Konsep Riba Dalam Fiqh
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang
Pengertian riba menurut terminologi fiqh adalah penambahan khusus yang dimiliki oleh satu pihak yang melakukan transaksi tanpa imbalan tertentu. Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam Qur’an adalah setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan oleh syariah. Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, tetapi juga memberi petunjuk yang luas tentang berbagai aspek kehidupan manusia. Fiqh adalah alat penting untuk mewujudkan panduan tersebut. Dari masalah ibadah hingga masalah sosial, ekonomi, bahkan negara, fiqh berkembang menjadi sistem hukum yang mengatur tindakan individu dan kelompok umat Islam sepanjang sejarah. Sangat penting untuk memiliki pemahaman yang tepat tentang fiqh, terutama di zaman sekarang, ketika kompleksitas persoalan kehidupan semakin meningkat.
Sumber Hukum Fiqh
Dalam merumuskan hukum-hukum fiqh, para ulama menggunakan sejumlah sumber hukum yang menjadi fondasi utama dalam pengambilan keputusan. Sumber-sumber ini terdiri atas:
1. Al-Qur’an
Al-Qur'an adalah sumber hukum Islam yang paling penting, dan sebagian besar prinsip dasar hukum Islam berasal darinya. Namun, hanya sekitar 500 ayat dari sekitar 6.000 ayat berhubungan dengan hukum dalam bidang ibadah, muamalah, hukum keluarga, dan jinayah (pidana). Karena itu, diperlukan penafsiran dan kontekstualisasi dalam memahami ayat-ayat tersebut agar relevan dengan berbagai kondisi umat manusia.
2. Sunnah (Hadis Nabi)
Segala sesuatu yang dikatakan, dilakukan, dan ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW yang digunakan sebagai pedoman untuk menjalankan syariat Islam disebut Sunnah. Semua ajaran yang terkandung dalam Al-Qur'an diperjelas, diuraikan, dan diuraikan dalam Sunnah. Misalnya, perintah mendirikan salat dalam Al-Qur’an dijelaskan secara praktis oleh sunnah, baik tentang jumlah rakaat maupun tata caranya.
3. Ijma’
Ijma' adalah kesepakatan para ulama mujtahid pada suatu waktu terhadap suatu hukum syar'i setelah wafatnya Nabi. Ijma' merupakan cara umat Islam mengumpulkan pengetahuan mereka secara kolektif untuk merumuskan hukum-hukum yang tidak ada dalam Al-Qur'an dan Sunnah yang dijelaskan secara eksplisit.
4. Qiyas
Qiyas adalah analogi, yaitu menetapkan hukum suatu perkara baru yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dengan membandingkannya kepada perkara lain yang sudah ada hukumnya karena memiliki sebab hukum (illat) yang sama. Pengharaman narkoba sering dibandingkan dengan pengharaman khamar karena keduanya memabukkan.
Mazhab-Mazhab Fiqh
Fiqh berkembang menjadi berbagai aliran atau mazhab. Setiap mazhab lahir dari metode istinbat yang berbeda-beda namun tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah.
1. Mazhab Hanafi
Imam Abu Hanifah (699–767 M) mendirikan ini. Mazhab ini dikenal sebagai rasional dan terbuka terhadap penggunaan qiyas dan ra'yu (nalar). Banyak dari mereka berkembang di Irak, India, Pakistan, Turki, dan sebagian Asia Tengah.
2. Mahzab Maliki
Imam Malik bin Anas (711–795 M) menciptakannya. Mazhab ini kuat karena mengutamakan kebiasaan orang Madinah sebagai sumber hukum karena dianggap mencerminkan sunnah yang sebenarnya. Banyak dianut di Afrika Utara dan beberapa Arab.
3. Mazhab Syafi’i
Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i (767–820 M) mendirikan ini. Ia dianggap sebagai pencipta hukum ushul fiqh. Mazhab ini sangat teliti dalam menyeimbangkan antara ijtihad dan dalil naqli (teks). Banyak orang yang menganutnya di Indonesia, Malaysia, Mesir, dan Yaman.
4. Mazhab Hanbali
Imam Ahmad bin Hanbal (780–855 M) menciptakannya. Mazhab ini menjadi mazhab resmi di Arab Saudi dan Qatar karena sangat ketat dalam berpegang pada nash dan cenderung membatasi penggunaan ra'yu.
