Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Puisi-Puisi Religi, Karya: Yanuar Abdillah Setiadi

Puisi-Puisi Religi Karya:
Yanuar Abdillah Setiadi


Kamu

Kamu menjelma langit
Langit menjelma awan
Awan menjelma mendung 
Mendung menjelma hujan
Hujan menjelma air
Air menjelma sungai
Sungai menjelma laut
Laut menjelma biru
Biru menjelma asmara
Asmara menjelma kamu

(2022)


Suren

Seorang anak terjaga dengan keadaan lapar yang sangat

Dalam mimpinya ia memakan telur dadar buatan ibunya

Yang bundar layaknya bulan purnama

Tengah malam perutnya nagih
Ia terbangun dari tidurnya
Menengok ke dalam dapur

yang tersisa hanyalah setengah telur dadar

setengahnya lagi tertinggal di mimpinya

yang lugu dan ajaib.

(2022)


Pria Berkopiah

Pria berkopiah enggan menyusuri jamban

Di sana hanya ada insan najis yang terjerembab

di liang dosa. 

Lantas siapa yang akan menyiarkan

kebaikan menyiarkan kebenaran menyiarkan

keimanan menyiarkan pertobatan menyiarkan

kemaslahatan. Islam yang salam adalah 

islam yang menanungi pendoa menaungi

pendosa menaungi insan-insan yang tak

berdaya di kubangan dosa

Andai semua orang bertakwa
Maka setan tidak akan dicipta
dan malaikat hanya akan terpana
di dalam surga

(2022)


Ikhwal Cinta

Merekah. Memudar. Layu. Putus. Nyambung. Ulangi.

(2022)


Saat Matahari Tenggelam

Saat matahari tenggelam

Mengapa kenangan tak ikut terbenam

Saat matahari tenggelam
Bayanganmu tak kunjung karam
Saat matahari tenggelam
Pancarannya memantulkan
masa silam

Saat matahari tenggelam

Cahayanya tak mampu menghapus masa kelam

Saat matahari tenggelam
Jiwaku kembali runyam
Saat matahari tenggelam
Aku enggan berselimut malam
Saat matahari tenggelam
Aku hanyut dalam luka dalam!

(2022)


Darulhikmah

Di masjid-masjid
para malikat
Menabur 
An-nur

Di masjid-masjid
pula para setan
Menebar
An-nar.

(2022)


Dialog dengan Hujan 

“Kapan Anda mampir ke bumi?”

“Setelah Anda membaca mantra”

“Bisakah Anda sebutkan mantranya”

“Mantranya termaktub dalam buku Hujan Bulan Juni”

“Siapa yang bisa melafalkan mantranya?”

“Ayah Saya. Sapardi Djoko Damono”

“Dimana Dia?”

“Dia sedang sibuk menulis sajak di angkasa sana”

“Kapan Ayahmu pulang?”

“Ia tak menitipkan pesan, Ia hanya membekali Saya dengan sebait sajak”

“Bolehkan Saya membacanya?”

Hujan menyerahkan sepucuk surat
Pada suatu hari nanti 
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini 
kau tak akan kurelakan sendiri

Sayapun terdiam. Merenung.

“Turut berdukacita”

“Terimakasih. Bolehkah Saya tinggal di pelupuk matamu?

Untuk sementara waktu. Saya ingin melipur duka”

“Silahkan saja, kapanpun Kau mau”

Mendung mengungkung langit Bulan Juni

Hujan tak singgahi bumi

Hujan mampir ke pelupuk mataku

dan merintik sebagai air mata

(2022)


Mencuci

Seusai menyembelih binatang kurban

Saya mencuci baju saya di bantaran 

Sungai Serayu. 
Noktah bersemayam di
dada sebelah kiri. Kusuk-kusuk   
tak kunjung menghilang.

Dari sayup gemericik air terdengar suara yang entah dari mana muasalnya

“Hati yang diliputi bercak iri,riya, pamer, dengki, dan hasad tak dapat dicuci bahkan dengan samak kulit binatang kurban” 

(2022)



Rutinitas Bocah Kecil dan Seorang Wanita Karir

Di pagi hari yang sesak

Dingin membangunkan seorang bocah

yang masih berselimut mimpi

Ia nampak enggan bangkit dari ranjangnya

terkulai lemah layaknya daun yang gugur pasrah

ke haribaan tanah. 

Ia putuskan untuk mandi, membersihkan rasa

malas yang menempel pada setiap bulir bulu romanya.

Mencucinya hingga tak tersisa sepercikpun dalam badannya.

Sebelum menjalankan aktifitas

Bocah yang mimpinya tinggi layaknya

harga minyak-minyak di pasar tradisional

menyempatkan memakan sesuap janji

ibunya: janji pulang kerja lebih awal. 

Janji yang hanya janji semata.

Seperti janji para calon anggota dewan 

saat berkampanye di depan khlayak.

Ia berangkat sekolah diantar  mobil bersama Ibunya.

Jalanan kota tak stabil. Kadang lenggang

kadang penuh lalu-lalang. Seperti cintanya kepada 

ibunya yang terkadang labil  

(2022)


Olah Tempat Kejadian Perkara Peristiwa Tadi Pagi

Saat matahari terbit dokter bercerita kepada suster

tentang seorang pasien yang meninggal.

Saat matahari menyingsing suster bercerita kepada 

satpam rumah sakit tentang seorang pasien yang meninggal

di ruang unit gawat darurat sesaat setelah diturunkan dari ambulans

Saat matahari terbenam satpam rumah sakit bercerita kepada

saya tentang seorang pasien yang meninggal di ruang unit gawat darurat

sesaat setelah diturunkan dari ambulans,  ia adalah seorang 

laki-laki yang tertabrak motor saat menyebrang jalan

Saat bulan rekah saya bercerita kepada Sapardi, barangkali beliau

mencari laki-laki tersebut untuk menceritakan kronologi

peristiwa pagi tadi di dalam sajaknya.

(2022)


Yanuar Abdillah Setiadi, lahir di Purbalingga, 01 Januari 2001. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto. Santri Pondok Pesantren Modern El-Furqon Purwokerto. Karyanya telah tertulis di berbagai media diantaranya; Majalah An-Nuqtoh, litera.co.id, tajdid.id, mbludus.com, ruangjaga.com, sukusastra.com, gokenje.my.id, dan geger.id. Kontributor covid-19 pandemi dunia (2020), lintang 3 (2020), dan di ujung tanjung  (2020), Wa: 085865771853, Facebook: Yanuar Abdillah Setiadi, Instagram: @yanuarabdillahsetiadi



Posting Komentar untuk "Puisi-Puisi Religi, Karya: Yanuar Abdillah Setiadi"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.