Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Cerpen "Pemilik Senja" Karya, Reski Alfajri

 

PEMILIK SENJA

KARYA RESKI ALFAJRI


Aku berjalan di antara pasir pantai yang tak ku kenal dan tak pernah menyapaku, sombong ya. Kutatap ombak kecil yang membelai jari-jari lembut kakiku. Sebentar lagi senja akan menyapa mata yang selalu merindukan pantai yang menyejukkan hati dan mata yang lelah. Tak sengaja mata lelah ini menatap anak-anak lucu yang asik dan girang bermain dengan ombak kecil. Aku seperti biasa membawa novel bacaanku, juga tak lupa dengan catatan puisiku yang tak pernah jadi buku dan pena yang selalu menggoreskan puisi romantis. Burung camar yang selalu menyanyikan lagu senja yang menemaniku tanpa kupinta. 

Aku melangkah santai menuju bangku kosong yang tak pernah ditempati orang asing. Dari kejauhan pantai itu tak terlihat ramai seperti biasanya, kemanakah pecinta senja? Ketika menuju bangku putih tanpa noda itu, ku tak sengaja menabrak perempuan cantik dengan gelas minumnya.

“Ehh, maaf ya, saya tak sengaja” kata lembut dari perempuan itu.

“Iya tak apa-apa. Saya juga minta, sudah menumpahkan air minum kamu, maaf ya.” Balasku yang tak henti memandang senyum manisnya. Senyumnya memang manis sih, tapi air matanya mengalir dipipinya, membuat hati kecilku tersentuh.

“Tunggu disini ya, aku mau beli minuman kamu yang tumpah, tunggu sebentar ya” lalu aku segera membeli minumnya.

“Iya, makasih ya.” Balasnya singkat.

Lalu aku tiba di warung minuman itu, aku memesannya ke pemilik warung. Aku pandangi perempuan itu dari kejauhan, sepertinya dia belum pernah kesini. Sebentar lagi senja menyapa, lalu cepat-cepat menuju ke arah dia berdiri dan memberikan minuman untuknya.

“Maaf, ini minumannya. Sekali lagi saya minta maaf ya” aku minta lagi padanya.

“Iya tak apa-apa. Makasih minumannya. Perkenalkan namaku Adira, nama kamu siapa?”

“Namaku Fajri. Iya, sama-sama Adira.” Lalu aku perkenalkan namaku juga.

“Iya Fajri. Aku juga minta maaf ya, gara-gara aku, bajunya basah.”

“Tak apa-apa kok, aku pergi dulu ya. Sampai ketemu.” Akupun meninggalkannya berdiri mematung sendirian di lapangan pasir yang ramai.

Dia Cuma membalas senyum padaku. Lalu akupun pergi menuju bangku yang menantiku dari siang tadi. Akupun duduk menikmati senja bersama canda tawa anak-anak yang bermain bola di depanku. Tiba-tiba suara yang baru saja aku kenal muncul di belakangku.

“Kenapa suka dengan senja. Senja yang aku nikmati sebentar saja. Tapi senja menjadi kenangan yang terindah. Andai saja kamu senja. Aku tak ingin disini. Aku akan mengejarmu. Hingga kemanapun tetap ku cari. Dari timur ke barat. Dari timur ke baratnya lagi.(puisi milik Fajri yang ia dapat dari buku)”

“Kamu. bagus. Eh, kamu baca puisi ya. ” aku kaget bukan main, sepertinya mirip dengan puisiku, ah jangan GR Fajri, mana tau dia baca puisi punya dia, tapi kok ada mirip sama aku ya, lalu aku memeriksa buku catatan puisiku dan ternyata buku catatan itu tidak ada, kemana ya?.

“Ah, biasa saja kok. Aku Cuma baca punya orang saja. Emang senja seindah itu ya. Aku kok baru tau ya.” Ucapnya. 

“Serius, kamu bagus bacanya.” Aku semakin penasaran dengannya. Siapa sih dia, apa dia malaikat senja.

“Kamu kok tau itu puisi. Jangan-jangan itu Cuma kata-kata biasa. Emang kamu suka sama puisi?. Boleh aku duduk disini.”  

“Boleh, silahkan. Aku juga pernah baca puisi itu di buku. Tapi buku itu tak ku bawa. suka” jawabku polos.

