Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Fiqih muamalah dan Larangan Riba: Menjaga Keberkahan Transaksi dalam Islam

 Fiqih muamalah dan Larangan Riba: Menjaga Keberkahan Transaksi dalam Islam
Oleh: Azzahra Rahma Assyifa
Nim: 202410170110166
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Abstrak

Artikel ini membahas konsep fiqih muamalah dengan fokus utama pada larangan riba dalam transaksi ekonomi Islam. Riba, yang berarti tambahan atau kelebihan yang tidak sah, merupakan praktik yang dilarang secara tegas dalam Al-Qur’an dan hadis karena mengandung unsur ketidakadilan, eksploitasi, serta berpotensi merusak stabilitas ekonomi dan sosial. Dalam kajian fiqih muamalah, keberadaan riba menjadi indikator penting untuk menentukan kehalalan suatu transaksi. Artikel ini mengulas pengertian fiqih muamalah, jenis-jenis riba seperti riba al-qardh dan riba al-buyu’, dalil-dalil syar’i mengenai larangan riba, serta dampak negatifnya dalam praktik ekonomi. Selain itu, dibahas pula berbagai alternatif transaksi syariah yang dapat dijadikan solusi, seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan qardh hasan. Pemahaman terhadap larangan riba dan penerapan prinsip muamalah syariah menjadi langkah penting dalam mewujudkan sistem ekonomi yang adil, berkeadilan, dan penuh keberkahan bagi umat Islam.

Kata kunci: Fiqih muamalah, riba, transaksi syariah, keadilan ekonomi, hukum Islam.

  

Pendahuluan

Riba merupakan  bagian dari transaksi yang dilarang di dalam ajaran Islam. Dalam kajian fiqih muamalah, kajian tentang riba merupakan salah satu topik yang paling penting dan substansial unntuk dibahas. pembahasan riba menjadi bagian yang urgen karena riba dapat menjadi salah satu alat identifikasi dari boleh atau tidak-nya suatu transaksi yang dilakukan dalam bisnis dan keuangan Islam. Artinya, apabila ada transaksi yang didalamnya ditemukan adanya unsur riba, maka transaksi tersebut terlarang (haram) dalam perspektif hukum  Islam.

Salah satu prinsip utama dalam fiqih muamalah adalah larangan terhadap praktik riba. Riba, yang secara umum berarti penambahan yang tidak sah dalam transaksi pinjam-meminjam atau jual beli, dipandang sebagai bentuk ketidakadilan yang merugikan salah satu pihak dan merusak tatanan ekonomi yang sehat. Dalam Al-Qur'an dan Hadis, riba secara tegas dilarang karena mengandung unsur eksploitasi dan bertentangan dengan nilai-nilai keadilan serta keberkahan dalam bermuamalah.

Dalam konteks modern, larangan riba menjadi semakin relevan di tengah praktik ekonomi konvensional yang sering kali menjadikan bunga sebagai bagian dari sistem keuangan. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami larangan riba tidak hanya sebagai hukum fikih semata, tetapi juga sebagai upaya untuk menjaga integritas dan keberkahan dalam setiap transaksi ekonomi. Artikel ini akan mengulas secara mendalam konsep fiqih muamalah, bentuk-bentuk riba, serta dampaknya terhadap keberkahan dan keadilan dalam sistem ekonomi Islam.

 

Pembahasan

1. Pengertian Fiqih Muamalah

Fiqih muamalah merupakan cabang ilmu fikih yang mengatur hubungan antar manusia dalam bidang sosial dan ekonomi, khususnya transaksi atau aktivitas bisnis. Tujuan utama dari fiqih muamalah adalah menciptakan keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab dalam setiap bentuk interaksi ekonomi. Prinsip-prinsip seperti akad (kontrak) yang sah, kerelaan kedua belah pihak (antarādhin), kejelasan barang dan harga, serta bebas dari unsur gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi), dan riba menjadi dasar utama dalam fiqih muamalah.

