BELATI MITOS DAN TUBUH YANG DIRAMPAS: REFLEKSI PERGULATAN PEREMPUAN DALAM SASTRA KONTEMPORER
BELATI MITOS DAN TUBUH YANG DIRAMPAS: REFLEKSI PERGULATAN PEREMPUAN DALAM SASTRA KONTEMPORER

Ringkasan Cerita
Yuni adalah seorang remaja SMA yang menolak lamaran hingga 2 kali demi sebuah cita-cita untuk melanjutkan pendidikan. Karena itulah, Yuni harus menghadapi cibiran tetangga dan stigma sosial bahwa perempuan tidak perlu pendidikan tinggi untuk menjadi istri dan ibu. Lebih rumit lagi ketika masyarakat memepercayai mitos jika perempuan menolak lamaran sebanyak dua kali akan susah mendapat jodoh. Konflik ini menjadi pusat naratif, mempertentangkan hasrat personal dan tekanan sosial yang berlapis.
Analisis Feminisme dan Kutipan Teori

Kuasa Sosial dan Tubuh Perempuan
Analisis feminisme dalam novel ini menyingkap bagaimana sistem patriarki bekerja. Menggunakan konsep Simone de Beauvoir, terlihat jelas bahwa Yuni “menjadi” perempuan bukan karena faktor biologis, melainkan karena masyarakat yang mengatur dirinya, menjadikannya subjek yang hanya layak dinilai melalui kesiapan menikah. Yuni ditempatkan sebagai the other, pihak yang diatur dan harus mengabaikan segala cita-citanya hanya karena ia seorang perempuan, sesuai konsep Beauvoir. Pandangan masyarakat yang mereduksi nilai perempuan terlihat jelas:
“Lagian perempuan, mah, yang penting jago di dapur, di kasur, dan jago sumur, kan?
Ade Ubaidil secara gamblang menunjukkan bagaimana patriarki memposisikan perempuan untuk patuh pada norma. Lebih jauh, novel ini juga memperlihatkan bagaimana mitos beroperasi sebagai kekerasan simbolik. Sejalan dengan pemikiran Bell Hooks yang menyatakan “Patriarchy has no gender”, tekanan terhadap Yuni justru datang dari agen-agen patriarki yang juga seorang perempuan dewasa, seperti tetangga, keluarga, bahkan teman, yang mempercayai mitos penolakan lamaran dua kali. Norma sosial ini terasa seperti belati yang diam-diam diselipkan ke hati, menekan perempuan untuk menerima takdir yang dianggap sebagai rezeki:
“rezeki pantang ditolak. Toh perempuan tetap akan kembali. Ke dapur, jadi ibu, jadi istri. Lebih cepat lebih baik,”
Mitos ini bukanlah
kekerasan fisik, melainkan bentuk penundukan melalui norma sosial yang
dipaksakan. Novel ini menunjukkan bahwa perempuan sering kali menjadi korban,
sekaligus penerus dari norma-norma menindas tersebut. Konsep Judith Butler
tentang gender yang performatif dan tubuh sebagai
“tempat norma sosial dituliskan” (“The body is a site of social meaning”) juga tercermin kuat
dalam narasi. Dalam novel, tubuh Yuni tidak lagi menjadi milik pribadi;
keputusannya untuk menikah atau tidak telah beralih menjadi urusan publik.
Upaya Yuni untuk merebut kembali kendali atas tubuhnya diwujudkan melalui
penolakan yang tegas:
“Aku enggak bisa nikah sama kamu!”
Kontrol terhadap tubuh Yuni dilakukan melalui mitos, gosip,
dan moralitas semu yang beredar di masyarakat.
Kekuatan Utama Novel: Kekuatan utama novel Yuni terletak pada kritik sosial yang tajam dan relevan. Novel ini dengan cerdas menyingkap operasi patriarki, khususnya isu pernikahan dini, mitos, dan kontrol terhadap tubuh perempuan. Penggunaan simbol dalam cerita juga sangat kuat, seperti obsesi Yuni terhadap warna ungu yang menjadi metafora atas identitas, kekuatan, ambisi, sekaligus luka yang ia tanggung. Meskipun menggunakan bahasa yang efektif dan mudah diakses, novel ini tidak kehilangan kedalamannya, sehingga dapat dibaca oleh berbagai kalangan tanpa mengorbankan kedalaman makna.
Ruang Pengembangan: Meskipun demikian, terdapat ruang pengembangan dalam pendalaman karakter pendukung, terutama beberapa tokoh laki-laki yang melamar dan figur otoritas, yang terasa kurang terdalami secara psikologis. Hal ini menyebabkan antagonisme sosial terasa lebih dominan daripada konflik personal Yuni. Selain itu, karena novel ini merupakan adaptasi dari film, beberapa adegan dalam struktur naratifnya terasa terlalu cepat, yang mungkin membuat pembaca yang mencari kedalaman prosa merasa eksplorasi emosionalnya kurang. Terdapat pula dialog yang terkadang terasa terlalu didaktik atau mengarah pada pengajaran eksplisit mengenai pilihan perempuan.
.jpg)

Posting Komentar untuk "BELATI MITOS DAN TUBUH YANG DIRAMPAS: REFLEKSI PERGULATAN PEREMPUAN DALAM SASTRA KONTEMPORER"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.