Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

MEMAHAMI FIQH MUSYARAKAH: KERJA SAMA BISNIS YANG SESUAI SYARIAT ISLAM

MEMAHAMI FIQH MUSYARAKAH: KERJA SAMA BISNIS YANG SESUAI SYARIAT ISLAM
Nuthraini Azkiyah / 202410170110162
Akuntansi
 Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Malang

Latar belakang

Musyarakah atau sering disebut syarikah atau syirkah berasal dari fi’il Madhi 

(Ø´َرَÙƒَ - يشَْرَÙƒُ – Ø´ِرْكاً – ÙˆَØ´َرَÙƒَØ©ً) yang mempunyai arti: sekutu atau teman peseroan, perkumpulan, perserikatan. Syirkah dari segi etimologi berarti: الَِْØ®ْتلِاطَْ  mempunyai arti: campur atau percampuran. Maksud dari percampuran disini adalah keadaan di mana seseorang mencampurkan atau menggabungkan hartanya dengan harta orang lain sehingga antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sulit untuk dibedakan lagi.

Dalam istilah syirkah, para ulama memberikan beberapa definisi. Ulama Hanafiah menyebutnya sebagai akad antara dua pihak yang berserikat dalam modal dan keuntungan. Ulama Malikiyah mengartikannya sebagai izin bertindak secara hukum atas harta bersama, sementara Hasby Ash-Shiddiqie menjelaskan syirkah sebagai akad kerja sama dalam usaha dan pembagian keuntungan.

Berdasarkan pengertian tersebut, musyarakah merupakan bentuk kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih dengan kontribusi modal dan kerja, di mana hasil usaha dibagi sesuai kesepakatan, dan kerugian ditanggung berdasarkan porsi modal. Ini mencerminkan prinsip keadilan, kolaborasi, dan saling menguntungkan dalam bermitra.

Definisi syirkah menurut mazhab Maliki adalah suatu izin ber-tasharruf bagi masing-masing pihak yang bersertifikat. Menurut mazhab Hambali, syirkah adalah persekutuan dalam hal hak dan tasharruf. Sedangkan menurut Syafi’i, syirkah adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan persekutuan. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa syirkah adalah akad antara orang Arab yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. M. Ali Hasan menyebut syirkah sebagai suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama secara sadar dan sukarela atas dasar kekeluargaan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.

Intinya, musyarakah adalah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih yang masing-masing memberikan kontribusi tertentu baik berupa uang (modal), tenaga, keahlian, atau aset lainnya untuk menjalankan sebuah usaha secara bersama-sama. Ini artinya, tidak harus selalu dalam bentuk uang. Seseorang bisa menyumbangkan keahlian mengelola usaha, sementara rekannya menyediakan modal. Selama kontribusi tersebut disepakati di awal, maka kerja sama tetap sah menurut prinsip musyarakah.

Setelah usaha dijalankan, hasil yang diperoleh baik itu untung atau rugi dibagi sesuai kesepakatan awal. Keuntungan boleh dibagi dengan cara yang fleksibel, misalnya berdasarkan proporsi modal atau sesuai peran masing-masing. Tapi untuk kerugian, pembagiannya harus proporsional berdasarkan jumlah modal yang disetor oleh masing-masing pihak. Misalnya, kalau seseorang menyumbang 60% dari total modal, maka ia juga harus menanggung 60% dari kerugian.

Musyarakah ini bukan hanya soal bagi hasil, tapi juga mengajarkan nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab bersama dalam menjalankan usaha. Islam sangat mendorong umatnya untuk bekerja sama dalam kebaikan dan menjauhi riba (bunga), sehingga musyarakah menjadi salah satu solusi yang adil, halal, dan saling menguntungkan. Prinsip ini sangat cocok diterapkan dalam kehidupan nyata, terutama bagi mereka yang ingin memulai usaha namun terkendala modal atau ingin berbagi tanggung jawab dalam pengelolaan bisnis.

Dengan memahami konsep musyarakah secara baik, kita tidak hanya bisa menjalankan usaha bersama dengan cara yang benar, tetapi juga memastikan usaha tersebut berkah dan tidak menyalahi prinsip-prinsip Islam.

