Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Cerpen. "Penulis Pemula"

Penulis Pemula

Karya Reski Alfajri


Malam itu tidak bisa tidur, karna menunggu sebuah pengumuman di E-Mailku. Bulan kemaren aku mengikuti lomba cipta puisi tema kenangan di sebuah penerbit di Bandung. Aku Reski anak melayu dari Sumatra, aku biasa dipanggil Ki oleh keluarga, temanku memanggil Reski. Aku kuliah di kotaku, di kampus ternama di kotaku di STKIP ROKANIA, aku mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aku seorang penulis pemula yang ingin menjadi penulis dan ingin punya buku sendiri. Setelah aku memenuhi berbagai macam syarat dan ketentuan lomba, aku beranikan diri untuk mendaftar ke salah satu no HP penanggung jawab (PJ) lomba.

Kontak masuk

“Assalamualaikum Wr Wb kak Ani” pesan pertama ku kirim ke kak Ani, kak Ani yaitu salah satu penanggung jawab lomba.

“Waalaikumsalam Wr Wb kak. Maaf, ini siapa? Ada yang bisa saya bantu” balas kak Ani.

“Iya kak Ani. Namaku Reski Alfajri. Saya mau daftar lomba cipta puisi tema kenangan. Apa masih bisa kak Ani?”

“Oh iya Reski. Saya Ani Anira penanggung jawab lomba. Iya masih bisa. Syarat dan ketentuan sudah kamu penuhi?” Balas kak Ani.

“Iya kak. Salam kenal kak Ani. Alhamdulillah kak. Makasih kak. Sudah saya penuhi syarat dan ketentuanya kak.” Balasku.

“Salam kenal juga kak. Sama-sama kak. Jika kakak sudah penuhi syarat dan ketentuannya, silahkan buat puisinya dan krim ke E-Mail penerbit kak.” Balas kak Ani.

“Iya kak. ” balasku singkat untuk mengakhiri pesanku.

***

Suara ayam berkokok bersamaan dengan sinarnya mentari menembus kaca jendelaku, mataku pun dikejutkan suara balik pintu yang memanggil.

“Ki.. Udah bangun” panggil Bundaku, nama Ibuku Ita.

“Ya bunda, udah ni.” Jawaabku sambil memuka pintu kamar dan segera ke kamar mandi buat mandi dan berwudhu.

“Jangan lupa sholat. Setelah itu bantu bunda masak ya.” Tambah bunda lagi.

“Iya bunda” jawabku singkat.

Akupun mandi dan membersihkan badan, lalu aku berwudhu dan masuk ke kamar. Setelah aku memakai baju dan salat, segera aku membantu bunda masak. Pagi itu aku dan bunda memasak sup ayam. Aku bantu bunda memotong wortel dan kentang, lalu bunda sibuk mencuci daging ayam dan memotongnya. Setelah semua bahan siap di masakkan, lalu bunda menyuruhku untuk mengaduknya. Lalu bunda pun menyiap piring dan air minum di meja makan, aku tetap mengaduk sup ayam yang sebentar lagi matang, akupun tak sabar menyantap bersama ayah dan bunda.

“Ayah.. Ayah…kita makan dulu yuk” bunda mengajak Ayah makan bersama. Ayah asik dengan tugas kantornya. Nama Ayahku Irwan, Ayahku bekerja di kantor Camat sebagai Sekretaris Camat.

“Iya Bunda. Ayok kita makan.” Jawab Ayah lembut. Lalu Ayah mengajak Bunda ke meja makan. Dan makan bersama aku juga.

Kami makan bersama, sup buatan aku dan bunda lezat sekali. Ayah makannya lahap dan memuji masakan aku dan bunda. Aku dari dulu memang sering membantu bunda masak, aku tak gensi atau malu untuk bantu bunda masak. Kan chef terkenal juga banyak laki-laki, buat apa aku malu bantu bunda, ya bantu bunda lah aku tu sayang banget sama bunda. Ketika sedang makan, aku mengalihkan pembicaraan.

