Konsep Hak Kepemilikan dalam Fiqih Muamalah
Disusun oleh: Raudhatul Madina_AKT138
PENDAHULUAN
Dalam syariat Islam yang bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia, diberikan hak kepada setiap individu untuk memiliki harta benda serta mengelola sumber daya alam yang ada. Namun, kepemilikan tersebut bersifat sebagai amanah yang harus dijaga agar kehidupan di dunia tetap tertib dan teratur. Oleh karena itu, syariat menetapkan aturan mengenai hak kepemilikan. Hak kepemilikan adalah hak pribadi yang tidak boleh dilanggar oleh orang lain. Akan tetapi, demi kepentingan bersama, terdapat beberapa hal yang tidak boleh dimiliki secara pribadi melainkan menjadi milik bersama atau hak kepemilikan umum.
Meskipun demikian, masalah kepemilikan merupakan hal yang sangat sensitif dan bukan hanya berkaitan dengan individu semata. Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi selain kepemilikan umum dan menjadikan hak milik pribadi sebagai dasar dalam sistem ekonomi. Namun, kepemilikan pribadi ini harus dijalankan sesuai dengan aturan Allah SWT, misalnya dengan memperoleh harta secara halal. Islam sangat melarang kepemilikan harta yang digunakan untuk menimbulkan kezaliman atau kerusakan di muka bumi.
Segala sesuatu yang ada di dunia ini sejatinya adalah milik Allah SWT. Dalam ajaran Islam, Allah adalah pemilik absolut dan sejati atas seluruh alam semesta. Segala nikmat dan rezeki yang diterima manusia berasal dari-Nya. Oleh karena itu, kepemilikan manusia terhadap harta hanyalah bersifat sementara dan merupakan amanah dari Allah. Manusia bertindak sebagai pemegang amanah dan khalifah di bumi, bukan sebagai pemilik hakiki. Dengan demikian, kekayaan yang dimiliki harus digunakan secara bijaksana dan bertanggung jawab demi kemaslahatan bersama, serta akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Upaya dalam bentuk kerja, berdagang, atau usaha lain yang halal merupakan jalan untuk memperoleh kepemilikan pribadi. Dalam Islam, kewajiban lebih diutamakan daripada hak. Setiap individu, masyarakat, dan negara memiliki kewajiban masing-masing, dan dari pelaksanaan kewajiban itulah hak-hak dapat diperoleh. Islam sangat menekankan keseimbangan antara hak dan kewajiban ini. Kita dianjurkan untuk mencari rezeki melalui ikhtiar dengan cara yang halal dan adil, tanpa menyakiti atau merugikan orang lain. Di sisi lain, Islam juga menegaskan bahwa setiap usaha yang memberikan manfaat kepada masyarakat harus mendapat balasan yang layak dan adil.
PEMBAHASAN
Kata “kepemilikan” dalam bahasa Indonesia terambil dari kata “milik”. Ia merupakan kata serapan dari kata “al-milk” dalam bahasa Arab. Konsep Kepemilikan dalam Islam: Antara Individu dan Sosial dalam ajaran Islam, kepemilikan berakar pada fitrah dasar manusia yang cenderung ingin memiliki harta secara individu. Namun, Islam juga menyadari bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Oleh karena itu, harta atau kekayaan yang dianugerahkan Allah di alam semesta ini bukanlah milik mutlak individu. Sebaliknya, harta tersebut adalah pemberian dari Allah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Tujuan pemanfaatan harta ini bukan semata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kesejahteraan seluruh umat manusia secara ekonomi, sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ini menunjukkan bahwa kepemilikan dalam Islam memiliki dimensi ganda: ada hak individu, tetapi juga ada tanggung jawab sosial. Individu diberi kebebasan untuk memiliki dan mengembangkan hartanya, namun mereka juga terikat oleh kewajiban untuk menggunakan harta tersebut demi kemaslahatan bersama dan menghindari penimbunan yang merugikan masyarakat.
Inti dari konsep ini adalah bahwa Allah adalah Pencipta, Pengatur, dan Pemilik segala sesuatu yang ada di alam semesta. Manusia hanyalah pemegang amanah (khalifah) atas harta yang dipercayakan kepadanya. Dengan demikian, segala bentuk kepemilikan harus selaras dengan nilai-nilai Islam, seperti keadilan, pemerataan, dan kebermanfaatan. Ini berarti, harta bukan hanya alat untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui penggunaan yang bertanggung jawab dan berkontribusi pada kebaikan bersama.
Dalam potongan surah An-Nuur ayat 33:
وَءَاتُوهُم مِّن مَّالِ ٱللَّهِ ٱلَّذِىٓ ءَاتَىٰكُمْ
Artinya: dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.