Musyarakah bukan hanya ide bisnis biasa, tetapi punya dasar hukum yang kuat dalam Islam:

· Al-Qur’an (QS. Shad: 24) menyebut bahwa kemitraan (perserikatan) bisa berjalan baik selama ada keimanan dan amal saleh. Ini mengingatkan kita bahwa dalam bermitra, akhlak dan kejujuran sangat penting.

· Hadis Nabi SAW menyebut: “Allah adalah pihak ketiga dari dua orang yang bermitra, selama salah satu tidak menghianati yang lain.” (HR. Abu Dawud)

Artinya, selama kerja sama itu jujur dan transaparan, Allah akan memberkahi usaha tersebut.

Tujuan dan Manfaat Musyarakah

Musyarakah bukan hanya sekadar akad bisnis atau bentuk kerja sama formal di atas kertas. Lebih dari itu, musyarakah membawa nilai-nilai luhur yang sejalan dengan ajaran Islam. Ia menjadi jalan untuk membangun usaha bersama dengan cara yang halal, adil, dan penuh kepercayaan. Dalam praktiknya, musyarakah bukan hanya bertujuan untuk mencari keuntungan semata, tetapi juga untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat dan berlandaskan prinsip syariah.

Salah satu tujuan utama dari musyarakah adalah menumbuhkan semangat kebersamaan dan kerja sama. Dalam sistem ini, setiap pihak dihargai berdasarkan kontribusi yang mereka berikan, baik itu berupa uang, tenaga, atau keahlian. Semua keputusan diambil secara bersama-sama, dan hasil usaha pun dibagi sesuai dengan kesepakatan. Hal ini mendorong lahirnya rasa saling percaya antar mitra usaha, serta memperkuat ikatan sosial dan ekonomi antar anggota masyarakat.

Musyarakah juga membantu menghindari praktik riba atau bunga yang dilarang dalam Islam. Dalam sistem konvensional, seseorang yang meminjam uang harus mengembalikan lebih dari yang dipinjam karena adanya bunga. Ini bisa menjadi beban, terutama jika usaha yang dijalankan belum menghasilkan. Sebaliknya, dalam musyarakah, risiko dan keuntungan dibagi secara adil. Jika usaha merugi, kerugiannya pun ditanggung bersama, sesuai porsi modal masing-masing. Dengan begitu, tidak ada pihak yang merasa diperas atau dirugikan.

Selain itu, musyarakah memberi peluang kepada banyak orang untuk bisa ikut terlibat dalam usaha, meskipun mereka memiliki modal yang terbatas. Misalnya, seseorang yang memiliki keterampilan memasak bisa membuka usaha kuliner dengan bermitra bersama orang lain yang punya modal, tanpa harus meminjam uang ke bank. Skema ini membuka jalan bagi siapa saja yang punya semangat dan niat baik untuk berwirausaha, tanpa terhalang oleh keterbatasan dana.

Manfaat lain dari musyarakah adalah mendorong pertumbuhan ekonomi umat secara kolektif. Ketika banyak orang bersatu dan saling bahu-membahu dalam usaha, maka ekonomi masyarakat akan menjadi lebih kuat. Ini sangat relevan di masa sekarang, di mana solidaritas ekonomi sangat dibutuhkan, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Dengan prinsip adil, transparan, dan saling menguntungkan, musyarakah menjadi solusi ekonomi yang tidak hanya menguntungkan dunia, tetapi juga bernilai ibadah.

Jenis-Jenis Musyarakah

Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin memberikan solusi yang fleksibel dalam berbagai urusan, termasuk dalam urusan bisnis dan keuangan. Karena itu, dalam konsep musyarakah pun, Islam tidak menetapkan satu bentuk yang kaku. Justru, ada beberapa jenis musyarakah yang bisa disesuaikan dengan kondisi para mitra yang bekerja sama, baik dari sisi modal, tenaga, keahlian, maupun tingkat keterlibatan. Berikut ini adalah beberapa jenis musyarakah yang penting untuk dipahami:

1. Musyarakah ‘Inan

Ini adalah jenis musyarakah yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam musyarakah ‘inan, dua orang atau lebih menyumbangkan modal untuk menjalankan usaha bersama. Para mitra boleh saja aktif terlibat dalam pengelolaan usaha, tapi boleh juga hanya berperan sebagai pemodal saja, sementara pihak lain yang mengelola. Keuntungan dari usaha dibagi sesuai kesepakatan yang dibuat di awal. Pembagian ini tidak harus sama dengan porsi modal, asalkan disepakati secara sukarela. Namun, jika usaha mengalami kerugian, maka kerugian harus dibagi berdasarkan porsi modal yang disetorkan masing-masing pihak.

