Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Ibuku Gila, Part 12 (Cerbung)

 

#IBUKU_GILA

#Part12

Memperhatikan setiap gerakan gadis itu memberi candu padaku. Candu yang aku rasakan semakin kuat memerangkapku dalam sebuah perasaan yang indah. Perasaan yang aku yakin sudah mendekati ingin memiliki. Yah, memiliki Humaira dalam hidupku.

Akan tetapi aku mulai merasakan ini tidak hanya tentang aku, tapi lebih pada orang-orang disekitarku, orang-orang yang aku sayangi, sepertinya juga membutuhkan kehadiran gadis ini.

“Bang, cantik ya Kak Mey, cocok jadi menantu Ayah dan Mak.” Eis sudah duduk di sampingku. Entah kapan adikku ini pindah tempat.

“Apaan sih, Eis?” aku pura-pura marah.

“Eleh, pura-pura nggak paham, padahal matanya berkata lain.”

Aku menjitak kepala Eis, jangan sampai dia semakin meninggikan suaranya, aku melirik Humaira dengan ekor mataku, Syukurlah dia tidak dengar, bisikku dalam hati.

“Aw, sakit Bang,” Eis melotot.

“Sstt!” Aku menyilangkan jari telunjukku di bibir adikku itu, bukannya diam dia malah menggigit tanganku.

“Aw,” spontan kutarik tanganku.

Ketika akan menjitak kepalanya, mataku menangkap enam pasang mata sedang memandang ke arah kami. Sedangkan sepasang mata milik Mak sama sekali tidak terpengaruh dengan teriakanku tadi. Akan tetapi sudah bisa dipastikan tatapan gadis itu yang paling membuatku tak berkutik. Bening matanya seakan meminta penjelasan apa yang sedang terjadi.

“Kenapa, Nak?” Ayah menyelamatkan kami dari keheningan, namun tetap menempatkanku pada posisi yang tidak enak.

“Nggak Yah, ini Eis,” aku menunjuk Eis.

“Eh, kok Eis, Bang?”

“Kamulah, udah kayak kucing aja, main gigit,” aku melotot.

“Itu ‘kan karena___,”

Aku cepat menutup mulut ember adikku itu, telat sedikit saja aku pasti akan kehilangan muka. Mungkin ini berlebihan, tapi entahlah, di dekat Humaira aku memang berlebihan.

“Apa sih, Bang?” Eis menepis tanganku.

“Sudah...sudah, kalian memang tidak pernah berubah selalu saja banyak perangai.” Ayah kembali mengalihkan pandangannya ke Mak, menyuapi beliau. Sejak Mak sakit, Ayah memang selalu meyuapi Mak, bahkan ketika minum teh seperti sekarang. 

Aku selalu menyukai pemandangan ini, melihat Ayah dengan telaten menyuapi teh ke Mak menggunakan sendok yang tidak terlalu besar. Dulu Mak bilang itu memang sendok teh.

“Apa kabar Bapak di Riau, Nak Mey?”

Aku menarik napas lega, setidaknya pertanyaan Ayah akan membuat mereka melupakan kejadian barusan. Mereka? Ralat, maksud saya Humaira.

“Alhamdulillah Baik, Yah.”

“Riau dimananya, Kak Mey?” Eis sudah pindah ke dekat mereka. Udah seperti bola bekel aja nih anak.

“Rokan Hulu, Pasir Pengarayan, Eis tau?”

“Pernah dengar aja Kak, katanya di sana ada mesjid cantik ya _?”

“Iya, Islamic Center, bagus banget. Kakak pernah ke sana beberapa kali sebelum pandemi. Di sana ada menara sembilannya juga, dari puncaknya kita bisa melihat kota Pasir Pengarayan.” Senyum manisnya dan matanya yang seketika terlihat berbinar benar-benar mengalihkan duniaku. 

“Wah, penasaran. Kapan kita ke sana, Kak?”

Tumben anak ini banyak tanya. Sudah beberapa hari ini dia irit bicara bahkan cenderung murung, secepat itukah adikku ini melupakan lukanya?

“Semoga Pandemi covid ini cepat berlalu biar kita bisa ke sana.”

“Pasir apa masuk zona merah, Kak?”

“Kotanya iya, tapi Bapak ‘kan ke kampungnya, Lubuk Soting. Katanya di kampung ini belum ada yang terinfeksi. Alhamdulillah.” Humaira sabar menjawab setiap pertanyaan Eis.

“Keren ya, Yah, bisa steril itu.” Wajah Eis terlihat takjub. Ayah mengangguk sambil melap sisa teh di dagu Mak.

*** 

  


Posting Komentar untuk "Ibuku Gila, Part 12 (Cerbung)"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.