Ulasan Film: Walid – Ketegangan yang Menyisakan Banyak Tanda Tanya
Ulasan Film: Walid – Ketegangan yang Menyisakan Banyak Tanda Tanya
Walid adalah film drama aksi asal Indonesia yang mengangkat kisah seorang ustaz bernama Walid, yang terlibat dalam upaya penyelamatan anak-anak dari sindikat perdagangan manusia. Dengan tema yang berani dan menggabungkan elemen keagamaan serta aksi jalanan, film ini sebetulnya memiliki potensi besar untuk menyuguhkan narasi yang kuat sekaligus penuh nilai moral.
Namun, alih-alih mendapatkan pujian luas, Walid justru menjadi bahan parodi di berbagai platform media sosial. Banyak pengguna internet membuat ulang adegan-adegan film ini dalam bentuk lelucon, meme, atau cuplikan video yang dilebih-lebihkan. Kenapa bisa begitu?
1. Akting dan Dialog yang Kaku
Salah satu alasan utama film ini banyak diparodikan adalah karena gaya akting dan dialog yang terasa kaku dan tidak natural. Beberapa adegan diisi dengan monolog atau percakapan yang terasa seperti ceramah panjang lebar, sehingga kehilangan ritme naratif yang wajar. Dalam konteks film, hal ini membuat penonton merasa lebih seperti sedang menonton video dakwah daripada film aksi/drama.
2. Koreografi Aksi yang Canggung
Walid, sebagai tokoh utama, digambarkan memiliki kemampuan bela diri yang tinggi. Namun dalam eksekusinya, koreografi pertarungan terasa kurang meyakinkan dan terlalu teatrikal. Ini memicu kesan lucu, bukan tegang, apalagi ketika dipadukan dengan efek suara yang dilebih-lebihkan. Tak heran, netizen ramai membuat versi lucu adegan-adegan ini—misalnya, ketika Walid menendang lawan dengan gerakan lambat yang tampak seperti latihan silat anak-anak.
3. Pesan Moral yang Terlalu Menggurui
Alih-alih menyelipkan nilai-nilai moral secara halus, Walid tampak seperti ingin “menceramahi” penontonnya. Dialog panjang mengenai dosa, akhlak, dan keimanan muncul terlalu eksplisit dan seringkali tidak kontekstual. Di era di mana penonton lebih menyukai pendekatan yang subtil dan emosional, gaya penyampaian seperti ini justru mengundang sindiran.
4. Gaya Sinematik yang Tidak Konsisten
Dari sisi teknis, Walid menunjukkan pencahayaan dan sinematografi yang tidak konsisten. Ada adegan dengan pencahayaan natural yang baik, tetapi beberapa lainnya terasa seperti sinetron dengan tone warna dan framing seadanya. Ini membuat film terasa seperti perpaduan antara film layar lebar dan tayangan FTV, yang tentu mengurangi kesan profesional.
Kesimpulan: Potensi Besar, Eksekusi Lemah
Film Walid jelas dibuat dengan niat baik untuk menyampaikan pesan moral dan membangun karakter Muslim yang kuat dan heroik. Namun, karena eksekusinya yang kurang matang baik dari segi teknis maupun naratif, film ini justru menjadi objek parodi. Adegan-adegan serius malah berubah menjadi bahan hiburan tak sengaja di dunia maya.
Walau demikian, film ini tetap punya nilai tersendiri bagi segmen penonton yang mencari tontonan dengan pesan agama yang jelas. Tapi bagi penonton umum, Walid mungkin akan lebih dikenal sebagai “film yang diparodikan” daripada sebagai film yang menyentuh.
Posting Komentar untuk "Ulasan Film: Walid – Ketegangan yang Menyisakan Banyak Tanda Tanya"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.