Konsep hak kepemilikan dalam Fiqih Muamalah lebih dari sekadar bahasan teoretis. Ia punya dampak besar dalam menciptakan sistem ekonomi yang adil, penuh berkah, dan menyejahterakan. Prinsip-prinsip ini memastikan hak-hak pemilik dihormati, harta dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kebaikan bersama, dan penyalahgunaan aset bisa ditekan.
Dasar-dasar kepemilikan ini juga menjadi pondasi bagi berbagai instrumen keuangan dan transaksi dalam ekonomi syariah, mulai dari jual beli, sewa, gadai, hingga investasi. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, umat Muslim bisa menjalankan aktivitas ekonominya sesuai ajaran syariat, sehingga hasilnya tidak hanya menguntungkan secara materi tapi juga mendatangkan keberkahan.
Prinsip-Prinsip Hak Kepemilikan
Ada beberapa prinsip hak kepemilikan bagaimana kita memiliki sesuatu harta sebagaimana aturan-aturan ini mempengaruhi hak dan kewajiban terhadap jenis harta.
- Hak Memiliki Benda Berarti Punya Hak Memakai
Intinya, saat kita memiliki suatu benda (misalnya, sebuah rumah), kita otomatis punya hak untuk menggunakannya atau mengambil manfaatnya. Namun, ini tidak berlaku sebaliknya. Kalau kita cuma punya hak pakai atau sewa (misalnya, menyewa mobil), itu tidak berarti kita adalah pemilik mobil tersebut. Jadi, tujuan utama kita memiliki sesuatu bukanlah semata-mata karena wujud fisiknya, tapi karena kita bisa mendapatkan manfaat darinya. - Kepemilikan Pertama Adalah Hak Penuh
Ketika kita menjadi pemilik pertama atas suatu benda yang sebelumnya tidak bertuan, kita akan memiliki hak penuh atas benda itu. Contohnya, saat kita menangkap ikan di laut (mendapatkan sesuatu yang belum ada pemiliknya) atau saat hewan peliharaan kita melahirkan anak (mendapatkan hasil dari sesuatu yang sudah kita miliki). Hak penuh ini akan terus berlaku sampai kita mengalihkan kepemilikan benda itu kepada orang lain. Sebagai pemilik pertama, kita punya kebebasan penuh untuk mengelola dan memanfaatkannya. - Batasan Waktu dalam Kepemilikan
Kepemilikan penuh tidak punya batas waktu; kita akan terus memiliki harta itu selama kita tidak menyerahkannya kepada orang lain. Tapi, hak untuk memanfaatkan sesuatu (seperti menyewa apartemen atau meminjam buku) punya batas waktu. Hak ini akan berakhir saat masa sewa atau pinjamannya habis, atau saat kita mengembalikan benda tersebut kepada pemilik aslinya. - Kepemilikan Benda Tidak Bisa Dihilangkan Begitu Saja
Kita tidak bisa seenaknya "menghapus" kepemilikan atas suatu barang. Harta yang kita punya akan tetap jadi milik kita sampai kita secara sah memindahkannya ke orang lain, misalnya dengan menjual, menghibahkan, atau mewariskannya. Selain itu, Islam melarang kita menyia-nyiakan harta, karena itu adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab. - Aturan untuk Harta Bersama (Kepemilikan Campuran)
Secara umum, memiliki harta bersama (misalnya, tanah warisan yang dimiliki beberapa orang) diperlakukan sama dengan memiliki harta sendiri dalam hal tindakan hukum. Ini berarti kita bisa menjual, mewakafkan, atau mewasiatkan bagian kita dari harta bersama itu. Mengambil tindakan hukum atas sebagian harta bersama dianggap sama dengan mengambil tindakan hukum atas keseluruhan harta tersebut. Namun, ada pengecualian untuk beberapa jenis transaksi seperti menggadaikan, menghibahkan, atau menyewakan bagian dari harta bersama, yang biasanya tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan semua pemilik bersama lainnya. - Utang Bersama Tidak Bisa Dipisahkan
Jika ada utang yang ditanggung bersama-sama oleh beberapa orang, utang tersebut tidak bisa dipisah-pisah. Tanggung jawab atas utang itu tetap melekat pada semua pihak yang berutang secara kolektif, meskipun mungkin ada kesepakatan di antara mereka tentang bagaimana pembayarannya akan dibagi.
