Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Puisi Galau

"Satu"

(Sederet Antrian tulisan untukmu.) 


"Kuberi judul satu, diawali angka satu, dan berakhir dengan satu."

Karena sungguh, jiwa ku satu, mengagumi satu.

Akan ku cerita kan dengan bahasa yang bagaimana? Dia terlalu kaku untuk ku gambarkan dengan halus, dia terlalu dingin untuk ku lukiskan dengan hangat, dia terlalu lembut untuk ku pertegas dan perjelas.

Dia, es batu yang sulit mencairkannya.

Ku kagumi dengan jarak, ku puji dengan jiwa yang bergejolak.

Aku menulisnya dengan suka cita, dengan rasa yang berduka.

Aku menyajakkan dirinya dalam lembar- lembar lusuh, mengesahkannya menjadi peran utama dalam sebuah karya.


//1 


Kemari, ikut kedalam kagumku yang hilang naluri.

Tatapannya melelehkan jiwa sang pecinta senja

Tuturnya menyenandung ditelinga pecinta nada


Bumi berputar tak lagi pada porosnya,

Ia menari mengelilingi tata surya.


Detak jantungku sembari bernyanyi,

Darahku terus berlari.


//2

Sudah ku wanti-wanti

Untuk tidak jatuh hati pada ilusi

Diamnya terlalu tinggi untuk kusaingi

Tapi ini hati, tidak satupun cara bisa membuatnya berhenti.


Ini seperti, ini mungkin.

Aku menari dan ia menyaksikannya.

Aku bernyanyi dan ia mendengarkannya.

Aku melukis dan ia temanya.

Aku berpuisi, dan ia perannya.


Terlalu klise untuk mengatakan aku menyukaimu,

Untukku, sebutir debu langkahmu adalah jejak untuk jalur rasaku.

Akan ku kisah kan,

Akan ku ceritakan,

Akan ku dongengkan,

Akan ku iramakan.


Dia, buku baru.

Dia, pangeran kerajaanku.

Dia, sampul ku.


Diam mu, diam ku.

Acuhmu, kagum ku.

Aku, kamu.

Aku, diamku, kisah ku (mu)


Aku bukan penulis handal, tak mampu bersajak merdu tentangmu.

Aku bukan pelakon peran, tak mampu menyembunyikan gejolak hatiku.

Aku bukan pelukis mahir, hanya goresan tinta yang mewakili gelora rasa.


Aku si senja, yang tak kau kagumi tapi mengagumi mu.

Aku si senja, yang tak cerah tapi bermimpi menerangi mu.

Aku si senja, yang sesaat tapi ingin selamanya bersama mu.

Aku si senja, yang selalu kau lewatkan tapi bercita berjalan disamping mu.


Aku si diksi, ketidaksengajaan yang tercipta karena mu.

Aku si diksi, yang bersembunyi dijejeran lautan puisi.

Aku si diksi, yang menyampaikan makna dengan tanpa rupa.

Aku si diksi, yang mengartikan dirimu dalam selarik puisiku.


Ini tentang mu, tentang diam ku yang menggerogoti rongga hati.

Ini tentang mu, tentang diam ku yang meminta belaskasihmu.


//1

Mas',  bukankah panggilan itu terdengar manis?


Untuk sehembus nafas pencipta lukisan romantis.


Hamparan buih tak menandingi Do'a ku


Angin malam tak membekukan rasaku


Menatap pada sosok bayang yang belum tersentuh bahkan seujung kuku


Menata potongan cerita yang akan kujadikan dongeng romansa


Antara putri raja dengan putra mahkota


Dalam balutan Ridho semesta.


Bulan tau, aku tersenyum malu


Ukiran manis di bibir menjelaskan isi hatiku


Senandung ria mengalun membawa langkahku


Naluri selalu setia membentuk sketsa


Indahnya hanya dipahami oleh para pecinta


Ada gemuruh renjana membuncah jiwa

Dalam kelam malam kucetak ratusan diksi

Ini, secercah rindu yang kusampaikan pada lautan biru.



//2 

Ratusan kertas kuhabiskan untuk melukiskan warna mu

Enggan mengistirahatkan jemari meski rasanya hampir mati

Satu saja, satu aksa yang membuatku hilang kesadaran

Tulisan-tulisan kecil yang membangun jembatan angkasa


Untuk mengirimkan notifikasi ada kunang-kunang malam yang menanti


Selangkah jejak sudah kulalui

Oleh terik mentari kepada senja sore hari


Lamunan menghadiahi ku sajak 

Ingin ku utarakan seraya berteriak


Halaman kisah ku tentangmu hampir usai

Akan ku temui engkau..diam ku... pada lembaran baru 


Hanya takdir yang akan memberikan judul, menjadikan kita sebagai peran utama dalam prahara kapal menuju dermaga.


"Egoisnya Aku"


Maaf membawamu terlalu larut

Memilikimu dengan sedikit menuntut


Menenggelamkan mu dalam mimpi ku

Menarikmu bergabung dalam khayalku

Mengikatmu dengan janjiku

Menggenggam mu demi kebahagiaanku


Tidak,

Ini salahmu memberi peluang padaku.

Tidak, 

Ini salahmu membiarkan ku memenuhi egoku.

Tidak, 

Ini salahmu yang hadir dalam hidupku.