“Bunda… Ayah…” 

“Ya Nak, ada apa” jawab Ayah.

“Gini Yah.. Bunda.. Aku kemaren daftar ikut lomba cipta puisi nasional di penerbit di Jakarta, boleh kan?”

“Boleh dong Sayang. Boleh kan Yah” jawab Bunda.

“Boleh dong, bagus itu. Kamu belajar yang baik ya, semoga puisinya bagus dan masuk nominasi puisi terpilih.” Jawab Ayah.

“Amin Ya Allah. Iya Yah, semoga puisiku lolos seleksi, aku akan buat puisinya bagus-bagus Bunda.” Tambah Bunda.

“Iya Sayang, kamu tau nggak. Kakek kamu jago buat puisi dan sajak-sajak itu. Ayah dulu juga pernah merayu bunda dengan buat puisi lo ki.” Balas Bunda.

“Hem..hemm… Hukkhuk” Ayah batuk.

“Kenapa yah?” Bunda bertanya pada Ayah.

“Hemm.. Bunda jangan ingatkan itulah, ayah malu sama Reski ni.” Jawab Ayah malu.

“Kok malu yah, emang ayah buat puisi kek mana bunda. Kok aku baru tau kalau kakek jago buat puisi bunda. Ceritain dong.” Tanyaku.

“Waktu muda dulu, ayah tu selalu buat puisi romantis untuk merayu bunda, puisinya kadang bagus kadang nggak nyambung ki. Ya tau lah, orang jatuh cinta Ki, semua cara dilakukan ayah lo, buat merebut hati bunda. Ayah tu orangnya romantis kan Ki, kamu bisa liat sendiri tingkah ayah selama ini, tapi yang bunda sayang sama ayah itu, ayah bisa jadi imam dalam keluarga dan bertanggung jawab dengan tugasnya itu sudah lebih dari cukup buat hati bunda luluh. Kamu banyak belajar sama ayah ya buat puisinya.” Cerita bunda, ayahpun jadi salah tingkah dan bunda tertawa kecil melihat tingkah ayah.

“Aku baru tau kalau ayah bisa buat puisi, ajarin dong Yah. Ayah kok salah tingkah gitu.” Candaku.

“Oh iya ki, kakek dulu jago buat puisi dan sajak. Kakek buat puisi untuk dikirim ke media dan Koran. Kakek tak banyak buat puisi, sebagian puisinya ada dibukukan oleh media. Nanti bunda cari buku itu ya. Setelah kakek meninggal, bunda jarang masuk ke kamar kakek. Kalau ayah tak pernah mengirim puisinya ke media.” Tambah cerita bunda.

“Begitu ya bunda, wah kakek hebat dong bunda. Aku nggak sabar baca puisi kakek bunda. Setelah aku pulang kuliah, kita cari buku kakek ya bunda.” Balasku. 

Setelah makan bersama selesai dan aku pamit ke kampus, segera ku menuju kampus. Karna pagi ini ada kelas fisafat sastra bersama pak muslim sebagai dosen kami. Aku mengikuti perkuliahan hingga jam 12.15 wib, lalu aku segera pulang. Sesampai di rumah, ayah dan bunda sudah menungguku untuk makan siang bersama. Ternyata ayah mengirim sms padaku untuk mengajak untuk makan bersama, aku lupa liat hp saat mau pulang.

“Gimana kuliah  hari ini Ki?” Tanya ayah.

“Alhamdulillah lancar Yah. Tadi dosennya cerita tentang filsafat sastra Yah. Aku sudah mulai paham ke dunia sastra.” Jawabku.

“Kamu belajar yang baik, kamu juga jangan lupa baca buku. Baca buku itu penting Ki.” Tambah bunda.

“Iya yah.. Iya bunda. Aku tak sabar baca buku kakek bunda.” Penasaranku.