Contohnya, Ali dan Hasan sepakat membuka toko sembako. Keduanya menyetor modal masing-masing sebesar Rp50 juta. Mereka menyepakati pembagian keuntungan 50:50, karena modal mereka sama besar. Jika suatu saat usaha mereka mengalami kerugian, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50% sesuai modal yang mereka kontribusikan.

2. Musyarakah Wujuh

Musyarakah ini bisa dibilang cukup unik karena tidak melibatkan penyertaan modal berupa uang atau barang secara langsung. Dalam musyarakah wujuh, modal utama yang diberikan oleh para mitra adalah nama baik, jaringan relasi, dan reputasi mereka di pasar. Para mitra biasanya memanfaatkan kepercayaan dari supplier atau pedagang besar untuk mendapatkan barang secara kredit (bayar tempo), lalu menjualnya dan membagi keuntungan dari penjualan tersebut. Musyarakah jenis ini sangat bergantung pada kepercayaan, karena pihak supplier harus yakin bahwa barang yang diberikan akan dibayar tepat waktu setelah dijual.

Contohnya, dua orang pedagang berpengalaman dan memiliki nama baik di pasar memperoleh barang dagangan dari distributor besar tanpa membayar di awal. Mereka menjual barang tersebut, mendapatkan keuntungan, lalu membaginya sesuai persentase yang telah mereka sepakati. Karena tidak ada uang yang disetor di awal, maka kepercayaan dan reputasi menjadi kunci utama dalam musyarakah wujuh ini.

3. Musyarakah Abdan

Musyarakah abdan, yang juga sering disebut sebagai syirkah a’mal, adalah jenis musyarakah yang berbasis pada tenaga atau keahlian, bukan uang atau barang. Dalam jenis ini, para mitra menyumbangkan keterampilan atau jasa mereka untuk menjalankan usaha. Karena tidak ada modal uang yang disertakan, maka seluruh hasil usaha dibagi berdasarkan kesepakatan yang adil. Jenis musyarakah ini sangat cocok untuk usaha jasa atau keahlian, seperti bengkel, layanan desain, usaha katering, konsultan, dan sebagainya. Dalam praktiknya, mereka mungkin tetap membutuhkan modal fisik, tetapi fokus utama kerja samanya terletak pada kontribusi tenaga atau skill.

Contohnya, tiga orang montir sepakat membuka bengkel mobil. Mereka tidak menyetor uang, namun masing-masing menyumbang keahlian memperbaiki mesin, sistem kelistrikan, dan bodi mobil. Hasil dari jasa servis yang didapat dari pelanggan kemudian dibagi rata, atau sesuai dengan kontribusi kerja masing-masing.

4. Musyarakah Mufawadhah

Jenis musyarakah ini lebih spesifik dan memiliki syarat yang ketat. Dalam musyarakah mufawadhah, semua mitra harus setara dalam segala hal: modal yang disetor, tanggung jawab, pembagian keuntungan, serta penanggungan kerugian. Karena itu, jenis kerja sama ini biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tingkat kepercayaan yang sangat tinggi satu sama lain dan memiliki kemampuan yang relatif seimbang. Jenis ini memang jarang digunakan karena sulitnya menyamakan semua aspek secara merata. Namun, jika berhasil dijalankan dengan baik, musyarakah mufawadhah dapat menciptakan kerja sama yang sangat solid dan saling mendukung.

Contohnya, empat orang sahabat mendirikan usaha logistik dengan modal yang sama besar, tanggung jawab pengelolaan dibagi rata, dan seluruh hasil dibagi sama besar pula. Mereka sepakat bahwa dalam kondisi apapun, baik untung maupun rugi, semuanya akan ditanggung bersama tanpa membeda-bedakan kontribusi kecil atau besar.

