Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Menjembatani Kesenjangan Digital: Memahami Peran Krusial Digital Representative dalam Transformasi Layanan

Menjembatani Kesenjangan Digital: Memahami Peran Krusial Digital Representative dalam Transformasi Layanan
Oleh: Fauzan Abdurazaq Mutaqin, Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Garut, Peserta Magang Magenta BUMN 2025

Transformasi digital kini menjadi sebuah keniscayaan, terutama bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dituntut untuk terus meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan publik. Salah satu BUMN besar di sektor jasa keuangan, PT. Pegadaian (Persero), secara masif mengakselerasi program strategisnya yang bertajuk "Digital Turbocharge 3S".

Program ini merupakan sebuah peta jalan transformasi yang berfokus pada tiga pilar utama: Sistem, Service (Pelayanan), dan Speed (Kecepatan).

Tujuan dari program ini sangat jelas: pilar Sistem bertujuan memperbarui infrastruktur teknologi agar lebih canggih; pilar Speed berfokus memangkas birokrasi agar proses layanan menjadi lebih cepat. Namun, pilar yang paling menantang sekaligus menjadi kunci keberhasilan adalah Service. Program ini menyadari bahwa sistem tercanggih akan sia-sia jika pelayanannya tidak "sampai" atau tidak dapat digunakan oleh nasabah.

Di sinilah strategi korporat yang brilian bertemu dengan realitas di lapangan: kesenjangan digital (digital divide).

Di satu sisi, perusahaan meluncurkan aplikasi mobile yang canggih (seperti aplikasi Tring! by Pegadaian). Di sisi lain, sebagian besar nasabah setia adalah generasi senior yang tidak tumbuh bersama teknologi. Bagi mereka, aplikasi baru adalah sebuah labirin yang membingungkan. Muncul "rendahnya literasi digital" serta "rasa takut akan terjadinya penipuan online" yang menjadi hambatan psikologis besar (Firmansyah et al., 2025).

Untuk memastikan pilar 'Service' dari program 'Digital Turbocharge 3S' ini berhasil dan tidak meninggalkan siapa pun, dibutuhkan sebuah peran baru: Digital Representative.


Apa Itu Digital Representative?

Banyak yang mengira Digital Representative (DR) hanyalah sebatas customer service teknis. Namun, berdasarkan praktik di lapangan, peran ini jauh lebih mendalam. Seorang DR bukanlah penjaga mesin, melainkan "jembatan manusiawi" dalam proses digitalisasi.

Peran ini adalah implementasi nyata dari Ilmu Komunikasi dan Public Relations. Sesuai dengan teori, peran PR adalah sebagai "fasilitator komunikasi" (Raditia Yudistira Sujanto, 2022), yang menjembatani organisasi dengan publiknya. DR menerjemahkan bahasa sistem yang kaku ke dalam bahasa manusia yang empatik.

 

Lebih dari Sekadar Instalasi: Edukasi dan Hubungan Manusiawi

Dalam praktiknya, pekerjaan seorang Digital Representative terbagi menjadi tiga fase komunikasi strategis:

·       Fase pertama adalah Edukasi dan Persuasi. Seorang DR secara proaktif mendekati nasabah yang sedang mengantre, menerapkan komunikasi persuasif untuk mengubah mindset nasabah dari "takut" menjadi "mau mencoba". Ini adalah implementasi Teori Difusi Inovasi, di mana DR bertindak sebagai agen perubahan yang mempercepat adopsi teknologi baru (Rino Febrianno Boer Nova Saha Fasadena et al., 2023).

·       Fase kedua adalah Pendampingan (Hand-holding). Setelah nasabah setuju, DR akan memandu mereka langkah demi langkah. Ini adalah bagian tersulit. Banyak nasabah yang bahkan tidak memiliki email atau tidak ingat password Play Store mereka. Seorang DR harus memiliki kesabaran ekstra untuk memandu proses dari nol.

·       Fase ketiga, dan yang paling krusial, adalah Penanganan Keluhan. Inilah ujian sebenarnya dari Hubungan Manusiawi (Human Relations). Ketika nasabah datang dengan panik karena lupa password atau aplikasi error, seorang DR tidak bisa hanya berkata "coba lagi nanti". Mereka harus menerapkan teknik konseling, mendengarkan keluhan dengan empati, menenangkan emosi nasabah, baru kemudian menganalisis masalah dan memberikan solusi tuntas.

Ujung Tombak Inklusi Digital

Transformasi digital tidak akan berhasil jika hanya melahirkan aplikasi canggih. Keberhasilan sejati terletak pada seberapa inklusif teknologi itu bisa merangkul semua lapisan penggunanya.

Peran Digital Representative adalah wujud nyata dari Budaya AKHLAK BUMN. Mereka menerapkan nilai Kompeten (menguasai teknologi) dan Harmonis (menghargai perbedaan kemampuan nasabah) (Abdillah, 2021). Digital Representative adalah agen perubahan yang memastikan bahwa dalam program "Digital Turbocharge 3S" ini, pilar "Service" tetap mengakar pada sentuhan manusiawi dan tidak ada nasabah yang tertinggal.


REFERENSI

Abdillah, M. (2021). "BUDAYA ORGANISASI AKHLAK DALAM PENERAPAN PUBLIC RELATION ".

Firmansyah, M. I., Rizqiyah, S. M., Nisa, S. F., Savitrah, R. M., Syariah, E., Ekonomi, F., Islam, B., Islam, U., Kiai, N., Achmad, H., & Jember, S. (2025). Transformasi Digital Dalam Pembayaran Pensiun: Edukasi Dan Sosialisasi Aplikasi Andal Taspen Di Kalangan Pensiunan. Jurnal Penelitian Nusantara, 1, 738–746. https://doi.org/10.59435/menulis.v1i3.182

Raditia Yudistira Sujanto. (2022). Pengantar Public Relations Di Era 4.0 (D. Rachmawati, Ed.). PUSTAKA BARU PRESS.

Rino Febrianno Boer Nova Saha Fasadena, Mk., Adrian Kede, Ms., Muhammad Al-Muizul Kahfi, Mik., Leila Mona Ganiem, Ma., Synthia Sumartini Putri SIKom, Ms., Nelson Hasibuan, M., & Nur Subchan, Mt. (2023). PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI.

 

 

Posting Komentar untuk "Menjembatani Kesenjangan Digital: Memahami Peran Krusial Digital Representative dalam Transformasi Layanan"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke dengan subjek sesuai nama rubrik ke https://wa.me/+6282388859812 klik untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.