Macam-Macam Hak Kepemilikan
Dalam pandangan Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga jenis utama, yaitu:
- Kepemilikan Individu (al-milkiyah al-fardiyah / private property)
Kepemilikan individu merujuk pada hak seseorang atas suatu benda, seperti roti atau rumah. Orang tersebut memiliki kebebasan untuk menggunakan roti itu, baik untuk dikonsumsi, dijual, atau diambil keuntungannya. Roti dan rumah tersebut merupakan benda (zat) yang kepemilikannya diatur oleh hukum syariat. Hukum syariat memberikan izin kepada individu untuk memanfaatkan benda tersebut—baik dengan cara menghabiskannya secara langsung (seperti roti), menggunakannya (seperti rumah), atau menukarnya (menjualnya). Dengan adanya izin dari syariat, seseorang yang memiliki roti berhak memakannya atau menjualnya. Begitu pula, pemilik rumah berhak untuk menempatinya atau menjualnya. Dalam hal ini, hukum syariat terhadap roti bersifat pada zatnya, yaitu diperbolehkan untuk dihabiskan. Sedangkan untuk rumah, hukum syariatnya berkaitan dengan manfaatnya, yaitu diperbolehkan untuk digunakan atau ditempati. - Kepemilikan Umum (al-milkiyyat al-‘ammah / public property)
Kepemilikan umum merupakan bentuk izin dari syariat kepada suatu kelompok masyarakat untuk secara bersama-sama memanfaatkan suatu barang atau sumber daya. Barang-barang yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang secara tegas telah ditetapkan oleh syariat sebagai milik bersama komunitas dan tidak boleh dimiliki secara pribadi oleh individu tertentu. Karena statusnya sebagai milik bersama, setiap orang berhak menggunakan atau mengambil manfaat darinya, namun tidak diperkenankan untuk menguasai atau memilikinya secara pribadi. - Kepemilikan Negara (al-milkiyyat al-Dawlah / state property)
Kepemilikan negara merujuk pada jenis harta yang oleh Allah ditetapkan sebagai milik seluruh rakyat, namun pengelolaannya menjadi tanggung jawab dan wewenang pemerintah. Negara memiliki hak untuk mendistribusikan atau mengkhususkan sebagian harta tersebut kepada kelompok tertentu dari masyarakat sesuai dengan ijtihad atau kebijakan yang diambil. Dalam hal ini, pengelolaan oleh negara berarti adanya kekuasaan atau otoritas yang dimiliki pemerintah dalam mengatur pemanfaatan harta tersebut. Kepemilikan negara mencakup berbagai jenis harta yang tidak termasuk dalam kategori kepemilikan umum, namun terkadang bisa menyerupai kepemilikan individu. Secara prinsip, harta milik negara juga dianggap sebagai milik rakyat, tetapi hak pengelolaannya berada di tangan pemerintah. Oleh karena itu, negara bertindak sebagai wakil kepentingan rakyat, menjalankan amanah masyarakat, dan bahkan dipandang sebagai lembaga yang menjalankan fungsi kekhalifahan Allah di bumi. Perlu dipahami bahwa kepemilikan negara berbeda dengan kepemilikan umum. Harta milik negara dapat dialihkan menjadi milik pribadi jika memang kebijakan negara mengizinkannya. Sebaliknya, harta milik umum tidak dapat dialihkan menjadi kepemilikan individu, meskipun pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah. Dalam konteks harta milik umum, pemerintah berperan sebagai penyelenggara dan pelaksana amanah rakyat. Namun dalam hal kepemilikan negara, pemerintah memiliki otoritas penuh untuk mengatur dan mengelolanya.
Kesimpulan
Dari semua penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa: Konsep hak kepemilikan dalam fiqih muamalah menegaskan bahwa segala sesuatu di dunia ini sejatinya adalah milik Allah SWT, sementara manusia hanya bertindak sebagai pemegang amanah yang harus mengelola harta secara bijaksana dan bertanggung jawab. Islam mengakui adanya kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara, masing-masing dengan aturan dan batasannya sendiri. Kepemilikan pribadi diizinkan selama diperoleh secara halal dan tidak digunakan untuk kezaliman, sedangkan kepemilikan umum dan negara diatur demi kemaslahatan bersama. Prinsip utama dalam kepemilikan adalah adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta penggunaan harta untuk kebaikan bersama, bukan sekadar kepentingan individu. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, sistem ekonomi Islam dapat berjalan adil, berkah, dan menyejahterakan seluruh umat manusia.
Referensi
1 Nizaruddin, “KONSEP KEPEMILIKAN HARTA PERSPEKTIF EKONOMI SYARI’AH,” Sustainability (Switzerland) 11, no. 1 (2019): 3, https://e-journal.metrouniv.ac.id/adzkiya/article/view/1281.
2 Ahmad Sainul, “Konsep Hak Milik Dalam Islam,” Jurnal AL-MAQASID: Jurnal Ilmu Kesyariahan Dan Keperdataan 6, no. 2 (2021): 2, https://doi.org/10.24952/almaqasid.v6i2.3433.
Posting Komentar untuk "Konsep Hak Kepemilikan dalam Fiqih Muamalah"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.