Riba: Antara Larangan Syariah dan Implikasi Ekonomi
Riba: Antara Larangan Syariah dan Implikasi Ekonomi
Oleh: Rasya Ramanda Khoiriah – Prodi Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang
Email: rasyaramanda716@gmail.com
Pendahuluan
Riba merupakan salah satu konsep paling fundamental dalam ekonomi Islam yang sejak awal telah dilarang secara tegas dalam Al-Qur’an dan Hadis. Larangan ini bukan hanya bersifat normatif, tetapi juga memiliki dimensi sosial, ekonomi, dan moral yang dalam. Riba dipandang sebagai bentuk eksploitasi terhadap pihak yang lemah dan menciptakan ketimpangan dalam transaksi keuangan. Dalam konteks modern, riba sering kali diidentikkan dengan bunga (interest) dalam sistem perbankan konvensional, meskipun para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai batasan dan aplikasinya.
Pengertian Riba
Secara etimologis, kata riba berasal dari bahasa Arab yang berarti “tambahan” atau “kelebihan”. Dalam konteks fiqih muamalah, riba adalah tambahan yang diperoleh dari transaksi utang piutang atau pertukaran barang yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan. Al-Qur'an menyebutkan larangan riba dalam beberapa ayat, salah satunya dalam QS. Al-Baqarah [2]:275:
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Terdapat dua jenis riba yang utama dalam Islam:
1. Riba Duyun (riba pada transaksi utang-piutang) adalah tambahan yang ditetapkan atas pinjaman uang atau barang, misalnya bunga bank.
2. Riba Buyu’ (riba pada transaksi jual beli) ialah kelebihan pada pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi syarat timbal balik yang adil, seperti dalam pertukaran emas dengan emas secara tidak seimbang2.
Dasar Hukum Larangan Riba
Larangan riba merupakan bagian dari hukum Islam yang memiliki tingkat keharaman qath’i (pasti) berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, dan Ijma’ ulama. Beberapa dasar hukum utama:
· Al-Qur’an: QS. Ali-Imran [3]:130
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةًۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu beruntung.”
· Hadis Nabi Muhammad SAW:
“Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, yang memberi riba, penulisnya, dan dua saksinya.” (HR. Muslim)
· Ijma’: Ulama sepakat bahwa riba hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak, karena mengandung unsur ketidakadilan dan pemerasan terhadap pihak yang membutuhkan.
Riba dalam Sistem Ekonomi Kontemporer
Dalam ekonomi modern, riba paling mudah dikenali dalam bentuk bunga pinjaman. Sistem keuangan konvensional menetapkan bunga sebagai kompensasi atas peminjaman uang, yang dianggap sebagai biaya modal. Namun, dari perspektif Islam, bunga tetap dianggap riba karena merupakan keuntungan tanpa adanya usaha produktif. Adapun dampaknya:
· Meningkatkan beban ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
· Mendorong spekulasi dan krisis finansial, karena akumulasi utang tanpa penciptaan nilai riil.
· Menghalangi keadilan distributif, sebab lembaga keuangan memperoleh keuntungan pasti tanpa risiko usaha.
Alternatif Islam terhadap Riba
Ekonomi Islam menawarkan beberapa instrumen keuangan syariah sebagai alternatif sistem berbasis bunga. Instrumen tersebut antara lain:
1. Mudharabah: kerja sama antara pemilik modal dan pengelola usaha dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
2. Musyarakah: bentuk kemitraan antara dua pihak atau lebih yang menyumbang modal dan berbagi untung-rugi.
3. Murabahah: jual beli dengan margin keuntungan yang disepakati.
4. Ijarah: sistem sewa guna yang legal dalam Islam.
Melalui skema-skema ini, prinsip keadilan, transparansi, dan pembagian risiko dapat terwujud, sekaligus menghindari praktik riba yang merugikan.
Implikasi Sosial dan Etika Riba
Riba bukan sekadar masalah ekonomi, tapi juga menyangkut etika dan moralitas sosial. Masyarakat yang mengadopsi sistem berbasis riba cenderung:
· Mengalami kesenjangan sosial karena akumulasi kekayaan di tangan kreditur.
· Menurunnya solidaritas sosial, karena interaksi keuangan didominasi motif profit.
· Tergerusnya nilai kemanusiaan, di mana manusia dipandang sebagai objek ekonomi bukan subjek yang bermartabat.
Sebaliknya, ekonomi syariah yang menolak riba mendukung sistem ekonomi yang lebih inklusif, adil, dan berorientasi pada kemaslahatan bersama.
Kesimpulan
Riba adalah praktik yang dilarang keras dalam Islam karena dampaknya yang merusak pada tatanan ekonomi dan sosial. Baik dalam bentuk bunga pinjaman maupun kelebihan dalam jual beli, riba menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan. Islam mendorong umatnya untuk menjauhi riba dan memilih transaksi yang berbasis keadilan dan kemitraan.
Dalam era modern ini, tantangan utama adalah merumuskan sistem keuangan yang mampu memenuhi kebutuhan pembangunan tanpa harus bergantung pada praktik riba. Oleh karena itu, transformasi menuju ekonomi syariah adalah langkah strategis yang tidak hanya sesuai syariat, tetapi juga relevan untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan ekonomi.
Posting Komentar untuk "Riba: Antara Larangan Syariah dan Implikasi Ekonomi"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.