“Lompat Pagar”: Menyusuri Lintas Zaman dan Arus Budaya Bersama 33 Perupa di Malang
“Lompat Pagar”: Menyusuri Lintas Zaman dan Arus Budaya Bersama 33 Perupa di Malang”
Penulis:  Mega Julyartha
Seni Rupa Murni, Universitas Brawijaya
Sebuah pameran seni
rupa nasional bertajuk “Lompat Pagar: Lintas Zaman Arus Budaya” resmi dibuka
pada Jumat, 24 Oktober 2025 di Dewan Kesenian Malang, Jalan Majapahit No. 3,
Malang. Pameran nasional ini dibuka oleh Dr. Tengsoe Cahyono, dosen, akademisi,
penyair, sekaligus sastrawan yang dikenal luas di dunia kesenian dan sastra
Indonesia.
Dalam sambutannya, Dr.
Tengsoe Cahyono menyoroti pentingnya ruang lintas generasi dan lintas daerah
seperti “Lompat Pagar” sebagai bentuk
dialog budaya yang hidup dan terus berkembang. Ia menyebut pameran ini bukan
sekadar ajang menampilkan karya, tetapi juga wujud keberanian seniman untuk
melampaui batas-batas personal dan geografis dalam berkesenian.
Pameran “Lompat Pagar” mempertemukan 33 perupa
dari berbagai wilayah di Indonesia. Mereka datang dari latar belakang, gaya,
dan generasi yang berbeda, menciptakan keragaman visual yang kaya. Di bawah
koordinasi Teguh Nuswantoro selaku ketua pelaksana, pameran ini menjadi wadah
eksplorasi ide-ide lintas zaman yang bersinggungan dengan realitas sosial dan
budaya kontemporer.
Konsep “Lompat Pagar” dipilih sebagai tema
besar yang merefleksikan semangat komunitas perupa untuk menembus batas baik
ruang, medium, maupun gagasan. Seperti disampaikan oleh Agni Tri Pratriwi,
salah satu penggerak dan kurator pameran, “Melompat pagar bukan berarti
melawan, melainkan membuka diri terhadap arus baru, terhadap cara pandang dan
kebaruan yang terus bergerak dalam dunia seni.”
Dokumentasi:
Dokumentasi Pribadi I Kadek Yudi Astawan
Selain pameran karya
dua dan tiga dimensi, “Lompat Pagar”
juga menghadirkan performance art oleh tiga perupa, yakni I Kadek Yudi Astawan,
M. Munir Kahar, dan satu seniman pendukung. Eksplorasi performatif ini
menyoroti kualitas musikal masing-masing seniman yang disalurkan melalui
berbagai instrumen etnik dan eksperimental seperti hand-pan, seruling, kendang/ gendang, serta instrumen buatan
dari bahan serupa spanram yang
dibalut selotip bening dan dimainkan layaknya perkusi.
Dalam performa
tersebut, bunyi-bunyian instrumen berpadu dengan gumam, ucap, dan lantunan
kata-kata menyerupai doa atau tembang, menciptakan atmosfer spiritual yang
reflektif. Elemen-elemen itu membaur menjadi satu kesatuan ekspresif antara
tubuh, suara, dan ruang, menghadirkan pengalaman multisensori bagi penonton.
Kehadiran karya
performatif ini memperluas batas seni rupa menuju praktik pertunjukan,
memperkaya pengalaman publik terhadap wacana seni kontemporer yang hidup di
Malang.
Uniknya, pameran
nasional ini tidak hanya melibatkan seniman dari Malang dan Jawa Timur, tetapi
juga mengundang perupa dari luar daerah seperti Yogyakarta yang dikenal sebagai
poros penting perkembangan seni rupa Indonesia. Mahasiswa, alumni, dan dosen seni
rupa juga turut berkontribusi, antara lain M. Thariq, David, Tri Aji, Shania,
dan I Kadek Yudi Astawan. Kolaborasi lintas wilayah ini menegaskan semangat
kebersamaan antar perupa yang ingin terus belajar dan tumbuh di luar sekat
geografis.
Pameran “Lompat Pagar” dapat dikunjungi setiap
hari mulai 24 hingga 30 Oktober 2025, pukul 10.00–21.00 WIB di Dewan Kesenian
Malang. Dengan semangat lintas zaman dan arus budaya, “Lompat Pagar” tidak hanya menjadi pameran seni rupa nasional,
tetapi juga gerakan kultural yang mengajak publik melihat seni sebagai jembatan
antar waktu, antar daerah, dan antar manusia.
Posting Komentar untuk "“Lompat Pagar”: Menyusuri Lintas Zaman dan Arus Budaya Bersama 33 Perupa di Malang"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.