Keadilan Pembagian Harta Peninggalan dalam Hak dan Kepemilikan Fiqih Waris
Keadilan Pembagian Harta Peninggalan
dalam Hak dan Kepemilikan Fiqih Waris
Laras
Sati Santoso
Prodi
Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
email:
larasati57hw@gmail.com
Dalam fiqih, hak dan kepemilikan merupakan bagian dari kajian utama.
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq yang memiliki beberapa makna, seperti
milik, ketetapan, kepastian, menjelaskan, bagian atau kewajiban, dan juga
kebenaran. Sementara itu, hak milik adalah hubungan antara seseorang dengan
suatu harta yang diakui dan ditetapkan oleh syariat Islam. Karena adanya
hubungan ini, seseorang berhak untuk menggunakan atau mengelola harta tersebut
selama tidak ada hal yang melarangnya menurut hukum Islam. Jadi dapat
disimpulkan bahwa hak milik atau kepemilikan adalah hubungan antara manusia dan
harta yang sah menurut syariat, yang memberikan hak khusus bagi seseorang untuk
memanfaatkan atau mengatur harta tersebut dengan cara-cara yang dibenarkan oleh
Islam. Kepemilikan bisa diperoleh melalui berbagai hal seperti transaksi yang
sah semacam jual beli, warisan, hadiah, pekerjaan yang halal, menemukan barang
tak bertuan dengan aturan tertentu.
Dalam pandangan Islam, kepemilikan bukan sekadar hak pribadi,
melainkan juga amanah yang harus diperlakukan dengan adil. Ketika seseorang
wafat, syariat Islam telah menetapkan aturan yang jelas mengenai siapa saja
yang berhak menerima warisan dan seberapa besar bagian mereka. Ketentuan ini
tidak hanya mencerminkan prinsip keadilan yang ditetapkan dalam hukum, tetapi
juga memiliki nilai sosial dan ekonomi yang dapat menjaga keberlangsungan hidup
para ahli waris.
Warisan merupakan bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Proses
pembagian harta peninggalan orang yang telah meninggal bukan sekadar soal
membagi kekayaan, melainkan juga menyangkut prinsip keadilan, hak, dan
kepemilikan yang telah diatur secara sistematis dalam hukum Islam. Dalam
praktiknya, tidak jarang muncul konflik keluarga yang dipicu oleh kurangnya
pemahaman atau pengabaian terhadap ketentuan fiqih tentang pembagian warisan
yang seharusnya diterapkan. Warisan dalam Islam adalah proses pemindahan kepemilikan
harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup.
Warisan dapat berupa harta bergerak, tidak bergerak, maupun hak-hak tertentu.
Dalam hukum waris Islam, terdapat tiga rukun utama yaitu pewaris
(al-muwarrits) orang yang meninggal dan meninggalkan harta, ahli waris
(al-wârîts) pihak yang berhak menerima warisan karena hubungan darah atau
pernikahan, harta warisan (al-maurûts) harta atau hak milik yang ditinggalkan
pewaris. Sebelum pembagian warisan dilakukan harus diselesaikan empat hal biaya
pemakaman, pelunasan utang pewaris, pelaksanaan wasiat, dan zakat jika ada.
Pembagian warisan telah diatur rinci dalam syariat anak laki-laki
mendapat bagian dua kali lipat dari anak perempuan, ayah dan ibu mendapat
bagian berbeda tergantung ada atau tidaknya anak, janda dan duda juga mendapat
bagian berbeda tergantung situasi, saudara kandung atau satu ayah mendapat
bagian bila tidak ada anak atau ayah pewaris. Aturan ini menunjukkan prinsip
keadilan syariat dalam mengatur kepemilikan berdasarkan tanggung jawab dan
hubungan keluarga. Sebagai contoh, jika seorang ayah meninggal dan meninggalkan
anak laki-laki dan anak perempuan, maka anak laki-laki mendapat dua bagian,
sedangkan anak perempuan mendapat satu bagian. Jika warisan berjumlah 90 juta
rupiah, maka anak laki-laki mendapat 60 juta dan anak perempuan 30 juta.
Hikmahnya, laki-laki dalam Islam memiliki tanggung jawab ekonomi, termasuk
menafkahi keluarga, sementara perempuan tidak dibebani kewajiban finansial
seperti itu. Dengan demikian, pembagian ini mempertimbangkan beban tanggung
jawab masing-masing.
Meskipun hukum waris Islam telah diatur secara rinci dalam Al-Qur’an
dan fiqih, penerapannya di masyarakat masih menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu kendala utama adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang aturan
waris yang benar sesuai syariat. Banyak yang masih menggunakan adat atau
pembagian sepihak tanpa dasar fiqih, sehingga menimbulkan konflik keluarga.
Selain itu, perbedaan antara hukum Islam dan hukum waris dalam peraturan
perundang-undangan nasional juga menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaannya.
Misalnya, dalam beberapa kasus, pembagian harta berdasarkan hukum perdata lebih
diutamakan, terutama saat terjadi perselisihan di pengadilan. Tantangan lainnya
adalah minimnya sosialisasi hukum waris Islam oleh lembaga keagamaan maupun
pemerintah, sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui hak dan
kewajibannya. Oleh karena itu, diperlukan edukasi berkelanjutan dan penguatan
lembaga keagamaan agar fikih waris dapat diterapkan secara adil, menghindari
konflik, dan menjaga keharmonisan dalam keluarga.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah hukum waris dalam Islam
merupakan bagian penting dari konsep hak dan kepemilikan yang diatur secara
rinci oleh syariat. Pembagian warisan tidak hanya menyangkut pemindahan harta,
tetapi juga mengandung nilai keadilan sosial dan tanggung jawab keluarga.
Dengan memahami rukun dan ketentuan pembagian waris sesuai fiqih, masyarakat
dapat terhindar dari konflik serta dapat menunaikan hak-hak ahli waris secara
proporsional dan sah menurut Islam. Selain itu juga terdapat saran untuk
menghadapi konflik agar tidak terjadi kesalahan pahaman dalam pembagian warisan
seperti dari sisi pemerintah, lembaga keagamaan, dan institusi pendidikan
sebaiknya lebih aktif dalam menyosialisasikan hukum waris Islam kepada
masyarakat. Edukasi yang tepat akan mendorong kesadaran hukum dan mengurangi
praktik pembagian waris yang keliru atau berbasis adat semata. Di samping itu,
penting bagi setiap keluarga untuk merencanakan pembagian warisan secara
terbuka dan berdasarkan syariat, agar tercipta keharmonisan, keadilan, dan
keberkahan dalam kehidupan setelah pewaris meninggal dunia.
Posting Komentar untuk "Keadilan Pembagian Harta Peninggalan dalam Hak dan Kepemilikan Fiqih Waris"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.