Syarat dan Rukun Musyarakah

Agar suatu kerja sama bisnis yang disebut musyarakah dianggap sah menurut hukum Islam, tentu tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus ada aturan yang diikuti dan syarat-syarat tertentu yang dipenuhi. Tujuannya adalah agar semua pihak yang terlibat merasa adil, aman, dan tidak ada yang dirugikan. Dalam Islam, musyarakah memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar kerja sama ini bisa berjalan dengan benar dan berkah. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur penting dalam musyarakah:

1. Pelaku Akad (Mitra Usaha)

Musyarakah tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Pihak-pihak yang terlibat harus memenuhi syarat sebagai 'aqil baligh, yaitu sudah dewasa, memiliki akal sehat, dan mampu mengambil keputusan secara sadar. Ini penting karena kerja sama bisnis memerlukan pertimbangan, tanggung jawab, serta kesanggupan untuk menghadapi risiko dan keuntungan.

Misalnya, anak kecil atau orang yang mengalami gangguan mental tidak bisa menjadi pelaku akad musyarakah, karena mereka belum bisa memahami konsekuensi dari kerja sama yang dijalankan. Demikian juga orang yang belum cukup umur secara hukum atau belum mandiri dalam berpikir. Intinya, semua mitra usaha harus bisa bertanggung jawab atas keputusan yang diambil bersama.

2. Modal Usaha

Salah satu syarat penting dalam musyarakah adalah adanya modal yang disetor oleh masing-masing mitra. Modal ini bisa berupa uang tunai, aset, barang, atau bentuk lain yang bernilai ekonomi. Tapi, yang paling penting, modal tersebut harus jelas bentuk dan nilainya. Tidak boleh samar-samar atau belum pasti. Misalnya, kalau seseorang menyetor modal berupa motor untuk usaha kurir, maka harus jelas nilai motor tersebut saat disetorkan. Jangan hanya mengatakan "saya kasih motor," tanpa menjelaskan merek, tahun keluaran, atau nilainya. Karena jika tidak jelas, bisa menimbulkan perbedaan penafsiran dan berujung pada konflik di kemudian hari. Kejelasan modal ini sangat penting agar pembagian keuntungan dan kerugian bisa dihitung secara adil dan transparan.

3. Ijab dan Qabul (Kesepakatan Akad)

Setiap akad dalam Islam  termasuk musyarakah harus ada ijab dan qabul, yaitu pernyataan saling setuju dari para pihak yang terlibat. Ijab adalah pernyataan menawarkan kerja sama, dan qabul adalah pernyataan menerima tawaran tersebut. Dalam konteks modern, ijab dan qabul tidak harus dilakukan secara lisan seperti dalam akad pernikahan. Bisa juga dilakukan secara tertulis, lewat surat perjanjian, atau bahkan dalam bentuk tindakan yang menunjukkan persetujuan bersama.

Contohnya, dua orang yang menandatangani kontrak kerja sama untuk membuka usaha fotokopi sudah dianggap sah melakukan ijab qabul, selama isinya dipahami dan disepakati oleh kedua belah pihak. Dengan adanya ijab dan qabul ini, semua mitra tahu hak dan kewajiban masing-masing, serta menghindari kesalahpahaman di masa depan.

4. Pembagian Keuntungan dan Kerugian

Pembagian hasil dalam musyarakah juga memiliki aturan tersendiri. Untuk keuntungan, Islam memberikan fleksibilitas. Para mitra bisa membagi keuntungan dengan persentase yang disepakati bersama, dan tidak harus sama dengan porsi modal. Misalnya, walaupun salah satu mitra menyetor modal lebih besar, bisa saja keuntungan dibagi sama rata jika disepakati secara sukarela. Namun, untuk kerugian, aturannya lebih ketat. Kerugian harus dibagi sesuai dengan porsi modal masing-masing. Jadi, kalau seseorang menyetor 70% dari total modal, maka dia juga harus menanggung 70% dari kerugian. Hal ini penting untuk menjaga keadilan dan tidak memberatkan salah satu pihak lebih dari yang seharusnya. Prinsip ini membedakan musyarakah dari bentuk kerja sama lain yang bisa jadi tidak adil. Dalam musyarakah, semua disepakati di awal dan dijalankan dengan jujur dan penuh tanggung jawab.

Dengan memenuhi syarat dan rukun musyarakah ini, para pelaku usaha tidak hanya menjalankan bisnis secara profesional, tapi juga sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menekankan keadilan, transparansi, dan tanggung jawab. Musyarakah yang dijalankan dengan benar akan membawa keberkahan, bukan hanya keuntungan materi, tetapi juga ketenangan hati karena dijalankan secara halal.

