Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Riba Dalam Era Digital Dan Solusi Finansial Masa Kini

Riba Dalam Era Digital Dan Solusi Finansial Masa Kini

Disusun Oleh:
Jihan Musdalifa Azzhara_145 Akuntansi D
Universitas Muhammadiyah Malang

Kita memahami bahwa munculnya teknologi digital membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di bidang keuangan. Inovasi digital yang berkaitan dengan riba terutama terlihat dalam bentuk layanan pinjaman online yang berbasis pada fintech. Teknologi ini membuat proses peminjaman uang menjadi sangat cepat, mudah, dan dapat diakses melalui aplikasi ponsel tanpa membutuhkan jaminan fisik. Pengajuan, pencairan dana, dan pengembalian bisa dilakukan secara online dalam waktu yang singkat, bahkan hanya dalam beberapa menit.

Namun, di balik kemudahan ini, mekanisme pinjaman online sering kali menerapkan sistem bunga atau biaya tambahan yang sangat tinggi dan tidak jelas, yang menurut pandangan ekonomi Islam merupakan praktik riba. Selain pinjaman online, teknologi digital juga menciptakan berbagai platform keuangan lainnya seperti peer-to-peer lending dan dompet digital, yang jika tidak dikelola berdasarkan prinsip syariah, dapat memiliki unsur riba, terutama jika ada biaya tambahan atau bunga yang membebani konsumen.

Untuk mengatasi masalah ini, telah muncul fintech syariah yang memanfaatkan teknologi digital dengan menerapkan akad-akad sesuai dengan prinsip Islam seperti murabahah, mudharabah, dan musyarakah. Fintech syariah ini berupaya menghapus elemen riba dan menggantinya dengan sistem bagi hasil atau transaksi jual beli yang adil.

Konsep utama dari jual beli dalam al-Qur’an, seperti keadilan, keterbukaan, dan kejujuran, tetap memiliki relevansi di era kemajuan teknologi saat ini. QS. al-Baqarah/2:282 menyoroti pentingnya merekam transaksi untuk memastikan kejelasan dan keadilan, ini adalah prinsip yang dapat diimplementasikan melalui teknologi seperti kontrak pintar di dalam blockchain. Di sisi lain, QS. al-Mutaffifin/83:1-3 juga mengingatkan umat Islam untuk menghindari penipuan dalam transaksi, yang kini lebih mudah untuk terdeteksi berkat transparansi yang ditawarkan oleh teknologi.

Dengan cepatnya inovasi teknologi, sistem keuangan dunia telah masuk ke dalam era digital yang menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam berbagai jenis transaksi. Namun, saat ini ada satu masalah besar yang dihadapi terkait pinjaman online, yaitu bunga yang tinggi yang sering kali hampir sama dengan praktik riba nasi’ah. Dalam perspektif Islam, pinjaman yang mengandung bunga dianggap sebagai riba, apabila bunga tersebut tidak sesuai dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, banyak platform pinjaman syariah bermunculan sebagai pilihan alternatif, dengan menerapkan sistem bagi hasil (profit-sharing) sebagai pengganti bunga.

Prinsip-Prinsip Syariah

Salah satu hal yang sangat dilarang dalam ekonomi syariah adalah riba, atau bunga. Larangan ini muncul dari ajaran Islam yang melarang praktik riba karena dianggap merugikan pihak yang lebih lemah dan menciptakan ketidakadilan dalam transaksi ekonomi. Sebagai alternatif, sistem keuangan syariah mendukung praktik yang adil, di mana keuntungan dan risiko dibagi dengan seimbang antara semua pihak yang terlibat. Mulyono, A., & Rahman, F. (2018) menyatakan bahwa larangan riba menjadi dasar pembentukan lembaga keuangan syariah yang menawarkan solusi bagi masyarakat dalam mengakses layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Prinsip-prinsip syariah dalam aspek ekonomi dan keuangan berakar pada nilai-nilai Islam yang diambil dari Al-Qur’an, Sunnah, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Berikut adalah beberapa prinsip utama syariah yang harus dipahami:

  1. Larangan Riba (Bunga): Riba dianggap sebagai bentuk ketidakadilan dan eksploitasi, sehingga semua jenis bunga atau keuntungan yang tidak diimbangi risiko sangat dilarang dalam syariah.
  2. Kepemilikan Tidak Mutlak: Segala sesuatu adalah milik Allah SWT, di mana manusia berperan sebagai pengelola (khalifah) yang diberikan amanah.
  3. Pengelolaan Harta Individu: Harta yang dimiliki harus dikelola dengan baik dan disalurkan melalui cara seperti zakat.
  4. Distribusi Pendapatan yang Adil dan Inklusif: Agar semua lapisan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.
  5. Transaksi Berdasarkan Kerja Sama dan Keadilan: Transaksi harus adil tanpa adanya penipuan atau eksploitasi.

