Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Ngetesis ke Gunung Padang?

(Foto by Kiki)

"Badan sehat menghasilkan tesis yang berkualitas"


    Ke Padang dalam masa pandemi sedikit menimbulkan was-was,  karna ada beberapa teman juga terjangkit covid-19. Namun hidup kita harus berlanjut dengan bahagia tanpa harus ada ketakutan-ketakutan yang berlebihan dan isu yang menakutkan itu, juga tesis harus diselesaikan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Jika menunggu pandemi berakhir, mungkin kita bisa di DO. Kami mahasiswa Bung Hatta memutuskan untuk berdamai dengan Pandemi ini, membatasi aktivitas, juga mematuhi protokol kesehatan. Kemana-mana kami membawa masker, handsenitizer, tisu basah, juga jauhi kerumunan, yang terpenting jaga imun tubuh serta pikiran positif dan menjauhi aura negatif.

   Upaya kami untuk merelakskan diri selama menyusun tesis ini, agar tidak menjadi alasan nantinya badan jadi kurus, kening berkerut setiap hari, nafsu makan berkurang, pusing, marah-marah karna bab 1 belum juga selesai, modal beli buku menipis hingga tidak mau bimbingan lagi, kami mengambil beberapa langkah berikut ini:


1. Olahrasa dan olahraga.

   Setelah pertemuan dengan kajur di kampus, kami punya beberapa catatan penting untuk penyelesaian tesis. Kajur juga menyarankan  agar jangan stres, segarkan otak untuk menulis dulu. Jaga terus imun tubuh kita dan berpikiran positif. Kami lalu mengatur strategi agar badan sehat juga menghasilkan tesis yang berkualitas. Rencananya kami akan mencari buku referensi, namun sebelum berkutat dengan teori kami putuskan untuk memberikan asupan energi alam yang fositif pada tubuh dan otak kami. Pagi-pagi sekali kami bersiap untuk mengunjungi Gunung Padang yang tak jauh dari kampus.

  Suasana di sana tidak ramai, mungkin karna masa pandemi, sebagai informasi bagi yang mau ke Gunung Padang, apa saja yang ada disana, silahkan baca sampai habis yah.

Pertama, tempat parkir. Tak sulit menemukan tempat parkir pas dibundaran kita bisa mengatur dimana posisi kendaraan  yang kita mau, kebetulan saat itu kami menggunakan mobil dari salah seorang teman se-angkatan yang baik hati, dia yang nyetir dan sabar menunggu kami hingga membayar parkir. Namun sayangnya tidak ada tukang parkir yang mengatur atau mengarahkan kendaraan kita di sana tapi saat pergi ada beberapa anak kecil dan seorang ibu sambil mengendong bayi mengetuk jendela mobil meminta uang parkir. Kami tahu ini pungutan liar, tapi teman kami yang baik hati itu tetap membuka kaca mobilnya dan menjulurkan uang 5000 rupiah, katanya sebagai sedekah saja.

Kedua, tiket. Tidak ada antri saat  proses pembayaran, namun pembayaran hanya mengunakan kartu brizi, jadi jika kamu mau mendaki Gunung Padang siapkan kartu brizi dulu beserta saldonya juga yah, mengenai bagaimana membuat kartu brizi ini belum ditanyakan pula ke teman kami, juga harga tiket masuk perorangpun kami tidak saling bertanya dan menceritakannya, teman kami ini langsung mengarahkan ke jalan setapak dan memulai pendakian. Malu pula bertanya, karna dibayarin kan. Eh.

Ketiga, medan pendakian. Semua jalan sudah mendapat semenisasi. Jadi buat kamu yang pendaki pemula tak perlu khawatir atau anak-anak juga mampu melaluinya. Walau ada beberapa titik yang retak namun tidak perlu dikhawatirkan. Anak tangga berjumlah sekitar 300-an menurut seorang petugas kebersihan yang berpapasan dengan kami di anak tangga yang ke-100 saat itu. Kamu juga tidak perlu bimbang dengan kebersihan, petugas kebersihan itu menyapu seluruh anak tangga di sana dan mengumpulkannya dipinggir tangga lalu membakarnya, apakah disapu tiap hari? kami juga tidak terfikirkan untuk bertanya, namun melihat tubuhnya sispek dan atletis temanku yang baik hati itu berpikir pekerjaan itu mungkin dilakukan hampir setiap hari, hingga ia berniat pula mendaki Gunung Padang ditiap akhir pekan. Petugasnya ramah, dia minta izin untuk mengambil foto kami yang sedang  bermandikan keringat menaiki tangga. 

Keempat, waktu tempuh. Untuk waktu yang dihabiskan dalam pendakian ini bagi pendaki yang sudah biasa sekitar 30 menit, ini dikatakan oleh teman kami yang tinggal di sini dan sudah beberapa kali mendaki ke Gunung Padang. Setelah mendapat informasi kepastian durasi pendakian ini kami tidak lagi khawatir untuk cepat sampai di puncak, karna niat kami memang ingin menikmati perjalanan sambil menatap keindahan laut Padang. Namun hati-hati juga pada pendaki pemula karna 30 menit itu bisa menjadi 1 sampai 2 jam bahkan 3 jam, karna aktifitas mendaki yang terus menanjak ini menguras energi dan kekuatan otot kaki juga, bagi yang jarang melakukan aktifitas mendaki akan merasakan sakit dibagian betisnya nanti, oleh sebab itu bila ke Gunung Padang bawalah teman yang ada pengalaman mendaki. Juga waktu mendaki bisa molor jika kita banyak berhentinya, bukan hanya karna lelah tapi untuk berselfi-selfi. Namun bagi pemula harus tetap semangat, karna untuk sampai ke puncak itu tidak hanya dibutuhkan fisik yang kuat tapi juga semangat dan tekad. Ada seorang teman kami sebagai pemula terus kami semangatkan untuk sampai ke puncak dengan selamat.

