Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Roman

Love in silence 

Oleh, Restu Salihah

Aku menjejakkan kaki di sekolah negeri, menatap bangunan lantai dua yang tinggi dengan teliti, mengeratkan genggamku pada ransel tua yang masih kupakai meski sudah bertahun-tahun lamanya.

Aku lulusan SMP yang ingin menempuh gerbang pesantren, tapi beberapa alasan membuatku terdampar disekolah umum. Yang notabenya _aku tak suka_.

Ku susuri satu persatu ruang-ruang yang masih sunyi, sekali lagi kuamati, kutarik nafas panjang dan ku tahan sebelum melepaskannya kembali.

Ku pandang kerumunan manusia-manusia disana, berbagai macam bentuk, suku, dan bahasa yang berbeda berada diruang yang sama guna mendaftar menjadi calon siswa.

"Hai, what r u doing here? Aku udah liatin mu dari tadi, ngapain muter-muter?" sapa kumbang kayu yang lama tak jumpa.

"Of course mau daftar disini, u too? Grhhh mimpi kita terhalang biaya dan tumpukan alasan haha" kekeh ku yang membuat nya tertawa.

"Yoi, i remember u pernah bilang gamau banget kan disini, sekarang malah berakhir ketemu disini haha".

Jiakhhh.. SMA yang bahkan tak ingin kumasuki walau hanya di mimpi kini akan menjadi ruang jelajahku mencari ilmu untuk masa depan nanti.

Tap tap tap.

Jejak langkah tegap menghampiri, lelaki dengan postur tubuh tinggi berdiri di hadapan kami. Menunjuk ke arah ruang dimana manusia-manusia yang kusebutkan tadi berada. 

"Ruang pendaftarannya disana ya, ada pengumuman tentang persyaratan juga, jadi jangan terpisah-pisah supaya dapat informasi." suara baru yang menyapa telinga ku.

Terdengar merdu sedikit layu.

Ia pergi berlalu begitu saja, bahkan aku belum mengucapkan sepatah kata.

Langkahnya perlahan tapi berwibawa, ku amati hingga bayangnya tak nampak lagi.

"Ngelamun mulu ih, ayo kesana." ucap kumbang kayu menarik lenganku.

----------

Dua hari berlalu, kujemput surat keputusan di (calon) sekolah ku.

Lama menunggu dan kegaduhan membuat bising telinga ku.

"Apakah manusia memang seberisik ini?" dumelku seraya melangkah menjauhkan diri dengan menggenggam ciki.

"Selamat kepada Ananda telah diterima sebagai siswa didik SMAN *****" tertulis di kertas putih yang ku pegang dengan lesu.

Berjam-jam hanya menunggu kertas seribu 4 ini? Ahhhh menyebalkan!!!

Kulipat sekecil mungkin dan ku masukkan ke bungkus ciki yang kumakan tadi, lalu kulemparkan ke tong sampah terdekat. 

Aku merogoh ransel ku mencari kunci motor dan dengan kesal kukendarai mesin beroda dua itu menyusuri jalanan sembari menyinggahi beberapa warung makanan.

Aku menenangkan diri, sedotan es ku bahkan sudah penyet setelah terlindas gigi, aku memutuskan untuk menjalani ini sebagai tantangan diri sendiri.

Aku akan menjadi siswi, dan aku akan bertahan diantara kumpulan makhluk berisik itu setiap hari.

"Ahhh yasudahlah" pasrahku menjauhkan cup es ku yang sudah habis sedari tadi.

Aku kembali mengendarai kursi berjalan ku dengan kecepatan sedang, melintasi bangunan-bangunan rendah dengan berbagai warna.

Tepat didepan ruko kue aku melihat sosok familiar yang beberapa hari lalu kutemui, tampak persis dengan ekspresi datar dan tubuh tegapnya.

Sekilas lalu dan kuabaikan.

-------

Aku menjalani hari dengan membosankan, pergi dan pulang sekolah hanya sebuah keterpaksaan, dengan tidak memiliki teman atau berbicara dengan makhluk-makhluk sumber kebisingan.

"Ah, guru kimia rupanya". Bisik ku saat lelaki tampan itu dengan elegan memperkenalkan diri sebelum resmi mengajar di kelas ku dan memulai pelajaran.

Aku menyukai pembawaannya yang terbilang tidak datar saat mengajar, berbanding terbalik dengan rautnya wajahnya saat diluar ruangan.

Sekali, dua kali. Aku berpapasan, bertemu sapa, atau sekedar melaluinya saja.

Entah sejak kapan aku mulai dengan teratur memperhatikannya, menunggu ditempat-tempat yang mungkin dilaluinya, mencari celah sempat untuk berbicara dengan nya.