Etika dalam Musyarakah

Musyarakah dalam Islam bukan hanya sekadar kerja sama bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata. Lebih dari itu, musyarakah adalah bentuk ibadah sosial dan ekonomi yang dilandasi oleh nilai-nilai moral dan spiritual. Karena itu, etika menjadi hal yang sangat penting dalam pelaksanaannya. Para mitra usaha tidak hanya dituntut untuk menjalankan bisnis dengan baik, tetapi juga harus menjaga akhlak, kejujuran, dan tanggung jawab moral terhadap mitra lainnya. Berikut adalah beberapa nilai etika penting yang harus dijaga dalam musyarakah agar kerja sama berjalan lancar, berkah, dan saling menguntungkan:

1. Jujur dan Transparan

Kejujuran adalah pondasi utama dalam setiap bentuk kerja sama, termasuk musyarakah. Para mitra usaha harus terbuka satu sama lain dalam segala hal yang menyangkut usaha, baik itu soal jumlah modal yang disetor, transaksi yang dilakukan, pengeluaran, pemasukan, hingga pembagian keuntungan. Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi atau disembunyikan.mMisalnya, jika usaha mengalami penurunan omzet, maka semua mitra harus mengetahuinya. Jangan sampai salah satu pihak menyembunyikan informasi penting demi keuntungan pribadi. Transparansi bukan hanya soal uang, tapi juga soal informasi dan komunikasi. Ketika semua berjalan dengan terbuka, kepercayaan pun akan terjaga.

2. Saling Percaya dan Tidak Menipu

Kepercayaan adalah kunci sukses dari musyarakah. Tanpa rasa saling percaya, kerja sama akan mudah goyah dan bisa berujung konflik. Oleh karena itu, setiap mitra harus menjaga kepercayaan yang diberikan oleh mitra lainnya, dan tidak boleh memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Menipu, menyembunyikan informasi penting, atau memanipulasi data keuangan adalah bentuk pengkhianatan terhadap akad musyarakah. Dalam Islam, hal-hal seperti ini tidak hanya melanggar etika bisnis, tapi juga merupakan dosa yang besar karena merusak amanah.

3. Menghindari Riba dan Gharar (Ketidakjelasan)

Salah satu tujuan dari musyarakah adalah menciptakan sistem usaha yang bebas dari praktik-praktik haram seperti riba (bunga) dan gharar (ketidakjelasan dalam transaksi). Riba sangat dilarang dalam Islam karena merugikan salah satu pihak, terutama dalam kondisi rugi. Sementara gharar dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian dalam akad. Karena itu, semua yang terkait dengan usaha modal, peran masing-masing pihak, sistem pembagian hasil harus dijelaskan secara rinci dan disepakati sejak awal. Hindari perjanjian yang bersifat abu-abu atau menggantung. Semakin jelas dan rinci akadnya, semakin kuat pula dasar kerja samanya.

4. Bersedia Menanggung Risiko Bersama

Salah satu keunikan musyarakah adalah adanya prinsip berbagi risiko. Ini berarti bahwa semua pihak harus siap menerima kenyataan jika usaha mengalami kerugian. Tidak boleh ada pihak yang hanya mau untung tapi tidak mau rugi. Prinsip ini menunjukkan bahwa dalam Islam, kerja sama yang sehat adalah kerja sama yang adil, bukan yang hanya menguntungkan satu pihak. Misalnya, jika suatu usaha mengalami kerugian karena faktor di luar kendali, seperti bencana alam atau penurunan pasar, maka seluruh mitra menanggungnya bersama, sesuai dengan porsi modal yang mereka sumbangkan. Ini menunjukkan bahwa musyarakah bukan hanya soal mencari keuntungan, tapi juga soal tanggung jawab dan solidaritas.

5. Tidak Boleh Zalim atau Curang

Zalim dalam konteks musyarakah bisa berarti mengambil lebih dari haknya, merugikan mitra lain, atau memanipulasi pembagian keuntungan. Hal seperti ini sangat bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Setiap orang harus mendapatkan sesuai haknya, tidak lebih dan tidak kurang.