Aku tidak meminta kau ada,

Kau yang menyapa tiba-tiba.

Aku tidak meminta kau disini,

Kau yang menetap membuatku enggan sendiri.


Biarkan sajak yang berbicara,

Atau tinta yang menggambarkannya.


Ini salahmu.

tanggungjawab atas rasaku!.


Malam yang dulu kelam sekarang berbintang,

Malam yang dulu sunyi sekarang memiliki melodi,


Karena kau ada,


Aku tidak punya alasan untuk jatuh cinta, 

Hingga kau menjadi alasan dari alasan itu sendiri.

Aku tidak punya hasrat jatuh cinta, 

Hingga kau menjadi cinta dari cinta itu sendiri.


Aku yang terbiasa sendiri mulai bergantung,

Memberimu tahu apapun itu,

Sekecil apapun aku akan menanyaimu,

Seringan apapun aku akan mengeluh padamu,

Sesedih apapun akan menjadi tawa karena mu.


Maaf membawamu terlalu larut.

Ini terlalu indah untuk bangun dari mimpiku.

Biarkan tetap seperti ini,

Sebentar lagi,

Sampai aku sendiri yang menyuruhmu pergi.


Maaf, membawamu dalam bara egoku.

Yang terlalu memaksa mencintaimu.



"Akhir Kita"


Jentik melentik, Lirik tak lagi menarik

Janji cinta bahagia, Hanya sekedar haluan semata


Cinta dan luka ada dalam ruang yang sama

Termasuk juga tangis dan tawa

Dan ternyata kita gagal mengimbangi nya

Bukan saling menjaga justru melukai sesama


Waktu yang berharga menjadi sia

Habis dimakan duka lara perkara cinta

Canda tawa dilahap kobar ego yang membara

Hangus tak bersisa


Komunikasi kita yang tak terjaga

Hubungan kita yang berpisah pada ujungnya.

Berjalan kearah yang berbeda

Melepas jemari yang pernah menggenggam bersama.


Menyakitkan realitanya

Tak lagi untuk ku pertahankan tentang kita

tujuan kita tak lagi sama

Cerita bahagia belum tercapai

Memilih berpaling dengan lunglai.


Aku hanya butuh waktu singkat untuk menyatakan cinta

Tapi tak ku tahu berapa lama aku mampu melupa

Kita didominasi luka

Tapi perihal hati tak menghalangi ingatan suka duka


Tak apa, kini semua telah usai

Hanya perlu bangkit meski sakit

Perlahan meski sulit

Belajar berjalan menuju bahagia yang lebih nyata.


Selamat tinggal, Kenangan.

Maaf dan terimakasih atas goresan luka yang kuberi dan kuterima.

Mari bahagia dijalan yang berbeda.

Bercermin pada kisah kita, 

Memperbaikinya dengan orang yang berbeda.



"Genggam?"


Kosong menguasai ku, hening diantara denting yang menghanyutkan.

Terperosok pada diam yang ambigu, lega dan sesak jadi satu.


Angin melambai menyapa sunyi, Datang menemani sepi.

Melodrama dimainkan, tangis si gila mengisi peran.

Kepatahatian selalu mendampingi para pecinta yang asik bermimpi.

Menyamankan angan diambang perpisahan.

Terbuai jalanan panjang penuh wewangian.

Tanpa sadar jurang menanti di ujung jalan.


Sepoi menerpa wajahku, 

Tengah berfikir tentang apa tujuan temu?

Bukankah sia jika berujung semu?

Atau takdir tak mengijinkan satu?

Bukankah seni mencintai hanya kata lain dari mengikis waktu?


Beribu tanya memenuhi ruang temaram.

Beribu janggal mengisi rongga kedamaian.

Masih sentiasa memandang bulan, 

Sembari bertanya apa arti sebuah genggam?

[8/10 09.30] Restu Saleha: Reinkarnasi rindu


Perihal bagaimana caramu bereinkarnasi menjadi hujan,

aku lebih peduli dengan sejukmu yang menyapa di kesendirian.

Ada lipatan album yang kau tuturkan melalui derasnya,

Ada kasih yang kau titipkan disetiap gunturnya.


Gemuruh menggema dipenjuru langit,

Dan aku mendapat pesan dari  rindu mu yang rumit.

Angin menyampaikan paket rasa,

Berisi marah, rindu, kesal, jua ingin jumpa.


Selesaikan saja dahulu curhatanmu di sisa gerimis ini,

Nanti 'kan ku balas dengan mengirim pelangi.

Meski tak tentu apakah akan tepat waktunya, 

Tapi aku percaya bahwa kau akan menyaksikannya.

Sama seperti yang sedang ku lakukan saat ini juga.


Aku menatap keluar jendela,

Orang-orang berlalu lalang dengan payung nya.

Ada yang menyembunyikan tangan di jaket nya.

Ada pula yang dengan erat merangkul pasangannya.

Pemandangan luar biasa, yang tercipta saat hujan tiba.


Dan ada bayangmu diantara mereka, 

tersenyum sembari melambai.

Sesakit dan seindah ini mencintai.

Sampai jumpa pada garis akhir perjalanan rindu.

Mari bertemu saat sudah waktunya untuk bersatu.




Posting Komentar untuk "Puisi Galau"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.