Cerpen Dewa Perang
Pada abad ke-17 sebelum masehi, bumi masih belia. Tanahnya hijau, udaranya bening, dan langitnya bernaung damai tanpa suara gemerincing logam perang. Jika pun terjadi peperangan, skalanya kecil, sekadar perebutan kehormatan di antara kerajaan-kerajaan muda. Di masa itu berdirilah sebuah kerajaan yang makmur, dipimpin oleh Raja Karteria dan permaisurinya, Ratu Euergesia.
Raja Karteria dikenal sebagai panglima perang yang tak terkalahkan, gagah, dan berwibawa. Sedangkan sang ratu, sosok lembut nan arif, adalah cahaya di istana. Di bawah kepemimpinan mereka, kerajaan hidup dalam keseimbangan: keberanian dan kasih sayang, kekuatan dan kebijaksanaan.
Suatu malam, langit tiba-tiba gelap pekat. Petir menyambar, hujan turun deras seolah-olah alam menyambut kelahiran seorang takdir besar. Di dalam kamar istana, tangisan seorang bayi laki-laki terdengar memecah malam. Bayi itu diberi nama Andreia—yang berarti keberanian, kejantanan, dan keperkasaan.
Tatapannya tajam seperti sang ayah, namun senyumnya seteduh ibunya. Tak ada yang tahu, bahwa tangisan kecil malam itu akan menjadi awal dari lahirnya legenda perang.
Sejak kecil, Andreia tumbuh di bawah didikan keras ayahnya. Ia belajar berkuda, memanah, berpedang, dan menguasai diri. Sang raja ingin putranya tumbuh lebih kuat darinya, sebab ia tahu: mahkota tanpa keberanian hanyalah beban.
Namun tidak semua berjalan mulus. Saat berlatih pedang, Andreia kerap kesulitan menguasai teknik tertentu, pedang yang terlalu besar membuat tangannya gemetar. Meski begitu, ia pantang menyerah. Hari demi hari ia berlatih hingga keringat menetes membasahi tanah latihan. Melihat kegigihan putranya, Karteria diam-diam berencana memberi hadiah yang istimewa.
Beberapa minggu kemudian, sepulang dari jamuan antar-kerajaan, sang raja singgah ke rumah pandai besi kerajaan. Ia meminta dibuatkan pedang dengan bilah bercabang dua dan pegangan ringan agar cocok di tangan putranya. Lima hari kemudian, pedang itu selesai; indah, kuat, dan menakjubkan.
Tepat pada hari ulang tahun Andreia yang ke-16, sang raja menghadiahkan pedang itu.
Andreia menatap pantulan wajahnya di bilah logam perak, lalu tersenyum.
“Ayah, mari kita berlatih pedang!” serunya penuh semangat.
Sang raja pun memanggil seorang pendekar muda sebagai lawan tanding Andreia. Saat melihat lawannya, Andreia tertegun. Seorang wanita. Ia mengerutkan dahi dan berbisik pelan,
“Yang benar saja… aku berduel dengan seorang wanita?”
Duel pun dimulai. Andreia menyerang cepat, penuh keyakinan. Namun, setiap tebasan pedangnya ditangkis ringan oleh sang pendekar wanita. Gerakannya gesit seperti angin, serangannya tajam seperti kilat. Andreia terkejut. Ia belum pernah bertemu lawan secepat itu.
Serangan demi serangan datang silih berganti. Tangan Andreia mulai gemetar, napasnya berat. Tiba-tiba, sang pendekar wanita melompat ke belakang, lalu maju kembali dan menendang kaki Andreia hingga ia terjatuh. Pedangnya terlepas. Dalam sekejap, ujung pedang lawan sudah mengarah ke wajahnya.
“Jangan meremehkanku,” ucap sang wanita dingin namun tegas.
Karteria yang menyaksikan duel itu segera menghentikannya. Ia berlari menghampiri putranya yang tergeletak lemah.
“Apa yang terjadi, Nak?” tanyanya lembut.
“Saya… tak menyangka lawan begitu tangguh, padahal ia hanya seorang wanita,” jawab Andreia lirih.
Sang raja tersenyum tipis.
“Ingatlah, di medan perang, jangan pernah meremehkan lawanmu—entah ia seekor domba, ataupun seekor singa.”
Kata-kata itu menancap dalam di hati Andreia. Sejak hari itu, ia berubah. Ia belajar bahwa kekuatan sejati bukan hanya dari otot dan pedang, tapi juga dari kerendahan hati.
Tahun demi tahun berlalu. Andreia yang dulu sombong kini tumbuh menjadi prajurit tangguh, pemimpin sejati yang berjiwa besar. Di usianya yang ke-22, ia telah menaklukkan empat benua. Ia memimpin pasukannya dari garis terdepan, menantang maut tanpa gentar.
Kerja keras, disiplin, dan kebijaksanaan yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya menjadikannya sosok luar biasa. Rakyat dan prajurit menjulukinya Ares—Sang Dewa Perang.
Penulis: M. Fahri
XI TKJ 2 SMKN 1 Rambah

Posting Komentar untuk "Cerpen Dewa Perang"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.