Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Cerbung_"Ibuku Gila" Part 7

#IBUKU_GILA

#PART7

***

Eis, aku melihat luka di mata adikku itu, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Ibu Herdi berdiri dan langsung menarik tangan Herdi. 

“Ma, sabar.” Papanya Herdi berusaha menenangkan istrinya.

“Pulang kata Mama, Pa!” Suara wanita itu meninggi.

“Ma, kita bisa bicarakan ini baik-baikkan?” Herdi memelas, tapi sangat ketara kalau dia tidak akan berani membantah Mamanya. Anak baik, dan kebaikannya itu melukai adikku.

“Bu, bisa kita bicara sebentar?” Aku berusaha menengahi.

“Bicara apa? Tidak ada yang perlu lagi dibicarakan. Tidak adalagi pertunangan. Titik!”

Wanita separuh baya itu melotot ke arahku. Aku berusaha menahan diri untuk tidak kasar padanya, meski untuk itu aku harus menarik napas panjang dan memejamkan mata sebentar.

“Ini masalahnya dimana, Bu, kenapa Ibu tiba-tiba memutuskan pertunangan ini. Salah Eis apa, atau kami melakukan apa?” Aku berusaha mendinginkan kepala, sungguh aku tahu rasanya kehilangan orang yang paling kita sayang, aku tidak ingin adikku merasakannya. Apapun akan aku lakukan sekalipun harus merendahkan diriku di depan wanita ini.

Mata wanita itu langsung tertuju pada Mak, serentak kami semua dalam ruangan itu juga melihat ke arah Mak, yang ngoceh sendiri. Kadang menangis kemudian tertawa.

Melihat tatapan itu siapapun pasti tahu apa alasan Mama Herdi ingin menghentikan pertunangan ini. Aku melihat ke arah Eis, wajahnya bersimbah air mata, pandangannya seakan meminta pertolonganku, hatiku terenyuh, aku sangat menyayangi adikku.

“Bu, tolong jangan seperti ini, kalau kami salah kami minta maaf, apapun akan saya lakukan asal jangan Ibu batalkan pertunangan ini. Adik saya sangat mencintai Herdi, Bu.” Aku berusaha bicara dengan Mama Herdi.

“Kalian tidak melakukan kesalahan apapun, sama sekali tidak. Tapi kami keluarga terpandang, tidak mungkin berbesan dengan orang gila.”

Kata-katanya yang tajam dan lugas menyulut kemarahanku yang sedari tadi aku tahan.

“Masalahnya dimana, Bu? Mak kami memang sudah lama sakit, tapi itu tidak ada hubungannya dengan Eis, adikku.”

“Baik, kalau begitu. Pertunangan ini bisa tetap lanjut tapi dengan syarat__,” dia menggantung kalimatnya.

“Apa syaratnya, Bu?” Aku sedikit lega, setidaknya adikku tidak akan mengalami apa yang aku alami.

“Mak kalian harus dibawa ke Rumah Sakit Jiwa, dia juga tidak boleh muncul dengan alasan apapun, tidak boleh juga ke rumah kami. Dan Eis, harus berjanji bahwa dia tidak akan bertemu Mak kalian apapun alasannya.”

Bagai tersengat listrik rasanya hati ini saat Mama Herdi bicara. Dengan alasan apa dia begitu merendahkan Mak kami?

“Bang, biarkan mereka pergi, Eis nggak akan pernah melupakan Mak apapun alasannya. Apalagi hanya untuk orang yang baru tiga tahun aku kenal. Mak sudah membesarkan Eis, Mak segalanya bagi Eis. Eis tidak bisa hidup dengan orang yang tidak menghormati keluarga Eis, terutama Mak.”

Aku kaget mendengar jawaban Eis, adikku itu ternyata sudah besar sekarang, sudah dewasa. Eis dengan tegar berjalan ke arah Ayah dan Mak.

“Mak, Eis sayang, Mak. Eis nggak akan pernah durhaka, bahkan sekalipun Eis tidak akan pernah menikah selamanya.” Dia mencium kening Mak, aku merasa mataku panas menyaksikan adegan itu, entah sakit seperti apa yang dirasakan adikku saat ini. Aku tidak tahu, tapi aku pastikan kalau aku akan selalu menjaga adikku.

Eis berjalan ke arah Herdi dan Mamanya yang masih berdiri. Perlahan dia lepaskan cincin yang sudah terpakai di jarinya, dia meraih tangan Herdi dan menyerahkan cincin tersebut.

“Mas, aku mencintaimu dan kamu tahu itu, aku juga mengerti perasaan Ibu kenapa tidak bisa menerimaku jadi menantunya. Seperti kamu yang patuh dan sayang pada Ibumu maka sesungguhnya akupun memiliki rasa yang sama untuk Ibuku. Jadi sebaiknya kita akhiri saja semua ini. Pulanglah, Mas, sungguh aku tidak akan pernah membencimu.”

Seketika ruangan ini hening seakan terbius dengan kata-kata Eis, bahkan Mak pun sekarang diam. 


Aku menatap Eis penuh iba, tapi dia membalas tatapanku lembut. Kenapa laki-laki selalu dikatakan lemah saat menangis? 

“Bang, Eis tidak apa-apa, jangan khawatir.” Dia tersenyum hambar, ah adikku, aku tahu sekarang perasaanmu hancur. Semoga Allah memberi jodoh yang baik untukmu.

Aku mendekatinya memeluknya erat berharap cara ini bisa menguatkannya. Adikku terisak dalam pelukanku, aku cium pucuk kepalanya.

“Eis hebat, Abang bangga punya adik yang luar biasa seperti, Eis.” Aku tulus mengucapkannya. Dia mengeratkan pelukannya dan semakin terisak. Ayah membelai rambutnya.

“Assalamualaykum.” Suara salam dari pintu reflek membuat kami menoleh. Jantungku langsung berdebar tak menentu. Humairah.

“Waalaykumsalam, Nak Mey.” Ayah yang menjawab.

Ada kebingungan di wajah manis itu, ragu dia melangkah ke arah kami. Akan tetapi tanpa saya duga Eis melepas pelukan saya dan berlari ke arah Humairah.

“Kak Mey...,” Eis memeluk gadis manis itu, Humairah membalas pelukan Eis, matanya menatap ke arahku seakan minta penjelasan. Aku berusaha menjelaskan sesuatu yang buruk baru terjadi melalui tatapan mataku.

“Assalamualaykum.”

Ternyata Pak Aditama dan keluarganya datang. Aku menyambut mereka menyalami Pak Aditama dan Istrinya. Tapi ternyata Efan pun ikut.

“Hey, Bro, kami telat ya?” Aku tersenyum sumbang, entah bagaimana menjelaskannya. 

“Mana adik lo, gue bawa hadiah ini.” 

Aku melihat ke arah Eis, dia sudah melepas pelukannya pada Humairah. Seperti biasa Humairah menunduk sopan.

“Eh, adik lo yang mana, lo punya dua adik? Gila cantik-cantik, Brooo.” Aku menyikut perutnya. Perasaanku nggak enak, jangan sampai dia terpikat pada Humairah.

***

Bersambung.

Sebelumnya di Part 6 :

https://www.lenggokmedia.com/2021/02/cerbungibuku-gila-part-6.html?m=1





Posting Komentar untuk "Cerbung_"Ibuku Gila" Part 7"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.