“Kemana bukunya.? Kalau suka, berarti bisa buat puisi dong.”

“Tak tau, biasanya aku bawa kok. Ya gitu lah, aku masih belajar kok.” Sikap maluku muncul kalau dekat sama orang baru.

“Hati-hati loh, ntar diculik orang bukunya.” Candanya.

“Hmmm… Biasa kok, itu Cuma puisi biasa aja.”

Lalu kami menghabiskan senja hingga malam hampir menyapa dipelupuk mata. Dan kami pun berpisah di jalan raya sempurna itu. Akupun pulang dengan rasa yang berbeda, dijalanan aku memikirkan Adira perempuan tadi.

3 bulan kemudian.

Tak terasa sudah lama aku mengenal Adira, hampir 3 bulan. Dan anehnya dia itu masih remaja SMA yang beranjak dewasa dan sebentar lagi lulus. Jarak kami terpaut 3 tahun, ya sekali-kali boleh lah dekatin orang yang muda. Mana tau jodohkan, jodohkan tak ada yang tau. Muda maupun tua, jika dia bisa melengkapi cerita indah hidup aku bahagia kok.

Tahun kemaren aku  wisuda bersama perempuan yang menyakiti hati kecil ini, karna dia pergi meninggalkanku dan tak perlu aku ceritakan ya. Kita fokus sama dia, Adira karna dia yang membuat aku nyaman selama ini. sebenarnya aku takut jatuh cinta lagi, terlalu sering aku jatuh cinta, aku mau bersama dia selamanya.

20 April 2019

Hari itu adalah hari yang bersejarah dan istimewa untukku dan Adira, kenapa aku nekat melamar dia dihari kelulusannya. Alhamdulillah aku diterima olehnya, tapi aku melamarnya bukan dihadapan orangtuannya. Alasan aku melamarnya, aku mau hubunganku dengannya lebih serius lagi. Dan aku juga sudah bekerja jadi guru di salah satu sekolah, ya lumayan buat nabung untuk beli mahar dia. Lalu aku tenang bisa bersamanya, hingga muncul banyak masalah yang kami jalani. Dan hari itu juga dia baru kembalikan buku catatan puisiku yang hilang di pantai itu. Ternyata dia bukan hanya mencuri hati ini, tapi juga buku catatan  puisi romantisku.

***

Hingga pada suatu hari ia datang menemuiku dengan raut muka yang sedih, sepertinya baru selesai menangis. Lalu dia pun menceritakan semua masalahnya dengan orangtuannya. Masalahnya yaitu Adira mau kuliah, tapi orang tuanya tak mampu dan tak punya biaya, padahal Adira juara satu di kelas. Lalu rasa ibaku muncul, dan saat itulah aku datang untuk melamar Adira di depan orang tuannya dan setelah lamaranku disetujui, aku mau membantu biaya kuliahnya.

Malamnya, aku dan keluargaku datang untuk melamar Adira. Aku awalnya takut tak dapat restu, masa anak baru lulus SMA dilamar, kan masih muda. Obrolan pun dimulai oleh keluarga ku dan Adira. Keluarga Adira menyambut baik kedatangan keluargaku.

“Niat kami datang kesini, yaitu punya tujuan pak. Izinkan kami menyampai niat baik kami pak.” Ucap ayahku.

“Silahkan pak, ini juga kejutan  buat kami pak.” Balas ayah Adira.

“Kami datang kesini ingin menyambung tali silaturrahmi pak, anak saya Fajri ingin melamar anak bapak. Apakah bapak bisa menerima anak saya.” sambung ayahku.

“Kami terima niat baik bapak. Untuk menjawabnya saya serahkan saja kepada anak saya. Bagaimana nak, kamu saja yang jawab. Bapak tak bisa jawabnya nak.” Ayah Adira begitu senang mendengar niat baikku. Rasanya aku tak sabar  mendengar jawaban Adira.

“Baiklah, saya akan jawab sesuai dengan kata hati saya pak, saya terima lamaran dan saya bersedia menjadi pendamping Fajri pak.”