Fiqh dan Relevansinya di Era Kontemporer
Di era modernisasi dan globalisasi saat ini, fiqh menghadapi tantangan baru dalam berbagai bidang, seperti teknologi, ekonomi digital, kesehatan, hak asasi manusia, dan lingkungan. Akibatnya, pendekatan baru diperlukan untuk menangani masalah ini, seperti:
1. Fiqh maqashidi: adalah metode hukum yang didasarkan pada tujuan syariah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
2. Fiqh kontekstual: analisis teks hukum dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan realitas sosial.
3. Ijtihad jama'i: ijtihad yang dilakukan oleh lembaga-lembaga fatwa atau akademik yang tersebar luas lintas negara dan mazhab.
Perkembangan Fiqh dari Masa ke Masa
Fiqh sebagai alat hukum Islam muncul melalui proses historis yang panjang dan dinamis. Fiqh sangat sederhana pada masa Rasulullah SAW. Nabi menjawab setiap pertanyaan hukum langsung dengan wahyu. Al-Qur'an diturunkan secara bertahap sebagai tanggapan atas berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia. Pada saat itu, otoritas hukum sepenuhnya berada di tangan Rasulullah yang berperan sebagai nabi, pemimpin negara, hakim, dan pembimbing umat. Sunnah beliau menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, dan praktik hukum bersifat langsung dan otoritatif tanpa ruang ijtihad dari umat. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, masa Khulafaur Rasyidin memulai perkembangan fiqh sebagai hasil dari ijtihad manusia. Khalifah seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali RA menghadapi banyak masalah baru yang tidak dijawab secara eksplisit dalam wahyu, dan ijtihad para sahabat menjadi kunci untuk menjawab masalah umat. Umar bin Khattab, misalnya, dikenal sebagai orang yang sangat aktif dalam berijtihad dan menggunakan pertimbangan maslahat daripada keburukan. Pada masa Abbasiyah (750–1258 M), ketika Baghdad menjadi pusat peradaban Islam, fiqh mencapai puncaknya. Banyak ulama besar bermunculan dan mazhab-mazhab fiqh utama terbentuk selama periode ini. Para imam mazhab seperti Abu Hanifah, Malik bin Anas, Asy-Syafi'i, dan Ahmad bin Hanbal melakukan kodifikasi hukum Islam secara sistematis. Mereka tidak hanya menetapkan hukum, tetapi juga mengembangkan metodologi istinbat (penggalian hukum) yang rumit dan terorganisir, yang disebut ushul fiqh. Keanekaragaman mazhab intelektual Islam berasal dari perbedaan cara menafsirkan teks dan menggunakan dalil akal. i era kontemporer, fiqh menghadapi berbagai persoalan baru seperti teknologi informasi, rekayasa genetika, ekonomi digital, hak asasi manusia, dan kerusakan lingkungan. Fiqh tidak lagi hanya membahas hukum salat dan puasa, tetapi juga fatwa tentang penggunaan internet, investasi saham, pembayaran zakat melalui platform digital, hingga hukum kecerdasan buatan (AI) dan data privasi. Oleh karena itu, para ulama kini semakin mendorong ijtihad kolektif melalui lembaga fatwa, konferensi internasional, dan kolaborasi lintas disiplin. Pendekatan fiqh maqashidi, yaitu fiqh yang berorientasi pada tujuan dan kemaslahatan, semakin banyak digunakan untuk menjawab kompleksitas zaman. Oleh karena itu, fiqh Islam telah berkembang dari masa wahyu hingga era globalisasi. Fiqh terus berkembang sebagai instrumen yang dinamis dan fleksibel sejak praktik langsung Rasulullah, ijtihad sahabat, kodifikasi mazhab, periode taqlid, masa kolonial, dan era modern. Sejarah menunjukkan bahwa fiqh akan selalu relevan dalam mengatur kehidupan umat Islam secara adil dan beradab selama ia berpegang pada nash dan maqashid dan tetap terbuka terhadap perubahan zaman.
Kesimpulan
Fiqh adalah bagian penting dari kekayaan intelektual Islam, yang mengatur ibadah setiap orang dan menciptakan sistem sosial yang adil dan seimbang. Kemampuan fiqh untuk menyesuaikan diri dengan perubahan zaman melalui ijtihad sambil mempertahankan prinsip-prinsip syariahnya adalah ciri khasnya. Oleh karena itu, memahami fiqh sangat penting bagi setiap Muslim, tidak hanya bagi para ulama atau ahli hukum Islam, tetapi juga bagi setiap individu yang beragama Islam agar mereka dapat menjalani kehidupan mereka dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang sebenarnya dan relevan dengan situasi mereka. Diharapkan umat Islam dapat menghadapi tantangan zaman dengan mempertahankan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan ketuhanan melalui revitalisasi fiqh yang responsif dan progresif.
(Dosen Pengampu : Driana Leniwati Dr., M.SA.,Ak.,CSRS.,CSRA)
Posting Komentar untuk " Konsep Riba Dalam Fiqh"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.