Acara makan selesai dan suara azan pun menggema, lalu akupun segera untuk sholat dan istirahat sebentar. Beberapa menit kemudian bunda memanggilku untuk ‘mencari buku puisi kakek itu. Setelah lama membolak-balik buku kakek, aku pun menemukan buku puisinya yang berjudul TAFSIR LUKA. Aku bersihkan sedikit debu yang menempel di cover buku itu.

“Bunda… aku sudah menemukan bukunya.” 

“Bener Ki. Sini bunda liat.”

“Ini bundakan.” Sambil menunjukkan buku itu.

“Iya benar. Ini bukunya Ki, jaga buku ini baik-baikya.”

“Iya bunda. Ki pergi ke kamar ya bunda.” Aku pun pergi meninggalkan bunda yang membersihkan barang-barang kakek samba menangis. Aku tak tega mengganggunya, bunda pasti ingat sama ayahnya.

Aku pun mulai membaca puisi karya-karya kakek, masyaallah puisi kakek bagus-bagus ternyata. Aku bangga punya kakek yang hebat dan berprestasi jaman mudanya. Aku termotivasi dengan karya kakek, langsung saja aku mulai membuat puisi. Kata demi kata aku susun, aku membuat puisi tentang keadaan negeri sekarang yang sedang banyak masalah. Selama 4 jam aku membuat puisi, lalu aku biarkan puisi itu dalam buku, sambil nunggu ayah pulang dari kantor.

Setelah aku selesai membuat tugas kuliah, aku lihat ayah dan bunda bersantai menonton di ruang tamu. Aku pun datang membawa puisi yang aku buat tadi, aku mau minta penilaian ayah sama bunda.

“Permisi yah bunda. Ki ganggu sebentar ni.”

“Ada apa ki. Ini ayo gabung nonton.” Jawab ayah.

“Ada apa ki. Kamu bawa buku apa itu.” Tanya bunda.

“Ini puisi yang ki buat siang tadi bunda. Ki mau minta penilaianan ayah sama bunda. Ini bunda, silahkan baca.” Aku memberikan buku puisi yang aku tulis.

“Sini biar bunda baca.”

“Menurut bunda bagus puisinya ki. Itu menurut bunda, coba menurut ayah gimna? Bunda nggak tau cara nilainya ki.” Komentar bunda.

“Menurut ayah, puisi kamu bagus ki. Diksinya mungkin diperbaiki  lagi ki, nanti kita perbaiki ya. Kalau  majasnya bagus ki. Judulnya ini nggak kepanjangan menurut ayah. Apa tak masalah nanti ya.”

“Makasih kritik dan sarannya ya yah dan bunda. Nanti kita perbaiki ya yah.” Sahut ku.

“Iya Ki. Ayo kita perbaiki puisinya sekalian dikrim ke penerbit.” Ajak ayah ke kamar buat perbaiki puisinya.

“Ayok Yah.”

Setelah satu jam lamanya aku dan ayah memperbaiki puisi itu, akhirnya selesai juga. Dan langsung aku krim ke penerbit. Setelah itu akupun tidur.

***

Tibalah saat pengumuman hasil lomba cipta puisi, pengumumannya di posting di FB penerbit. Pengumumannya akan disampaikan jam 20.00 wib, aku pun siap-siap menunggu pengumumannya di FB sebelum jam 20.00 wib. Lalu pengumumannya pun muncul, aku sebenarnya takut bacanya. Aku mulai membaca nama demi nama, hingga muncul pada nama abjad huruf R.

“RESKI ALFAJRI”

Aku kaget melihat nama dan judul puisi ku ada dalam puisi yang terpilih. Aku langsung sujud syukur, aku senang banget puisiku lolos seleksi. Ayah dan bunda ikut senang. 

Tamat





Posting Komentar untuk "Cerpen. "Penulis Pemula""

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.