"Evolusi Bahasa Gaul" Oleh : Dila Nur Fadilah
Siapa yang tak kenal dengan Bahasa gaul? Tren yang selalu muncul dan tidak pernah padam ini selalu menggugah keaktifan para anak muda. Mereka tidak pernah absen untuk tidak paham dengan kata atau kalimat apa yang saat ini sedang booming. Tren Bahasa gaul yang terus berganti dari masa ke masa menunjukkan bahwa meskipun bentuknya berbeda, inti dari bahasa tersebut, yaitu ungkapan identitas, solidaritas kelompok, dan kreativitas linguistik tetap ada. Penelitian di kalangan remaja milenial mengungkap bahwa ditemukan 101 kata akronim dan singkatan pada media sosial yang digunakan sebagai bahasa gaul (71 akronim dan 30 singkatan). Bahasa gaul pada titik ini menjadi semacam “kode gaul” yang tersebar cepat lewat chat, posting, komentar, dan story.
Bahasa bukan hanya digunakan untuk menyampaikan informasi, tetapi juga mengugkapkan perasaan, emosi, dan sikap manusia (Karl Buhler). Bahasa adalah makhluk hidup dalam dunia komunikasi manusia. Salah satu bentuk perubahan paling terlihat adalah munculnya Bahasa gaul: kosakata unik yang lahir dari kreativitas anak muda, viral dalam hitungan hari, namun juga bisa lenyap tanpa jejak. Namun, Bahasa gaul tidak pernah mati, ia hanya berevolusi, mengikuti perkembangan zaman, teknologi, dan kebiasaan para penuturnya.
Menurut Mulyana (2008) Bahasa gaul adalah kumpulan kata atau istilah yang memiliki makna khusus, unik, dan terkadang berbeda atau bahkan bertolak belakang dengan makna umumnya ketika digunakan oleh kelompok tertentu dalam subkultrur. Bahasa gaul membuat komunikasi terasa lebih akrab dan nyaman. Coba bayangkan jika setiap obrolan harus baku seperti di buku pendidikan, betapa kaku dan tidak menawannya hidup ini. Generasi muda membutuhkan ruang bernapas untuk mengekspresikan humor, emosi, dan cara hidup mereka, bahkan hanya dengan satu kata.
Sejak dulu, remaja selalu mempunyai keinginan untuk “berbeda” dan diakui keberadaannya. Bahasa gaul menjadi salah satu tanda bahwa mereka bukan bagian dari generasi sebelumnya. Dengan ini, evolusi digital mempercepat segala hal. Dahulu, satu istilah bisa memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dikenal luas. Saat ini, cukup satu video viral, boom! Seluruh Indonesia ikut-ikutan dalam hitungan jam. Bahasa gaul menjadi bukti bahwa kreativitas bisa menyebar dengan cepat seperti pemberitahuan di media sosial. Istilah-istilah gaul seperti "slay," “gasken,” ”alay,” “bucin,” hingga "stecu” adalah bukti bahwa bahasa gaul selalu ada dan berganti seiring perkembangan zaman. Fenomena tersebut mewarnai percakapan anak muda di era digital ini, yang tidak hanya unik tapi juga mengandung makna sosial tersendiri.
Pemicu utama marak dan hilangnya bahasa gaul pada generasi saat ini adalah media sosial, terutama TikTok, Instagram, dan X (Twitter). Dalam waktu singkat, sebuah video yang lucu atau relatable dapat menciptakan istilah baru yang menjadi terkenal di seluruh dunia. Bahasa ini muncul dari tren, sehingga sangat bergantung pada relevansi budaya yang menyertainya. Ketika tren berganti, kata-kata pun menjadi tidak populer. Contohnya, istilah “ciyus? miapah?” yang dulunya sangat populer, tetapi kini jarang terdengar. Hal ini menjadikan bahasa gaul bersifat sementara. Mereka hanya bertahan selama rasa penasaran dan kebutuhan sosial dari para penggunanya.
Generasi Z dan Alpha yang dibesarkan dalam dunia digital menggunakan bahasa gaul sebagai sarana untuk mengekspresikan diri. Bagi anak muda, bahasa gaul adalah simbol kebersamaan dan penanda bahwa mereka bagian dari komunitas tertentu. Ketika seseorang mampu mengikuti bahasa yang sedang tren, mereka seolah memiliki “kata sandi” yang membuat komunikasi menjadi lebih akrab, cair, dan menyenangkan. Bahasa gaul berfungsi sebagai cara untuk menunjukkan keunikan, humor, kreativitas, bahkan mengekspresikan penolakan dengan lembut terhadap aturan bahasa formal yang dianggap “serius” dan membatasi.
Pada akhirnya, bahasa gaul bukanlah indikasi kerusakan bahasa, melainkan bukti bahwa bahasa Indonesia selalu hidup, fleksibel, dan mampu beradaptasi. Hal terpenting bukanlah menghilangkan bahasa gaul, tetapi memahami saat-saat di mana kita bisa bersikap santai dan saat-saat kita perlu bersikap formal. Generasi muda diizinkan untuk berkreasi dalam penggunaan bahasa, tetapi jangan sampai kehilangan akar bahasa persatuan yang menyatukan negara. Bahasa gaul memang merupakan tren yang tidak pernah padam. Ia senantiasa menjadi warna dalam komunikasi, mencerminkan kemajuan zaman, serta mengingatkan kita bahwa bahasa bukan sekadar aturan, tetapi juga merupakan alat bagi manusia untuk mengekspresikan diri. Selama kita mencintai bahasa Indonesia, inovasi akan menjadi tambahan yang memperkaya, bukan merusak.
BIODATA PENULIS
Opini berjudul “Evolusi Bhasa Gaul” ditulis oleh Dila Nur Fadilah. Penulis lahir di Brebes pada tanggal 20 Februari 2006 dan saat ini merupakan mahasiswa aktif semester 3 di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta dengan program studi S1 Tadris Bahasa Indonesia (Pendidikan), Fakultas Adab dan Bahasa. Penulis berasal dari Desa Bentarsari, Salem, Brebes, dan saat ini berdomisili di Desa Pucangan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Tulisan ini membahas perkembangan, fungsi sosial, serta evolusi penggunaan bahasa gaul di era digital. Untuk informasi lebih lanjut mengenai penulis dapat menghubungi melalui email: dilaf2354@gmail.com maupun akun Instagram: @dielaaff_


Posting Komentar untuk ""Evolusi Bahasa Gaul" Oleh : Dila Nur Fadilah"
Silahkan tinggalkan komentar untuk respon atau pertanyaan, kami akan balas secepat mungkin.