Ibu, Madrasahku: Pelajaran Hidup dan Etika dari Sosok Terhebat (Tulisan Feature)
Ibu, Madrasahku: Pelajaran Hidup dan Etika dari Sosok Terhebat
Feature
Oleh : Revani Meiliana
Ibu, madrasah pertamaku. Kata-kata itu
bukan sekadar ungkapan bijak yang sering kita dengar, melainkan sebuah realita
yang terukir dalam relung sanubariku. Bayangan sosoknya, dengan senyum lembut
dan tangan yang selalu siap menenangkan, terus hadir dalam setiap langkah
perjalanan hidupku.
Dari pelukan hangat dan kasih sayang tanpa
batas yang ia berikan, tertanam nilai-nilai etika yang menjadi kompas dan
penuntun jalanku hingga saat ini. Nilai-nilai itu bukan sekadar teori,
melainkan praktik nyata yang ia tunjukkan setiap hari. Namun, kepergiannya
meninggalkan luka yang terasa begitu dalam, luka yang mungkin tak akan pernah
benar-benar sembuh.
Kepergiannya bukan hanya meninggalkan
kesedihan, tetapi juga sebuah pelajaran hidup yang begitu berharga, pelajaran
tentang arti kehidupan yang sesungguhnya, tentang penghargaan yang tulus, dan
betapa pentingnya kita menghormati sosok yang telah melahirkan, membesarkan,
dan mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada kita, sebelum semuanya
terlambat.
Kisah perjalanan hidupku bersama Ibu
bukanlah sekadar rangkaian peristiwa biasa yang dapat dilupakan begitu saja.
Lebih dari itu, ia adalah sebuah pembelajaran yang berharga, sebuah sekolah
kehidupan yang mengajarkan tentang kebaikan, kesabaran, dan nilai-nilai etika
yang begitu besar.
Setiap tutur kata lembutnya dan setiap tindakan
bijaknya, semuanya menjadi pelajaran berharga yang terus terukir dalam relung
hati terdalamku. Pengalaman kehilangan Ibu mengajarkan betapa rapuhnya
kehidupan ini, betapa singkatnya waktu yang kita miliki, dan betapa berharganya
setiap momen yang telah dilalui bersama orang-orang yang kita sayangi.
Dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku
merasakan betapa pentingnya kita menghormati dan menyayangi Ibu, menghargai
setiap pengorbanannya, dan menunjukkan rasa terima kasih yang tulus selagi ia
masih berada di sisi kita, sebelum penyesalan datang menghampiri.
Bagiku, Ibuku adalah Ibu terbaik sedunia,
bahkan Ibuku nyaris sempurna. Memang tak ada seorang pun yang sempurna di dunia
ini, namun kebaikan dan kelembutan hatinya mengalir begitu deras, membasahi
setiap langkahku, menumbuhkan rasa aman dan kasih sayang yang tak tergantikan.
Sejak kecil, ia tak pernah lelah
mengajariku arti kejujuran, pentingnya menghormati orang lain, dan bagaimana
bersikap etis dalam kehidupan, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan
teladan yang ia berikan setiap hari. Ia bukan hanya ibuku, tetapi juga sahabat,
guru, dan tempatku berkeluh kesah, tempatku berbagi suka dan duka.
Rumah kami selalu dipenuhi oleh aroma
kasih sayang yang begitu hangat, suasana keluarga yang kental terasa, dengan
nilai-nilai etika dan saling menghargai. Ayah, kakak, dan aku selalu merasa
utuh dan bahagia dalam keluarga yang penuh cinta, terlebih ada Ibu di dalamnya.
Namun, ketika takdir berkata lain,
kepergian Ibu meninggalkan luka yang begitu besar, menciptakan rasa sedih yang
menyayat hati, dan rasa kehilangan yang begitu dalam. Hati rasanya seperti
tertusuk ribuan duri yang menembus jiwa dan raga.
Dunia terasa gelap, bagaikan kehilangan
matahari yang menerangi hidup. Tangis mengiringi setiap langkah, kesedihan yang
tak terkira membayangi hari-hari kami. Setiap sudut rumah seakan masih
menyimpan jejak langkahnya, suaranya, dan senyumnya yang menenangkan.
Namun, di tengah kesedihan yang mendalam, kami
menyadari bahwa hidup terus berjalan, waktu tak akan pernah berhenti berputar.
Kesedihan tak boleh menjadi penghalang untuk terus melangkah maju.