Kelima, edukasi. Sisi menariknya selama pendakian ialah objek yang dihidangkan Gunung Padang. Ada beberapa sejarah yang bisa menambah pengetahuan kita. Diantaranya, tembok-tembok di beberapa titik badan gunung, meriam besar peninggalan Jepang, mercusuar, goa mirip penjara dan yang istimewa bagi kami jurusan Pindo adalah makam Siti Nurbaya yang selama ini hanya kami baca lewat buku karya Marah Rusli itu. Mengenai kebenaran dan segala kisahnya bisa pembaca seacrhing aja ya, karna kami sudah penat berdebat untuk itu sepanjang jalan. Haha.

Keenam, spot foto.  Puncak nan indah dan segar. Sesampai di atas kita tak dapat berkata-lata lagi, sekeliling yang kita lihat hanyalah keindahan, udara yang begitu segar memenuhi paru-paru dan otak kami, karya Tuhan yang disuguhkan-Nya membuat kami tak berpikir keringat bercucuran sampai masuk ke mata dan mulut belum dilap. Mata kami tak lepas dari pemandangan nan elok itu. Dari sini kita dapat melihat kota Padang dengan segala gedung-gedungnya yang megah. Kami mencari tempat duduk dan mulai berdiskusi tentang bimbingan proposal secepatnya, juga teori-teori yang akan digunakan serta saling  menyemangati satu sama lain.

Ketujuh, logistik. Untuk konsumsi, kita tidak perlu membawa banyak makanan ke atas, karna ada kedai di atas yang menjual minuman dan makanan juga, seperti kami, sesaat setelah sadar dari melihat pemandangan yang indah itu langsung membeli air mineral di kedai itu. Selain mengurangi beban saat mendaki berbelanja di kedai tempat objek wisata juga dapat meningkatkan ekonomi penduduk disana. Sedangkan untuk makan, kami sudah sarapan dulu dari bawah di kedai lontong yang tidak jauh dari tempat kami memarkirkan kendaraan tadi, 15 menit sebelum mendaki. 

Kedelapan, sarana. Di atas puncak spot fotonya bisa dipilih, hampir semua tempat bagus untuk berswafoto. Untuk penggunaan fasilitas, kita tidak dikenakan biaya apapun. Kami memilih duduk dipinggir Gunung dengan view pulau-pulau. Ada juga bangunan sederhana serupa mushalla untuk shalat tersedia juga air untuk bersuci.

   Diskusi kami akhiri dengan pembacaan sebuah puisi "Cintaku jauh di pulau" karya Chairil Anwar oleh Tika, pertemuan hangat yang kami lakukan secara langsung ini sebenarnya mau kami teruskan karna selama ini kami berdiskusi hanya melalui zoom, namun waktu sudah menunjukkan pukul 10 lebih, kami masih punya agenda utama yaitu mencari buku untuk referensi penulisan tesis. Dengan berdirinya teman kami yang baik hati, satu persatu kami pun mengikutinya turun kembali. Untuk penurunan tidak memakan waktu yang lama, namun harus waspada, karna otot kaki kita bekerja keras disini.


2. Chimpago, solusi mendapatkan buku dengan harga ramah.

   Sebagai alternatif untuk buku referensi yang dibutuhkan tapi tidak menguras kantong, kami putuskan mencari buku di Chimpago saja, sebuah toko buku dengan harga murah, karena bukan buku aslinya dari segi fisik, tapi difotokopi kemudian dijilid menyerupai buku. Letaknya tepat di samping kampus UNP. Walau toko dalam bayangan beberapa orang dari kami adalah sebuah toko buku yang besar, ternyata tidak, hanya kedai seukuran 3 meter. Namun, jangan salah, setelah kami masuk, koleksi buku sastra dan bahasanya lumayan lengkap, tapi tidak banyak yang dipajang karena memang sistem mereka ialah kita pesan dulu baru difotokopinya. Saat kami bertanya mengenai buku yang kami cari, salah satu dari karyawan menyodorkan daftar bukunya, karena judul buku, pengarang dan tahun terbit harus kami sesuaikan dengan instruksi pembimbing, akhirnya karyawan memfotokopikan secara gratis untuk kami bawa pulang daftar buku tersebut dan dapat memilihnya di rumah, tapi sebelumnya kami sudah menemukan beberapa buku yang cocok dan kebetulan kopian sudah  ada mereka sediakan. Selebihnya harus menunggu dulu dikopi lagi.


Akhirnya, kami pulang ke kampung halaman masing-masing dengan membawa kesegaran udara pagi dari Gunung Padang. Sebagai karunia yang patut kita syukuri indahnya ciptaan Allah ini, belajarlah  pada alam sesering mungkin, karna mampu menghadirkan ketenangan jiwa, walaupun tugas menulis  tesis di depan mata juga tak kalah menantangnya. Yang pasti, setelah belajar mengolah rasa dan raga, semua yang kami hadapi mampu kami jalani dengan energi yang fositif. Pandemi mungkin bisa menciptakan jarak pada kita tapi jangan pernah membiarkannya memberi jarak antara kita dengan sang pencipta. 

Semoga bermanfaat.(Nr)




Posting Komentar untuk "Ngetesis ke Gunung Padang?"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.