Contohnya, jika seseorang sudah sepakat mendapatkan 40% dari keuntungan, maka tidak boleh mengambil lebih dari itu tanpa persetujuan. Begitu juga, tidak boleh memotong hak mitra lain hanya karena memiliki posisi lebih dominan atau mengelola usaha sendirian. Dalam Islam, keadilan adalah nilai yang tidak bisa ditawar, terutama dalam urusan harta.

Etika dalam musyarakah ini bukan hanya teori, tapi harus diwujudkan dalam praktik sehari-hari. Ketika semua mitra menjunjung tinggi nilai-nilai ini, maka usaha yang dijalankan tidak hanya menguntungkan dari sisi ekonomi, tapi juga menjadi sarana untuk meraih keberkahan dan ridha Allah. Dengan begitu, musyarakah tidak hanya menjadi alat bisnis, tapi juga jalan menuju kebaikan bersama.

 

Kapan Musyarakah Cocok Digunakan?

Musyarakah merupakan salah satu bentuk kerja sama bisnis dalam Islam yang sangat fleksibel dan bisa digunakan di berbagai bidang usaha. Prinsip utama dari musyarakah adalah saling berbagi modal, risiko, dan keuntungan. Oleh karena itu, akad ini sangat cocok digunakan dalam situasi-situasi di mana beberapa pihak ingin bekerja sama, tetapi ingin menjalankannya secara adil, transparan, dan sesuai dengan syariat Islam. Berikut beberapa situasi nyata di mana musyarakah bisa menjadi pilihan yang tepat:

1. Usaha Kecil Menengah (UMKM) yang Dikelola Bersama Keluarga atau Teman

Musyarakah sangat cocok diterapkan dalam lingkup usaha kecil menengah yang dijalankan secara bersama-sama. Misalnya, dua atau tiga orang teman sepakat membuka kedai kopi, toko sembako, bisnis pakaian, atau usaha katering rumahan. Dalam hal ini, masing-masing pihak bisa memberikan kontribusi dalam bentuk uang, barang, atau keahlian. Karena melibatkan orang-orang yang sudah saling mengenal, seperti keluarga atau sahabat, musyarakah bisa menjadi wadah untuk memperkuat silaturahmi sekaligus membangun ekonomi bersama. Yang penting, meskipun akrab, kerja sama tetap harus dijalankan secara profesional dan adil semua aturan dan kesepakatan dicatat agar tidak terjadi salah paham di kemudian hari.

2. Proyek Properti Bersama

Musyarakah juga sangat cocok digunakan untuk proyek-proyek properti. Misalnya, sekelompok orang sepakat untuk membeli sebidang tanah secara patungan, lalu membangun rumah atau ruko di atasnya, kemudian menjual atau menyewakannya. Hasil keuntungan dari penjualan atau sewa kemudian dibagi sesuai kesepakatan dan porsi modal masing-masing. Model kerja sama seperti ini banyak digunakan karena memungkinkan orang dengan modal terbatas ikut memiliki andil dalam proyek yang biasanya membutuhkan dana besar. Dengan musyarakah, setiap mitra bisa turut serta dalam proyek besar tanpa harus mengeluarkan seluruh dana sendiri.

3. Kerja Sama antara Investor dan Pelaku Usaha

Dalam praktiknya, musyarakah juga sangat relevan untuk menjembatani kerja sama antara investor yang memiliki modal dan pelaku usaha yang memiliki ide bisnis atau keahlian. Misalnya, seseorang memiliki konsep bisnis kafe kekinian, tapi kekurangan dana. Lalu datang investor yang tertarik mendanai. Mereka pun sepakat menjalankan usaha bersama dalam akad musyarakah. Investor bisa menyetor modal, sementara pelaku usaha menjalankan operasional bisnis. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, dan jika usaha mengalami kerugian, maka dibagi sesuai porsi modal. Dengan sistem ini, tidak ada pihak yang dirugikan secara sepihak, karena kedua belah pihak sama-sama menanggung risiko dan hasil usaha.

4. Lembaga Keuangan Syariah yang Mendanai Proyek Bersama Nasabah

Lembaga keuangan syariah seperti bank syariah juga sering menggunakan akad musyarakah dalam pembiayaan proyek. Misalnya, seorang nasabah ingin membangun usaha peternakan ayam, lalu mengajukan kerja sama dengan bank syariah. Dalam musyarakah, bank tidak memberikan pinjaman, melainkan turut menjadi mitra usaha.

