Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Ramadan Pertama Kali Tanpa Bersama Keluarga Tercinta

Minggu 03 april 2022 / 1 Ramadhan 1443 H merupakan  Ramadhan  pertamaku di kota Pekanbaru jauh dari kedua orang tua. Menjalani Ramadhan tanpa kehadiran keluarga memang sangat berat. Namun, kesendirian itu tidak terasa jika memiliki teman-teman yang selalu bersama disetiap saat. Sebelumnya, perkenalkan namaku Nur Aminah nst, mahasiswa STKIP Rokania di Rokan Hulu Riau, kini berada di semester dua, aku mau bercerita sedikit tentang bulan Ramadhan aku di kota Pasir Pangaraian dan cerita ini untuk memenuhi nilai UAS. Hal yang saya rasakan Ramadhan pertama di rantau yaitu ketika sahur dan berbuka. Berpuasa merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim yang beriman. Berpuasa dan menjalankan ibadah di bulan yang penuh berkah ini akan terasa nikmat bila bersama keluarga tercinta. 

Berpuasa untuk pertama kalinya di negeri orang memang susah, ketika sahur tidak ada yang membangunkan dari tidur. Ketika sahur saya harus memasak terlebih dahulu bersama teman-teman satu kost, yang biasanya kumpul makan bersama keluarga dikampung, sekarang rasa itu udah beda, gak sama kayak Ramadhan sebelum-sebelumnya. Menjalani puasa sambil berkuliah merupakan sebuah pengalaman  yang butuh perjuangan.

Menjalani bulan Ramadhan di rantau orang mungkin akan menemukan berbagai kendala, apalagi untuk anak kuliahan dari sebuah daerah dan merantau ke kota sebesar Pasir Pangaraian. Ya, namanya juga mahasiswa, mahasiwa juga tidak lepas dengan yang namanya masalah, contohnya saja yang pertama yaitu masalah keuangan, kehidupan mahasiswa perantau tentu akan berubah 180 derajat, dimana ketika uang bulanan habis mahasiswa harus bisa mengatur keuangan dengan sebaik mungkin.

Masalah yang kedua yaitu ketika kita jatuh sakit, jika dulunya dirawat diperhatikan oleh keluarga tentu ketika sakit kita merindukan momen seperti itu. Yang ketiga yaitu rindu akan masakan rumah, inilah kondisi dimana anak kost lagi bingung mau makan apa yang biasanya di rumah udah ada yang menyediakan namun di perantauan kita harus mengurus menu makan sendiri. Bukan itu saja masalah tugas-tugas dari dosen juga kadangkala menjadi beban dan memusingkan para mahasiswa. Walaupun pahit tetap harus dijalani, tapi masalah itu menuntun kita menjadi pribadi yang baik lagi.

Lanjut, ketika berbuka di acara buka bersama inilah rasanya saya  menemukan keluarga baru, di acara berbuka tersebut masih bisa  makan bersama dengan kawan-kawan di kost dan merasa bahagia, karna saya sudah anggap kawan dikost seperti keluarga sendiri. Setelah selesai buka puasa, kami bercerita-cerita bersama, sehingga kami pun tertawa dan merasa bahagia, setelah itu kami pergi ambil air wudu' dan sholat, disitulah saya merasakan kembali bersama keluarga.

Namun, hidup diperantauan juga harus disyukuri. Disini kita mendapat keluarga baru, meskipun sesama perantau yang menjalani suka dan duka yang sama. Namun saya perlahan-lahan belajar menjadikan rasa syukur ini menjadi obat dari rasa rindu pada keluarga tercinta.

Biasanya kami pergi ke mesjid. Dulu, waktu saya masih SD, SMP saya punya buku kegiatan Ramadhan. Kami disuruh mencatat materi apa saja yang disampaikan oleh ustadz dan setelah ustadz itu siap menyampaikan materi kami meminta tanda tangan ustadz yang mengisi materi tersebut, sebagai bukti. Dan itulah salah satu menjadi alasan saya untuk selalu hadir di mesjid. Intinya kangen suasana mesjid aja.

Menjadi orang suskes itu penuh perjuangan, mahasiswa di hadapkan dengan bermacam-macam masalah supaya kalau sudah waktunya masuk dunia kerja mereka tidak kaku lagi akan masalah yang dihadapi. Di bulan Ramadhan ini tentu banyak sekali masalah-masalah yang dihadapi. Puasa bukanlah ajang dimana untuk bermalas-malasan.

Puasa kali ini berbarengan dengan Ujian Akhir Semester (UAS). Mengerjakan soal-soal sambil berpuasa tentu saja memiliki sensasi tersendiri. Dari masalah ekonomi, masalah fisik, masalah pikiran dihadapkan dengan Ujian Akhir Semester (UAS) dan tugas-tugas yang tiap harinya jalan, yang banyak menguras pikiran dan fisik jadi harus belajar, belajar dan belajar, masalah batin dan masih banyak lagi.

Meskipun sedih karena puasa di perantauan, tapi hal itu bukanlah jadi alasan bagi saya untuk tidak fokus mengerjakan rutinitas. Apalagi sampai mengganggu ibadah saya untuk mengejar pahala pada bulan suci Ramadhan ini. Bulan Ramadhan tahun ini saya jadikan sebagai bulan untuk memperbaiki diri saya sembari menyelesaikan kewajiban kuliah saya agar saya cepat pulang dan bisa menjalani puasa bersama ayah, ibu, adik dan bersama keluarga yang lainnya.


Penulis :Nur Aminah nst

Prodi   : PBSI

Mahasiswa STKIP Rokania







Posting Komentar untuk "Ramadan Pertama Kali Tanpa Bersama Keluarga Tercinta"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.