Pergantian Jabatan Sekda di Brebes: Kekuatan Politik yang Mengaburkan Kepentingan Publik
Pergantian Jabatan Sekda di Brebes: Kekuatan Politik yang Mengaburkan Kepentingan Publik
Pergantian pejabat publik seharusnya menjadi bagian dari mekanisme administrasi yang transparan dan profesional. Namun, di Kabupaten Brebes, setiap rotasi jabatan strategis terutama di posisi Sekretaris Daerah (Sekda) sering memunculkan pertanyaan publik. Bukan semata tentang siapa yang diganti, tetapi mengapa dan untuk kepentingan siapa. Dalam konteks ini, rotasi jabatan di Brebes tampak tidak lagi sekadar urusan birokrasi, melainkan sarat dengan nuansa politik yang mengaburkan kepentingan publik.
Politik di Balik Birokrasi
Dalam sistem pemerintahan daerah, Sekda memiliki posisi strategis sebagai motor administratif yang menjembatani kepala daerah dengan aparatur sipil negara (ASN). Ketika jabatan ini dirotasi atau diisi oleh pelaksana harian yang rangkap jabatan, muncul kekhawatiran bahwa efisiensi pemerintahan akan terganggu. Lebih jauh lagi, publik menilai keputusan tersebut bisa jadi lebih politis daripada fungsional.
Beberapa kalangan menilai, langkah ini mengindikasikan adanya upaya mempertahankan loyalitas politik di lingkar kekuasaan daerah. Padahal, prinsip meritokrasi dan profesionalisme seharusnya menjadi dasar utama pengisian jabatan publik. Jika rotasi didorong oleh kepentingan politik sesaat, maka kredibilitas birokrasi justru terancam.
Kepentingan Publik yang Tergeser
Masyarakat Brebes kini semakin cerdas dalam menilai kebijakan publik. Mereka menyadari bahwa pergantian pejabat tinggi daerah tidak sekadar formalitas, melainkan memiliki dampak langsung terhadap jalannya pemerintahan, mulai dari percepatan pembangunan hingga pelayanan publik. Namun, ketika alasan rotasi tidak dijelaskan secara transparan, publik berhak curiga. Dalam konteks ini, ketidakjelasan proses pengangkatan pejabat berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah. Jika kepercayaan publik melemah, maka legitimasi politik juga akan ikut terguncang.
Transparansi Sebagai Kebutuhan, Bukan Pilihan
Keterbukaan informasi menjadi kunci agar setiap kebijakan, termasuk rotasi jabatan, tidak menimbulkan polemik. Pemerintah Kabupaten Brebes seharusnya menjelaskan secara terbuka dasar penetapan pejabat dan memastikan bahwa prosesnya mengikuti prinsip good governance.
Selain itu, DPRD sebagai lembaga pengawasan daerah perlu lebih aktif dalam menjalankan fungsi kontrolnya. Pengawasan yang kuat dan independen dapat menjadi benteng terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Masyarakat dan Media Sebagai Penyeimbang
Peran masyarakat sipil dan media lokal tidak kalah penting. Di era digital, pengawasan publik terhadap birokrasi semakin mudah. Kritik yang disampaikan secara konstruktif, baik oleh akademisi, aktivis, maupun warga, adalah bagian dari kontrol sosial yang sehat. Media lokal di Brebes pun telah berperan sebagai ruang diskusi publik, mempublikasikan setiap dinamika politik dan kebijakan pemerintah daerah. Dengan begitu, ruang demokrasi lokal tetap hidup dan menjadi alat untuk memperjuangkan transparansi.
Jadi menurut opini saya, Pergantian jabatan Sekda di Brebes seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat tata kelola pemerintahan, bukan ajang memperkuat dominasi politik. Ketika pejabat publik diangkat atas dasar profesionalisme dan integritas, kepercayaan rakyat akan tumbuh, dan birokrasi pun menjadi lebih efektif. Namun, bila keputusan strategis terus diwarnai kepentingan politik jangka pendek, maka kepentingan masyarakat akan selalu menjadi korban. Karena itu, politik lokal Brebes perlu kembali pada esensi dasarnya mengabdi pada rakyat, bukan pada kekuasaan.
Informasi penulis :
Aulia Insani Yanu
Prodi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial 3C
UIN CYBER SYEKH NURJATI CIREBON
Posting Komentar untuk "Pergantian Jabatan Sekda di Brebes: Kekuatan Politik yang Mengaburkan Kepentingan Publik"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.