“Fiqih Murabahah: Pengertian, Dasar Hukum, dan Praktiknya dalam Ekonomi Syariah”
“Fiqih Murabahah: Pengertian, Dasar Hukum, dan Praktiknya dalam Ekonomi Syariah”
Penulis : Saut Ferdinan
NIM : 202410170110147
Prodi : Akuntansi
Universitas Muhammaduah Malang
Pendahuluan
Perkembangan sistem ekonomi syariah di era modern semakin menunjukkan eksistensinya sebagai alternatif bagi sistem ekonomi konvensional. Salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam praktik ekonomi syariah adalah akad murabahah. Akad ini banyak diterapkan oleh lembaga keuangan syariah dalam produk pembiayaan, khususnya dalam pembelian barang konsumtif maupun produktif.
Murabahah adalah salah satu bentuk akad jual beli yang menekankan pada prinsip kejujuran dalam penentuan harga dan keterbukaan informasi antara penjual dan pembeli. Dalam konteks ekonomi syariah, akad murabahah menjadi instrumen yang memfasilitasi kebutuhan nasabah tanpa harus terlibat dalam sistem bunga (riba) yang diharamkan dalam Islam.
Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai pengertian murabahah, dasar hukum murabahah, dan bagaimana praktiknya diterapkan dalam lembaga keuangan syariah serta kehidupan ekonomi masyarakat Muslim. Kajian ini menjadi penting untuk memastikan bahwa aktivitas ekonomi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Fiqih Muamalah yang menegakkan keadilan, keterbukaan, dan keberkahan.
Konsep Dasar: Pengertian Murabahah dalam Fiqih Muamalah
Secara bahasa, murabahah berasal dari kata “ribh” yang berarti keuntungan. Secara istilah, murabahah adalah akad jual beli suatu barang dengan menyebutkan harga perolehan barang ditambah keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli.
Ciri utama akad murabahah adalah:
Penjual menyebutkan secara transparan harga pokok barang.
Penjual menetapkan margin keuntungan yang jelas dan disepakati dengan pembeli.
Pembayaran bisa dilakukan secara tunai atau cicilan, sesuai kesepakatan.
Syarat-syarat Murabahah menurut Fiqih:
Objek jual beli (ma’qud ‘alaih) harus halal, jelas sifatnya, dan bisa diserahterimakan.
Harga pokok dan margin keuntungan harus transparan dan diketahui kedua belah pihak.
Akadnya harus dilakukan dengan ridha dan tanpa paksaan.
Barang harus dimiliki dan dikuasai secara sah oleh penjual sebelum dijual kepada pembeli.
Dasar Hukum Murabahah
Dasar hukum murabahah bersumber dari:
1. Al-Qur’an:
QS. Al-Baqarah: 275
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”
Ayat ini menjadi dasar dibolehkannya transaksi jual beli termasuk murabahah, selama terbebas dari unsur riba, gharar, dan maisir.
2. Hadis Nabi SAW:
Dari Hakim bin Hizam, Rasulullah bersabda:
“Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak kamu miliki.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis ini menjadi dasar penting bahwa dalam akad murabahah, penjual harus memiliki barang terlebih dahulu sebelum dijual kepada pembeli.
3. Ijma’ dan Qiyas:
Para ulama sepakat bahwa murabahah adalah salah satu akad jual beli yang sah, dengan syarat transparansi harga dan kesepakatan margin keuntungan.
4. Peraturan Perundang-undangan Syariah:
Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
Peraturan Bank Indonesia dan OJK yang mengatur pembiayaan murabahah di lembaga keuangan syariah.
Praktik Murabahah dalam Ekonomi Syariah
Murabahah banyak diaplikasikan dalam lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, koperasi syariah, dan lembaga pembiayaan syariah. Bentuk praktiknya antara lain:
1. Pembiayaan Konsumtif
Pembelian kendaraan bermotor.
Pembelian barang elektronik, furnitur, dan kebutuhan rumah tangga.
2. Pembiayaan Produktif
Modal kerja untuk UMKM.
Pembelian alat produksi atau mesin untuk keperluan usaha.
Mekanisme Murabahah di Bank Syariah:
Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan.
Bank membeli barang yang diminta dari pemasok.
Bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan harga pokok plus margin keuntungan yang telah disepakati.
Nasabah melakukan pembayaran secara tunai atau angsuran.
Contoh Praktis:
Seorang nasabah ingin membeli motor seharga Rp 20 juta. Bank syariah membeli motor tersebut dari dealer dan menjual kepada nasabah dengan harga Rp 23 juta (terdiri dari harga pokok + margin Rp 3 juta), yang dapat dibayar secara cicilan selama 12 bulan.
Tantangan dan Isu dalam Praktik Murabahah
Meski akad murabahah banyak digunakan, terdapat beberapa isu yang perlu diwaspadai:
Murabahah semu yaitu Bank tidak benar-benar membeli barang terlebih dahulu.
Overpricing ialah Margin keuntungan yang tidak wajar atau tidak transparan.
Penyerupaan dengan praktik kredit konvensional jika tidak diawasi dengan baik.
Untuk itu, lembaga keuangan syariah wajib memastikan bahwa transaksi murabahah sesuai dengan prinsip syariah, terutama dalam kepemilikan barang dan kejelasan akad.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Akad murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli yang sah dan diperbolehkan dalam Islam, dengan syarat memenuhi prinsip keterbukaan harga, kepemilikan barang sebelum dijual, serta adanya kesepakatan margin keuntungan yang jelas antara penjual dan pembeli.
Dalam praktiknya di lembaga keuangan syariah, murabahah menjadi solusi pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah dan membantu umat memenuhi kebutuhan konsumtif maupun produktif tanpa terjerumus dalam praktik riba.
Rekomendasi:
Lembaga keuangan syariah harus memastikan bahwa barang benar-benar dibeli dan dimiliki sebelum dijual kepada nasabah.
Transparansi dalam penentuan harga pokok dan margin keuntungan harus dijaga.
Perlu pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk memastikan akad sesuai dengan prinsip fiqih muamalah.
Masyarakat perlu meningkatkan literasi tentang akad-akad syariah, khususnya murabahah, agar terhindar dari praktik yang tidak sesuai dengan syariah.
Dengan memahami konsep, dasar hukum, dan praktik murabahah, umat Islam dapat menjalankan aktivitas ekonomi yang lebih berkah, adil, dan sesuai dengan ajaran Islam.
Posting Komentar untuk "“Fiqih Murabahah: Pengertian, Dasar Hukum, dan Praktiknya dalam Ekonomi Syariah”"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.