Tantangan Riba di Era Digital

Di zaman digital saat ini, praktik riba tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang menjadi bentuk yang lebih berisiko dan sukar untuk diawasi. Salah satu contohnya adalah proliferasi aplikasi pinjaman online yang memudahkan akses kredit dengan cepat. Meskipun nampak praktis, banyak aplikasi ini mengenakan bunga yang sangat tinggi, bahkan dapat melebihi 100 persen per tahun atau sekitar 0,8 persen per hari, yang jauh di atas batas maksimum yang ditetapkan oleh lembaga pengawas seperti OJK.

Selain itu, platform peer-to-peer lending (P2P lending) yang semakin berkembang juga membawa tantangan besar terkait regulasi dan kepatuhan syariah. Banyak platform ini masih mengenakan bunga yang mengandung unsur riba, seperti riba qardh dan riba jahiliyah berupa denda keterlambatan.

Tantangan lain muncul dari pemanfaatan cryptocurrency sebagai alat pembayaran digital. Transaksi yang melibatkan keuntungan berbasis bunga belum sepenuhnya diatur oleh kerangka hukum yang ada, sehingga meningkatkan risiko praktik riba.

Namun, regulasi terbaru dari OJK, seperti POJK Nomor 40 Tahun 2024 dan peraturan baru P2P lending 2025, mulai mengatur industri ini dengan menetapkan batas maksimal bunga pinjaman, verifikasi kelayakan kredit, dan perlindungan data pribadi. Regulasi ini juga membuka kesempatan bagi kemajuan fintech syariah.

Strategi dan Solusi

Strategi dan solusi yang menyeluruh sangat penting untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi keuangan sejalan dengan prinsip-prinsip syariah yang melarang riba.

  • Kerjasama Internasional: Negara-negara dengan ekonomi syariah dapat berbagi aturan dan teknologi untuk membangun sistem bebas riba.
  • Edukasi Publik: Sosialisasi bahaya riba dan edukasi literasi keuangan syariah sangat penting melalui berbagai platform digital.
  • Infrastruktur Digital Syariah: Pemanfaatan blockchain dan smart contract dalam sistem syariah untuk transparansi dan keadilan.
  • Inovasi Produk Syariah: Misalnya pendanaan kolektif berbasis syariah atau P2P lending syariah.
  • Regulasi dan Pengawasan: Dukungan hukum dan pengawasan ketat untuk menjamin kepatuhan syariah dan perlindungan konsumen.
  • Kolaborasi Akademis dan Industri: Kerjasama lintas sektor untuk memperkuat ekosistem ekonomi syariah digital.

Studi Kasus

Sebagai contoh nyata, PT Ammana Fintech Syariah di Indonesia menunjukkan bagaimana pinjaman online yang berbasis syariah dapat dijalankan secara etis dan adil tanpa melanggar larangan riba.

PT Ammana menyediakan produk pembiayaan menggunakan akad syariah seperti murabahah, mudharabah, dan musyarakah. Denda keterlambatan (ta’zir) tidak dijadikan keuntungan perusahaan, melainkan dialokasikan untuk kegiatan sosial.

Fintech syariah seperti Ammana juga berperan sebagai penghubung antara pelaku UMKM dan investor yang ingin berinvestasi secara halal. Mereka beroperasi di bawah pengawasan Dewan Syariah Nasional dan OJK untuk memastikan kesesuaian prinsip syariah.

Secara keseluruhan, contoh PT Ammana Fintech Syariah menunjukkan bahwa teknologi digital dan inovasi produk keuangan syariah dapat menjadi solusi efektif untuk menangani riba di dunia digital. Edukasi, pengembangan produk, dan pengawasan syariah menjadi kunci utama.

Posting Komentar untuk "Riba Dalam Era Digital Dan Solusi Finansial Masa Kini "

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke dengan subjek sesuai nama rubrik ke https://wa.me/+6282388859812 klik untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.