Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Menjalin Interaksi, Merawat Ruang, dan Melodi Seni: Transformasi Tema Pameran Temu Tinemu (2023–2025)

Penulis: Wisesa Abrar Mufid Munawwar Wahyuono
Prodi Seni Rupa Murni, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Pameran seni rupa Temu Tinemu merupakan program tahunan yang digagas oleh mahasiswa Program Studi Seni Rupa Murni Universitas Brawijaya (UB) sebagai bagian dari mata kuliah Aplikasi Manajemen Seni. Sejak debutnya pada Mei 2023, acara ini menonjolkan konsep “pertemuan” dalam ekosistem seni Malang, dengan menampung kreasi dua dimensi dan tiga dimensi dari puluhan seniman dan komunitas lokal. Analisis terhadap teks kuratorial ketiga edisi berturut-turut ini memperlihatkan perkembangan tema yang saling berkaitan: dari interaksi antar seniman, ke upaya merawat ruang kreatif, hingga sintesis seni dan musik yang merangkul pengalaman multisensori. Setiap kuratorial menegaskan nilai kebersamaan, kolaborasi, dan dialog kreatif, sekaligus menginspirasi pembaca untuk memahami bagaimana seni rupa dapat menjadi media jalinan sosial.

Temu Tinemu #1 (Mei 2023) – Interaksi

Pada pameran pertama, judul “Temu Tinemu” dipertegas sebagai konsep bertemu dan dipertemukan dalam ruang seni. Kuratorial menekankan komunikasi visual sebagai benang merah: karya lukis dan patung dipilih sebagai alat untuk menginterpretasikan interaksi antar seniman dan komunitas seni. Teks kuratorial menggambarkan interaksi ini sebagai benang merah kehidupan sosial, di mana seni visual menjadi media komunikasi non-verbal yang memicu dialog kreatif antar individu. Tidak sekadar memenuhi tugas kuliah, pameran ini diharapkan menjadi wadah pembelajaran bagi mahasiswa dalam mengelola acara seni dan membina kerja sama dengan komunitas.

Pendekatan deskriptif dalam kuratorial pertama misalnya penyebutan “komunikasi visual” dan “ekosistem seni” menunjukkan semangat inklusif dan kolaboratif: semua elemen seni di Malang diundang untuk saling mengenal dan berinteraksi. Secara keseluruhan, kuratorial #1 mengajak penonton melihat bahwa pertemuan dalam seni rupa bukan hanya bertemu dalam ruang pamer, melainkan juga berbagi ide dan perspektif melalui karya.

Temu Tinemu #2 (Mei 2024) – Merawat Ruang

Edisi kedua Temu Tinemu melanjutkan narasi interaksi dari tahun pertama dengan memperluasnya menjadi tema “Merawat Ruang”. Panitia menyatakan bahwa tema ini merupakan refleksi atas tema sebelumnya yang berfokus pada interaksi. Dengan kata lain, “merawat ruang” dipandang sebagai buah dari interaksi berkelanjutan dalam komunitas seni. Teks kuratorial edisi kedua menonjolkan konsep “simpul interaksi” dan “benih kreatif” yang perlu dipelihara. Seni rupa dipandang sebagai wadah dinamis yang harus dirawat agar tetap subur; keberagaman ekspresi dan perspektif estetik dijaga melalui kolaborasi dan jaringan yang meluas.

Sebagai contoh, disebutkan bahwa ruang kreatif sebagai hasil kolaborasi menyediakan lahan eksplorasi dan refleksi kritis bagi seniman muda. Gaya penulisan bersifat puitis namun tegas: “Merawat ruang merupakan hasil dari interaksi yang berkelanjutan dalam masyarakat seni,” tulis kuratornya. Dengan demikian, kuratorial kedua mengundang pembaca memahami bahwa pertemuan tidak berhenti setelah pameran; sebaliknya, interaksi perlu dipupuk agar ekosistem seni tetap hidup dan inklusif.

Temu Tinemu The Chapter of Music (Mei 2025) – Di Antara Nada, Rupa Berjumpa

Penyelenggaraan ketiga membawa elemen baru dengan mengusung tema integrasi musik dan seni. Dalam kuratorial “The Chapter of Music”, musik dijadikan jembatan pertemuan yang menjangkau relung psikologis dan emosional seniman. Teks kuratorial menegaskan bahwa musik bukan sekadar latar, melainkan pengalaman yang menyentuh batin dan mempengaruhi emosi penikmat seni. Dalam praktiknya, pameran ketiga dirancang bersifat multisensori: setiap karya visual bertujuan menggambarkan ritme dan harmoni musikal. Sebagaimana disampaikan oleh panitia, pameran ini tidak hanya memajang lukisan biasa, tetapi juga mengajak pengunjung merasakan pengalaman imersif yang menyatukan bunyi, irama, dan rupa.