Yang ku tahu dia masih lajang bersih citra nya, dingin tapi baik hatinya, dan bukan tipikal yang suka menggoda siswi meski cantik rupa.

Aku menatap layar benda pipih ini berjam-jam lamanya, mencari tahu lebih jauh siapa dia.

Suatu perubahan dalam hidupku terasa sangat nyata, aku yang membalas pesan saja enggan justru mengutak-atik keyboard mencari namanya dijejaring sosial media.

"Inilah kenapa aku benci menjadi remaja-" kesal ku.

Aku tidak tahu apa itu cinta, beda rasa antara kagum dan suka, sekedar penasaran atau benar perasaan.

Aku benar-benar kehilangan diriku sendiri saat aku mulai diam-diam mengaguminya, hari-hari sekolah yang kubenci perlahan jadi semangat tersendiri, jam pulang yang kunanti-nanti kini ku ulur berkali-kali.

 --------

Banyak hal yang menjadi tanya tenggelam dalam hatiku saja, tak kuhitung berapa banyak puisi yang tercipta karena nya, ekspresi apa saja yang kutunjukkan saat bertemu dengannya, berapa kali ia memergoki ku sedang memandangi nya, berapa banyak lamunan untuk memikirkan nya.

Hingga semester akhir mempersibuk diriku, menyiapkan segala hal untuk kelulusan, belajar lebih lama dan mempersempit waktu untuk mengaguminya.

Dan bertemu dengan kepatahatian saat kudapati ia bergurau senda dengan teman sebaya, ku pandangi tawanya yang manis dibalik mendung mataku yang menahan tangis.

"Sudah kubilang, sekedarnya saja. Konsekuensi memendam sendiri adalah sakitnya tak terbagi." ucapku pada diri sendiri.

Aku mengabaikan dan berharap segera melupakannya.

Aku mengikuti pelajaran seperti biasa, dan kembali kepada masa saat aku membenci bangunan tua ini.

Aku hanya berpikir untuk segera lulus dan tidak akan pernah melihatnya lagi.

Ujian ku tak sesulit saat aku mengingat tawanya.

------

Hari kelulusan tiba.

"Yakkk!!!! Cepatlah! Udah mau telat aku ni! " teriakku pada abangku yang sungguh membuatku kesal karena sangat sulit membangunkannya untuk mengantar ku ke sekolah.

"Udah kek dikejar maling tau ga? Ini masih jam 6.15 ngapain cepet-cepet berangkat sekolah? Mau nyari dedemit dulu?" jawabnya kesal tapi segera bergerak menghidupkan kursi beroda dua yang biasa kukendarai.

"Mau jual dirimu! Ya mau nyiapin kelas lah, kan ini hari kelulusan." alasan macam apa itu? Ah sudahlah!

Sepanjang jalan hanya diam membisu, ku pandangi kotak berbungkus kertas kado di tangan ku.

'Mengagumi mu begitu lama bukan hal biasa, tapi jika takdir Tuhan bukan milik kita maka akan kujadikan ini terakhir kalinya. Aku tidak berhenti mengagumi mu, tidak berhenti menyukaimu, hanya berhenti untuk memaksakan hati yang terus mengharapkan mu. ' ucapku dalam hati.

"Noh sana turun, tapi itu kado untuk siapa?" 

"Wali kelas" jawabku asal.

Sesampainya disekolah aku langsung menuju ruang guru dengan keadaan yang masih sangat sepi, lebih tepatnya baru ada diriku sendiri.

Kumasuki ruang itu dengan hati-hati dan beruntungnya tidak ada CCTV atau pengintai lainnya, kuletakkan kado kecilku yang berbungkus totebag diatas mejanya dengan secuil kertas catatan.

Ku tinggalkan dengan sedikit memberi senyum sendu perpisahan.

"Ini hari terakhir aku disini dan hari terakhir melihatmu, lagi."

-----

Ting.

********memperbarui status Facebook nya, ketuk untuk melihat langsung.

Notifikasi mengejutkan ku yang bersiap pergi ke kampus, melihat namanya aku mengurungkan diri untuk segera pergi, aku duduk kembali diatas ranjangku dan mengetuk notif tadi, kujumpai fotonya dengan kemeja yang sangat kukenali.

"Akhirnya dipakai". Ucapku tersenyum dan menutup handphone ku kembali dan segera berangkat ke kampus.

"Dan aku menyukaimu seorang diri diawal, dan aku tetap menyukaimu seorang diri, Diakhir. "


Apakah rasa pantas untuk menjadi alasan bersama? 

Belum kutemui jawabannya.



Posting Komentar untuk "Roman"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.