2. Pengertian dan Jenis-Jenis Riba

Secara bahasa, riba berarti “tambahan” atau “kelebihan.” Dalam istilah syariat, riba adalah tambahan yang diambil dalam transaksi pinjam-meminjam atau jual beli yang tidak dibenarkan secara hukum Islam. Riba terbagi menjadi dua bentuk utama:

· Riba al-Qardh: Riba qardh ini termasuk kategori riba faddl dikarenakan keuntungan yang disyariatkan dalam riba qardh adalah bentuk penambahan atau bunga pada salah satu komoditi ribawi. Contohnya: meminjamkan uang 1 juta dengan syarat dibayar kembali 1,2 juta.

· Riba al-Buyu’: Tambahan yang muncul dalam pertukaran barang sejenis yang tidak setara, seperti menukar 1 kg emas dengan 1,1 kg emas secara tidak tunai. Termasuk dalam kategori ini adalah riba fadhl (tambahan dalam pertukaran barang ribawi) dan riba nasiah (penundaan dalam penyerahan).

 

3. Dalil Larangan Riba

Islam secara tegas melarang riba dalam banyak ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi. Di antaranya:

· Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 275:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. ... Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

· Hadis Nabi SAW:
“Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya, dan dua saksinya, dan beliau bersabda: mereka semua sama.” (HR. Muslim)

 4. Dampak Negatif Riba dalam Transaksi

Riba bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga menyangkut moral dan keadilan ekonomi. Beberapa dampak negatif dari riba antara lain:

· Eksploitasi dan ketimpangan ekonomi: Pihak yang lemah (peminjam) seringkali dirugikan dengan beban bunga yang berat.

· Hilangnya keberkahan: Keuntungan yang diperoleh melalui riba tidak mendatangkan ketenangan dan bisa menimbulkan kegelisahan sosial.

· Krisis keuangan: Sistem ekonomi berbasis bunga rentan terhadap krisis akibat akumulasi utang dan spekulasi.

5. Alternatif Syariah: Transaksi yang Diberkahi

Islam tidak hanya melarang riba, tetapi juga memberikan solusi melalui transaksi yang halal dan adil, seperti:

· Murabahah (jual beli dengan margin keuntungan)
· Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dan pengelola usaha)
· Musyarakah (kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih)
· Ijarah (sewa-menyewa)
· Qardh Hasan (pinjaman tanpa bunga)

  

Kesimpulan

Larangan riba dalam Islam bukan sekadar aturan hukum fikih, tetapi merupakan prinsip dasar dalam menjaga keadilan, keberkahan, dan stabilitas sistem ekonomi. Riba yang mengandung unsur ketidakadilan dan eksploitasi dilarang secara tegas dalam Al-Qur’an dan hadis karena merusak tatanan sosial dan ekonomi. Melalui fiqih muamalah, Islam mengatur setiap bentuk transaksi agar sesuai dengan nilai-nilai syariah, seperti kejujuran, transparansi, dan saling ridha.

Dalam praktiknya, Islam tidak hanya memberikan larangan, tetapi juga menyediakan berbagai alternatif transaksi yang halal dan adil, seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan qardh hasan. Oleh karena itu, pemahaman yang benar terhadap konsep riba dan fiqih muamalah sangat penting bagi umat Islam dalam menjalankan aktivitas ekonomi agar terhindar dari praktik yang diharamkan dan senantiasa menjaga keberkahan dalam setiap transaksi.

 

DAFTAR PUSTAKA

Basri, M. (2023). Fenomena Flexing dan Konsep Kehidupan Sosial Masyarakat dalam Perspektif Islam. Jurnal Eksposé: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Keislaman, 22(1), 50–65. https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/ekspose/article/download/1143/723

Pardiansyah, E. (2022). Konsep Riba Dalam Fiqih Muamalah Maliyyah dan Praktiknya Dalam Bisnis Kontemporer. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 8(02), 1270-1285. https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/LaZhulma/article/download/40/23/429

Abidin, M. Z. (2022, Agustus). Riba dalam Perspektif alQur’an dan Sunnah. La Zhulma: Jurnal Ekonomi Syariah, 1(1), 64–? . EISSN: 29639069. Diunduh dari https://journal.iaitasik.ac.id/index.php/LaZhulma/article/download/40/23/429


Posting Komentar untuk "Fiqih muamalah dan Larangan Riba: Menjaga Keberkahan Transaksi dalam Islam"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke dengan subjek sesuai nama rubrik ke https://wa.me/+6282388859812 klik untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.