Bank akan menyetor modal sebagai kontribusinya, dan nasabah akan menjalankan usaha. Lalu hasil usaha dibagi berdasarkan persentase keuntungan yang telah disepakati. Jika usaha rugi, maka bank dan nasabah juga menanggung kerugian bersama sesuai porsi modal. Model seperti ini menciptakan sistem pembiayaan yang lebih adil dan sesuai dengan prinsip syariah karena tidak mengandung bunga (riba).

Kesimpulan

Musyarakah adalah salah satu bentuk kerja sama bisnis yang diajarkan dalam Islam dan menawarkan solusi yang adil serta sesuai dengan prinsip syariah. Dalam sistem musyarakah, dua pihak atau lebih bergabung untuk menjalankan usaha bersama dengan cara menyatukan modal, tenaga, atau keahlian. Tujuannya bukan semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan saling percaya di antara mitra usaha.

Salah satu kelebihan utama dari musyarakah adalah adanya prinsip berbagi, baik dalam keuntungan maupun risiko. Ini menciptakan rasa kebersamaan dan keadilan, karena tidak ada satu pihak yang diuntungkan atau dirugikan secara sepihak. Semua pihak sepakat dari awal mengenai pembagian hasil, modal yang disertakan, dan tanggung jawab masing-masing. Selain itu, sistem ini juga terbukti mampu mencegah praktik riba, yang jelas dilarang dalam Islam.

Bagi umat Islam yang ingin memulai bisnis namun ingin tetap menjaga kehalalan prosesnya, musyarakah adalah pilihan yang sangat tepat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam dunia usaha, musyarakah tidak hanya menguntungkan secara materi, tetapi juga membawa keberkahan dan pahala. Ini karena para pelakunya tidak hanya berbisnis untuk mencari rezeki, tapi juga menjadikan bisnis sebagai bagian dari ibadah dan kontribusi kepada masyarakat.

Musyarakah juga sangat relevan untuk konteks saat ini, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang ingin tumbuh bersama tanpa harus bergantung pada pinjaman berbunga. Dengan semangat gotong royong dan kolaborasi, banyak hal bisa dicapai bersama. Apalagi di tengah tantangan ekonomi yang kian kompleks, kerja sama yang jujur dan adil menjadi sangat penting. Singkatnya, musyarakah bukan hanya tentang berbagi modal, tapi juga tentang membangun kepercayaan, memperkuat ukhuwah (persaudaraan), dan mewujudkan ekonomi Islam yang sehat dan memberdayakan. Bila dijalankan dengan niat yang baik dan sesuai tuntunan syariat, insyaAllah usaha dalam bentuk musyarakah bisa memberikan manfaat tidak hanya di dunia, tetapi juga sebagai jalan kebaikan menuju akhirat.

Referensi
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013). 
Aziroh, N. (2014). Dalam fiqih dan perbankan syariah. Journal.Stainkudus, 2(2), 310–327.
BPKH, H. (2024). Apa Itu Musyarakah? Memahami Konsep dan Manfaatnya. Bpkh.Go.Id.       https://bpkh.go.id/apa-itu-musyarakah/
Departemen Perbankan Syariah OJK, Pedoman Produk Pembiayaan Musyarakah Perbankan Syariah (Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2024). 
Hawari, H. (2023). Musyarakah: Pengertian, Rukun, Syarat dan Jenisnya. Detik.Com. https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7101182/musyarakah-pengertian-rukun-syarat-dan-jenisnya
Hasby Ash-Shiddieqi, Pengantar Fiqh Muamalah (Jakarta: Bulan Bintang, 1984). 
Latif, C. A. (2020). PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI PERBANKAN SYARIAH.
Lestari, T., Mukhlisah, A., & Purwanto, M. A. (2024). AKAD MUSYARAKAH DAN PENERAPANNYA DI PERBANKAN SYARIAH. 2, 128–137.
Muslich, A. W. (2013). Fiqh Muamalat, cet. 2. Jakarta: Amzah.





Posting Komentar untuk "MEMAHAMI FIQH MUSYARAKAH: KERJA SAMA BISNIS YANG SESUAI SYARIAT ISLAM"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke dengan subjek sesuai nama rubrik ke https://wa.me/+6282388859812 klik untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.