Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Konsep Riba di Era Digital: Pinjol, Bank Syariah, dan Jalan Tengah Ekonomi Islam

Konsep Riba di Era Digital: Pinjol, Bank Syariah, dan Jalan Tengah Ekonomi Islam
Oleh: Fasayun Adifa – Prodi Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang

Pendahuluan

Perkembangan teknologi digital telah mengubah wajah industri keuangan secara drastis. Kini, akses terhadap layanan keuangan menjadi lebih mudah dan cepat melalui aplikasi financial technology (fintech) seperti pinjaman online (pinjol), e-wallet, hingga investasi digital. Namun, kemudahan ini juga menghadirkan tantangan baru, terutama dalam konteks ajaran Islam, salah satunya adalah praktik riba. Di tengah maraknya pinjol berbunga tinggi dan penetrasi bank syariah yang semakin luas, masyarakat muslim dihadapkan pada pertanyaan mendasar: bagaimana memahami riba di era digital, dan adakah jalan tengah dalam bingkai ekonomi Islam?

Memahami Riba dalam Islam

Riba, dalam pengertian klasik Islam, adalah tambahan atau kelebihan dalam transaksi pinjaman yang tidak dibenarkan secara syar’i. Al-Qur’an secara tegas mengharamkan riba dalam berbagai ayat, di antaranya QS. Al-Baqarah ayat 275-279. Riba dianggap merusak keadilan ekonomi, memperkaya si kaya, dan menindas yang miskin. Maka, dalam sistem ekonomi Islam, larangan riba bukan sekadar hukum ibadah, melainkan fondasi moral dalam menjaga keadilan sosial.

Realitas Pinjaman Online (Pinjol)

Fenomena pinjol menjadi bukti nyata bagaimana masyarakat terjerat dalam sistem keuangan instan yang seringkali berujung pada riba modern. Banyak pinjol yang menetapkan bunga tinggi, bahkan mencapai lebih dari 100% per tahun. Selain itu, cara penagihan yang tidak manusiawi kerap mengakibatkan tekanan psikologis hingga bunuh diri. Dalam perspektif Islam, praktik seperti ini tidak hanya mengandung riba, tetapi juga melanggar prinsip kemaslahatan dan keadilan dalam bermuamalah.

Ironisnya, mayoritas pengguna pinjol adalah masyarakat menengah bawah yang justru rentan terhadap jeratan utang. Hal ini menunjukkan betapa kebutuhan akan keuangan inklusif dan etis masih sangat besar di Indonesia.

Bank Syariah: Alternatif yang Masih Mencari Bentuk?

Sebagai respon terhadap kebutuhan umat, bank syariah hadir dengan sistem yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah: bebas riba, spekulasi (gharar), dan perjudian (maysir). Skema pembiayaan berbasis bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah, serta sistem jual beli seperti murabahah, ditawarkan sebagai solusi keuangan yang halal dan adil.

Namun dalam praktiknya, sebagian bank syariah justru menyerupai bank konvensional, hanya dengan “label syariah”. Transparansi bagi hasil, biaya tersembunyi, dan akad-akad ganda seringkali menjadi sorotan publik. Hal ini memunculkan kecurigaan: apakah benar bank syariah sudah bebas dari riba, atau hanya mengganti nama dan bungkus?

Mencari Jalan Tengah Ekonomi Islam

Dalam menjawab tantangan tersebut, ekonomi Islam perlu hadir tidak hanya sebagai reaksi terhadap riba, tetapi sebagai sistem yang utuh: adil, inklusif, dan berorientasi pada kemaslahatan. Jalan tengah ekonomi Islam harus melibatkan inovasi digital yang sejalan dengan nilai-nilai syariah.

Pertama, diperlukan fintech syariah yang benar-benar menerapkan prinsip Islam, mulai dari akad, struktur biaya, hingga etika pelayanan. Kedua, literasi keuangan syariah harus ditingkatkan di kalangan masyarakat agar mereka tidak mudah tergiur oleh tawaran instan yang menyesatkan. Ketiga, pemerintah dan otoritas keuangan perlu memperketat regulasi terhadap praktik keuangan yang merugikan rakyat kecil.

Penutup

Era digital membawa peluang sekaligus tantangan besar bagi umat Islam dalam menjaga kemurnian transaksi keuangan dari praktik riba. Pinjaman online menjadi cermin kegagalan sistem konvensional dalam memberikan keadilan ekonomi, sementara bank syariah masih berproses menuju idealisme yang diharapkan. Di sinilah peran penting generasi muda, akademisi, regulator, dan pelaku industri untuk bersama-sama membangun sistem ekonomi Islam yang kuat, relevan, dan solutif di era digital. Ekonomi Islam bukan sekadar alternatif, tetapi merupakan solusi masa depan yang berakar pada keadilan, keberkahan, dan kemanusiaan.

 

Daftar Pustaka

1. Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 275-279.

2. Antonio, M. Syafi’i. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

3. Karim, Adiwarman A. (2013). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

4. OJK. (2023). Data Statistik Fintech Lending Terdaftar dan Berizin. www.ojk.go.id

5. Huda, Nurul. (2016). Keuangan Mikro Syariah: Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana.

6. DSN-MUI. (2022). Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

 

Posting Komentar untuk "Konsep Riba di Era Digital: Pinjol, Bank Syariah, dan Jalan Tengah Ekonomi Islam"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke dengan subjek sesuai nama rubrik ke https://wa.me/+6282388859812 klik untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.