Misalnya, penggunaan warna yang bergetar mengikuti ritme, atau garis yang mengalun seperti melodi, menciptakan dialog antara indera pendengaran dan penglihatan. Kuratorial ini berharap bahwa seni dan musik menjadi mediator pertemuan — bukan hanya antara seniman dengan penonton, tetapi juga antara ingatan, emosi, dan kesadaran kita. Panitia bahkan menyebut bahwa pameran ke-3 diharapkan menjadi “titik temu antara seniman, mahasiswa, dan masyarakat dalam satu ruang kreatif yang hidup dan dinamis”. Dengan pendekatan segar ini, pameran Temu Tinemu #3 mengilustrasikan bagaimana tema “pertemuan” berkembang menjadi harmoni lintas media: pertemuan antara kanvas dan melodi, antara visual dan imajinasi pendengarnya.

Evolusi Kuratorial: Dari Pertemuan hingga Harmoni

Secara beruntun, ketiga kuratorial Temu Tinemu mengungkap transformasi konseptual yang menarik. Pameran pertama menekankan pertemuan fisik dan ide melalui seni visual. Pameran kedua membalik sudut pandang menjadi merawat hasil pertemuan tersebut, yaitu ruang kreativitas dan hubungan antar seniman. Pameran ketiga semakin memperluas jangkauan pertemuan itu dengan menambahkan dimensi musik dan pengalaman sensual, menjadikan galeri sebagai ruang imersif yang menghubungkan rupa dan nada. Pergeseran istilah dalam kuratorial (dari “komunikasi visual” dan “ekosistem seni” menuju “benih kreatif”, “pembentukan ruang”, “multisensori”) menunjukkan kedalaman refleksi panitia terhadap nilai temu tinemu. Meski fokus berbeda tiap tahun, semua narasi kuratorial sama-sama mengedepankan semangat gotong-royong dan keterbukaan: pameran selalu dibuka untuk umum, mengundang publik bersama seniman muda untuk bertemu dalam konteks artistik.

Perbandingan tema kunci:

  • Interaksi (2023): Menekankan peran seni rupa sebagai media komunikasi non-verbal antar seniman. “Temu Tinemu” berarti bertemu dan dipertemukan dalam ekosistem seni.
  • Merawat Ruang (2024): Melihat interaksi berkelanjutan sebagai dasar untuk menjaga keberagaman ruang seni. Ruang kreatif dipelihara melalui kolaborasi yang memperluas jaringan komunitas.
  • Chapter of Music (2025): Mengintegrasikan musik sebagai jembatan emosional; memadukan pengalaman visual dan pendengaran untuk menciptakan pameran imersif.

Pola ini memperlihatkan konsistensi visi Temu Tinemu: menjadikan seni rupa sebagai sarana bermakna bagi pertemuan sosial dan ekspresi. Bagi pembaca umum, analisis kuratorial ini mengilhami kesadaran bahwa pameran seni tidak hanya soal pamer karya; ia juga cerita tentang bagaimana kita bertemu, menjaga ruang kreativitas, dan berbagi pengalaman. Dalam konteks Indonesia saat ini, tema-tema tersebut menguatkan semangat komunitas seni muda yang tetap relevan dalam era digital — bahwa bahkan di tengah kemajuan media, pertemuan nyata dan karya bersama adalah kunci menciptakan kehidupan artistik yang harmonis.

Daftar Pustaka

  • Damselina, Areta. Temu Tinemu Art Exhibition, Pameran Seni Kolaboratif antar Kampus dan Komunitas Seni di Malang. Program Studi Seni Rupa Murni FIB UB, 23 November 2023.
  • Rachma Novalia, Kayla. “The Exhibition ‘Temu Tinemu #2’ Highlights Caring for Space and Celebrating Encounters”. Program Studi Seni Rupa Murni FIB UB, 13 Mei 2024.
  • Universitas Brawijaya (FIB). “Temu Tinemu: The Chapter of Music 2025 — Harmoni Seni dan Musik di Astaloka Cafe”. Warta Universitas Brawijaya, 4 Mei 2025.

Posting Komentar untuk "Menjalin Interaksi, Merawat Ruang, dan Melodi Seni: Transformasi Tema Pameran Temu Tinemu (2023–2025)"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke dengan subjek sesuai nama rubrik ke https://wa.me/+6282388859812 klik untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.