Kami harus meneruskan perjuangan,
menjalankan amanah Ibu untuk menjadi pribadi yang baik, teguh memegang
nilai-nilai etika yang telah ia ajarkan dengan penuh kesabaran. Kami harus
selalu bersikap baik terhadap sesama, bersikap jujur dan bertanggung jawab atas
setiap tindakan, dan senantiasa menghormati orang lain, apapun latar belakang
dan status sosialnya.
"Jadilah orang baik jika kamu ingin
diperlakukan baik," pesan Ibu yang selalu terngiang dalam benakku, pesan
yang begitu sederhana namun sarat akan makna.
"Jangan sesekali menyakiti perasaan
orang lain. Biarkan saja orang lain menyakitimu, tapi kamu jangan." Pesan
itu menjadi pedoman hidup yang selalu kupegang teguh, menjadi kompas yang
membimbingku dalam setiap pengambilan keputusan.
Namun saat ini masih banyak anak yang
kurang menghargai dan menghormati ibunya, bahkan berani melukai hati orang yang
telah melahirkan dan membesarkan mereka. Mereka berbicara dengan nada keras,
bahkan berani membuat ibunya menangis. Sikap-sikap seperti itu sungguh menyayat
hati, menunjukkan betapa dangkalnya rasa syukur dan penghargaan mereka.
Mereka telah menyia-nyiakan sosok paling
berharga di dunia ini, sosok yang telah berkorban segalanya untuk kebahagiaan
anak-anaknya. Banyak yang belum menyadari betapa pentingnya kehadiran seorang
ibu, betapa besar pengorbanan yang telah ia berikan. Hanya mereka yang pernah
merasakan kehilangan yang akan mengerti betapa pedihnya kehilangan sosok yang
begitu berarti dalam kehidupan.
Kepada anak-anak yang masih memiliki Ibu,
bersyukurlah. Hormati dan sayangilah Ibu kalian selagi masih ada kesempatan.
Jangan pernah menyakiti hatinya, jangan pernah membuatnya menangis. Jika ia
menasehati, terimalah dengan lapang dada, karena itu untuk kebaikanmu. Jadilah
anak yang baik, anak yang berbakti, dan anak yang selalu membanggakan orang
tua. Karena, ketika Ibu telah tiada, yang tersisa hanyalah kenangan dan
penyesalan.
Ibu adalah madrasah pertama dan terhebat
yang tak tergantikan. Nilai-nilai etika yang ditanamkannya akan selamanya
menjadi cahaya yang menerangi jalanku. Kisah ini bukan sekadar kenangan, tetapi
juga sebuah pembelajaran bagi kita semua tentang pentingnya menghormati dan
menyayangi orang tua, terutama Ibu.
Sadarilah betapa beruntungnya kalian.
Allah SWT telah memberikan anugerah yang tak terhingga, kesempatan untuk
membersamai dan membahagiakan sosok yang telah melahirkan dan membesarkan
kalian dengan penuh cinta dan pengorbanan. Jangan pernah sia-siakan waktu yang
masih diberikan-Nya.
Jangan biarkan penyesalan datang
menghampiri ketika semuanya telah terlambat. Hormatilah Ibumu, sayangilah
Ibumu, perlakukanlah ia dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Hal sekecil
apapun yang kalian lakukan, sebuah pelukan, ucapan sayang, atau bantuan kecil,
akan sangat berharga dan berarti di mata Ibumu.
Ingatlah, waktu bersama Ibu adalah harta
yang tak ternilai harganya. Jagalah ia dengan sebaik-baiknya, isi setiap momen
dengan kebahagiaan, dan ciptakan kenangan indah yang akan selalu kalian kenang
sepanjang hayat..
Mari kita manfaatkan waktu sebaik-baiknya
untuk menunjukkan kasih sayang, bakti, dan penghargaan kepada orang tua kita,
sebelum waktu itu tiba-tiba habis dan hanya menyisakan penyesalan.
Semoga kisah ini dapat menyentuh hati dan
mengingatkan kita semua untuk selalu menghargai kasih sayang yang telah
diberikan. Karena, tidak ada yang lebih berharga daripada kasih sayang dan
kebersamaan dengan orang-orang yang kita cintai. Ingatlah, bahwa surga terletak
di telapak kaki Ibu.
Teruntuk orang yang selalu kurindukan, Almh Ibuku Ine Sulistiawati. Kebaikan dan kasih sayangmu akan selalu ku kenang. Semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat terbaik di sisi-Nya. I love you, Ibu. Al-fatihah.
Nama Lengkap Penulis : Revani Meiliana Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Program Studi : Jurnalistik (Kategori Feature)
Editor : Nuratika
Posting Komentar untuk " Ibu, Madrasahku: Pelajaran Hidup dan Etika dari Sosok Terhebat (Tulisan Feature)"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.