Fiqih Muamalah: Fondasi Ekonomi Islam Bebas Riba
Fiqih
Muamalah: Fondasi Ekonomi Islam Bebas Riba
Oleh : Eksa Valentine
Estrella
Di dalam ajaran islam, ekonomi bukan hanya perihal mencari keuntungan semata, tetapi juga berlandaskan pada prinsip moral, keadilan, serta keberkahan bagi seluruh umat manusia. Dalam hal ini, Islam memandang bahwa kekayaan ialah amanah dari Allah yang harus dikelola dengan adil dan bertanggung jawab, tidak hanya menguntungkan satu pihak, terlebih lagi menindas pihak lain. Salah satu prinsip utama dalam fiqih muamalah (ilmu yang mengatur hubungan sosial dan transaksi ekonomi menurut syariat) ialah larangan riba. Riba adalah pengambilan tambahan dalam suatu pinjaman atau transaksi yang merugikan satu pihak. Larangan ini bukan tanpa sebab, riba dapat menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin lebar, kemiskinan struktural, sehingga dengan adanya larangan ini menjadi bagian dari perlindungan keadilan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Islam datang pada masa praktik riba bermunculan di mana-mana, yang seringkali menjerat kalangan bawah dalam siklus pinjam-meminjam yang tidak adil. Riba juga dianggap eksploitasi karena pemilik modal mendapatkan keuntungan tanpa risiko, sedangkan peminjam menanggung tekanan bunga berlipat ganda. Islam tidak melarang seseorang untuk kaya, tetapi Islam melarang kekayaan yang diperoleh melalui cara-cara yang merugikan dan menindas orang lain. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan berulang kali mengenai larangan riba, salah satunya Al-Baqarah ayat 278 “Tinggalkanlah sisa-sisa riba, jika kamu benar-benar beriman.” Ayat ini menunjukkan bahwa menjauhi riba bukan sekadar mematuhi hukum, melainkan bukti keimanan dan ketakwaan seseorang terhadap Allah serta menjadi wujud nyata kepedulian sosial. Oleh karena itu, larangan riba menjadi bagian penting dari visi Islam dalam membangun sistem ekonomi yang berkeadilan, memberdayakan, dan penuh berkah. Di dunia yang modern ini krisis ekonomi terjadi salah satunya akibat regulasi keuangan yang timpang. Adanya nilai-nilai ekonomi Islam bebas riba menjadi relevan sebagai solusi alternatif yang adil dan manusiawi.
Adanya krisis finansial dan ketimpangan sosial akibat regulasi keuangan yang eksploitatif, sistem ekonomi Islam menawarkan solusi fundamental yang menekankan keadilan, keberkahan, dan tanggung jawab sosial bebas riba. Menguatkan pemahaman masyarakat mengenai bahaya riba merupakan langkah awal yang krusial untuk mencegah praktik riba. Masih banyak masyarakat yang memandangan bunga pinjaman sebagai hal yang lumrah, padahal dalam Islam hal ini dilarang karena dampaknya yang menjalar ke berbagai persoalan. Edukasi mengenai masalah ini seharusnya menyasar ke berbagai lapisan. Dengan demikian, masyarakat akan sadar bahwa riba bukan hanya melanggar nilai-nilai Islam tetapi bentuk dari eksploitasi ekonomi yang merugikan pihak yanh lemah. Riba mendorong ketimpangan, memperparah utang, dan melemahkan produktivitas masyarakat. Lembaga keuangan juga merupakan pilar utama dalam pendorok sistem ekonomi. Lembaga keuangan syariah menjadi langkah seutuhnya dalam membangun ekonomi bebas riba. Bank syariah, koperasi syariah, hingga fintech berbasis syariah harus terus dikembangkan dengan model transaksi yang adil seperti mudharabah (bagi hasil), musyarakah (kemitraan), murabahah (jual beli), dan ijarah (sewa). Kualitas sumber daya yang dipilih juga harus menjadi pertimbangan dalam proses seleksi. Selain itu, sistem keamanan yang trasnparan tidak boleh luput dari pengawasan para pihak. Dengan demikian, masyarakat akan merasa diberi akses terhadap layanan keuangan yang aman, transparan, dan sesuai syariat. Sehingga ketergantungan pada lembaga konvensional akan menurun. Di samping untung rugi, ekonomi Islam juga memandang keseimbangan sosial. Dalam sistem Islam, alat bantu ekonomi untuk kelompok rentan tidak hanya berupa utang, tetapi juga melalui distribusi kekayaan seperti zakat, infak, dan wakaf. Dengan pengelolaan profesional, instrumen ini bisa menjadi kekuatan ekonomi luar biasa untuk mengatasi kemiskinan dan mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman berbunga. Sebagai contoh wakaf produktif dapat diwujudkan dalam bentuk lahan pertanian, ruko, atau unit usaha yang hasilnya disalurkan untuk kesejahteraan umat. Selain dukungan dari individu, ekonomi syariah tidak akan berkembang dengan maksimal tanpa dukungan pemerintah. Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam menyediakan berbagai regulasi yang memihak pada keuangan syariah. Dapat berupa insentif pajak bagi lembaga keuangan syarian tanpa merugikan negara dengan diberikan secara selektif dan tepat sasaran untuk mendukung ekonomi yang adil dan bebas riba. Serta penguatan sistem hukum dan perlindungan konsumen syariah. Ekonomi Islam hadir berdampingan dengan sistem konvensional sebagai solusi alternatif yang menyatukan nilai spiritual dan keadilan. Dengan meninggalkan riba dan membangun sistem berdasarkan prinsip keadilan, kerja sama, dan keberkahan, pihak tersebut tidak hanya mencegah kemiskinan struktural dan kesenjangan sosial tetapi juga meletakkan dasar bagi peradaban Islam yang unggul.
Ekonomi islam hadir bukan sekadar menolak riba, tetapi memberikan
sistem ekonomi yang berkeadilan, memberdayakan, dan bebas eksploitasi. Dalam
konteks dunia modern dengan isu ketimpangan sosial serta eksploitasi ekonomi,
ekonomi Islam hadir sebagai alternatif yang relevan dan aplikatif. Larangan
riba merupakan bentuk perlindungan sosial bagi pihak lemah yang selama ini
tertindas oleh sistem bunga. Dengan implementasi nilai-nilai Islam yang
tersedia, ekonomi Islam akan mampu menumbuhkan sistem yang bukan hanya
menguntungkan secara materi, tetapi juga membawa keberkahan dan mewujudkan
tatanan masyarakat yang lebih adil dan berperadaban.
Posting Komentar untuk "Fiqih Muamalah: Fondasi Ekonomi Islam Bebas Riba"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.