat Ditangani Zakat
• Kemiskinan: Zakat diarahkan untuk membebaskan fakir-miskin dari kekurangan. BAZNAS menyalurkan sekitar 40% dana zakat untuk program pemberdayaan guna mengentaskan kemiskinan (misalnya modal usaha atau bantuan sosial). Menag RI menegaskan, mengarahkan sebagian besar dana zakat bagi 3 juta lebih penduduk termiskin dapat menghapus kemiskinan mutlak secara signifikan.
• Kesehatan dan Gizi (Stunting): Dana zakat dipakai untuk program kesehatan dasar dan gizi. BAZNAS mengalokasikan Rp125–148 miliar untuk kesehatan (2023–2024) dengan fokus pelayanan dasar, tanggap darurat, dan pencegahan stunting.
• Pendidikan: Zakat mendukung akses pendidikan anak kurang mampu. Sejak 2020–2024, BAZNAS mencatat telah membantu pendidikan 34.603 anak Indonesia melalui beasiswa dan sekolah gratis bagi siswa dhuafa.
• Pemberdayaan Ekonomi: Zakat juga digunakan untuk memperkuat ekonomi kaum mustahik. BAZNAS menjalankan program modal usaha bagi pelaku UMKM, pembiayaan mikro (microfinance), beasiswa vokasi, santripreneur, dan program kewirausahaan lainnya.
Rekonsiliasi dan Kritik
Zakat hari ini bukan lagi hanya bantuan sekali pakai, tapi telah bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan: pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga respons bencana. Namun, fakta tetap menunjukkan bahwa program zakat belum menyentuh akar masalah secara masif. Dengan jumlah dana yang besar, mustinya dampak yang dihasilkan juga luas. Tapi ini tidak terjadi karena dua hal krusial:
1. Jumlah mustahik terlalu banyak dibanding daya jangkau program. Dana ZIS yang terkumpul masih kecil dibanding jumlah rakyat miskin dan kebutuhan pemberdayaan mereka.
2. Tingkat partisipasi dan kepercayaan publik masih rendah. Banyak masyarakat memilih tidak menyalurkan zakat melalui lembaga resmi karena takut dana diselewengkan, tidak transparan, atau tidak sampai kepada yang berhak. Ini bukan semata-mata soal literasi zakat, tapi soal trust yang belum dibangun dengan serius.
Zakat memang instrumen sosial yang sangat kuat, tetapi tidak bisa bekerja sendirian. Ia butuh dukungan kebijakan negara, integrasi data antar lembaga, transparansi dalam pelaporan, dan kolaborasi lintas sektor termasuk sektor swasta, akademisi, dan komunitas. Tanpa itu semua, zakat hanya akan menjadi gerakan filantropi terbatas, bukan kekuatan struktural yang mampu mengubah nasib bangsa.
Posting Komentar untuk "Benarkah Implementasi Zakat, Infaq, Sedekah di Indonesia dapat Mengatasi Kemiskinan?"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.