Jawaban Adira malam itu membuat dua keluarga menyatu dengan baik. Malam itu tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Sebenarnya bundaku melarangku untuk nikah muda, katanya nikmati dulu masa mudamu. Dan lamaranku diterima oleh adira dan keluarganya. Dan sesuai janjiku, aku akan bantu biaya perkuliahnnya selama 4 tahun, dan rencana aku dan Adira juga tidak nikah buru-buru kok, tapi kami ingin hubungan ini lebih serius lagi dan memiliki tujuan pasti.

3 tahun kemudian

Sebentar lagi Adira akan wisuda, sebelum wisuda Adira diterima kerja di perusahaan kosmetik yang jauh dari rumahnya dan dia terpaksa sewa rumah kos. Tapi sikap Adira berubah kepadaku, tak seperti biasanya. Dan dia selalu mempunyai alasan sibuk dengan urusan kerjanya dan selalu menolak untuk bertemu. Hingga suatu hari kecurigaanku muncul dengan sikapnya yang aneh dan tak pernah ia lakukan.

“Ra, malam ini aku mau ajak kamu makan malam dirumahku, kan sudah lama tak kesini. Nanti malam aku jemput ya.” Obrolanku di hp.

“Maaf bang, aku nggak bisa. Malam ini aku banyak kerjaan, aku lembur malam ini. Maaf ya bang, lain kali aja.” Jawabnya.

“Oowh begitu ya ra, tak apa-apa ” aku hanya mendapat kecewa saja.

Besoknya aku pergi menuju ke kosnya, ternyata dia belum pulang kerja dan terpaksa aku menunggu. Tiba-tiba adira muncul dari belakang aku berdiri.

“Maaf, anda cari siapa?”

“Saya cari… cari kamu lah. Kok malah tanya.”

“Mau apa kemari bang.”

“Mau ketemu kamu lah, kan kita udah sebulan tak ketemu. Bunda kangen sama kamu.” Adira terdiam kaku di depanku dan tak seperti biasanya. Tiba-tiba ada yang memanggil kata “Sayang” dibalik pintu

“Sayang, sudah pulang. Ini siapa sayang?” Laki-laki itu menghampiri kami di depan rumah kos itu.

“Dia…” aku memotong bicara Adira.

“Maaf ya pak, maaf saya salah alamat. Saya mau cari rumah teman saya. Maaf sekali lagi, saya permisi ya.” Aku terpaksa bohong dan memilih pergi secepatnya. Adira terlihat pucat dan kaget mendengar jawabanku. 

Malamnya aku mencari tau siapa pemilik kos itu dan akhirnya aku bertemu dengan pemilik kosnya. Langsung saja aku dan pak RT ke rumah pemilik kosnya, setibanya di rumah aku langsung menanyakan hal yang ingin aku tanyakan.

“Buk, saya ingin bertanya sesuatu yang penting tentang orang yang sewa rumah kos ibu. Apa boleh?”

“Silahkan pak, mau tanya apa?”

“Ibu kenal Adira yang sewa rumah ibuk, laki-laki itu apa benar suaminya?”

“Iya kenal, laki-laki itu suaminya pak. Emang kanapa pak.”

“Adira itu tunangan saya buk, saya tak tau dia sudah menikah. Bahkan cincin yang saya berikan masih dia pakai buk. Terima kasih infonya buk. Jawaban ibuklah yang membuang penasaran saya tadi siang.”

“Astaufiruallahalazim.. saya tak nyangka Adira begitu. Mereka sudah lama menikah, tapi tidak di kampung ini.” Ibu kos juga kaget dengan kelakuan Adira.

“Makasih atas informasinya buk. Saya pamit dulu buk.”

“Kami pamit ya buk. Permisi buk”

“Iya pak. Mari pak RT”Akupun pulang dengan hati yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Aku juga akan merahasiakan semua ini dari kedua orangtuku. 

3 bulan kemudian.

Akhirnya Adira wisuda, undangan wisuda itu sengaja diantar oleh kurir untukku. Aku menyuruh kedua orangtuaku pergi dan aku sengaja pergi seminar keluar kota, dan sekalian membahas tawaran penjualan perusahan temanku. Malamnya aku berangkat, biar tak ada melihat. Akhirnya aku jumpa dengan pemilik perusahaan itu.

“Selamat pagi pak, bisa kita bicara tentang pembelian perusahaan lainnya.”

“Selamat pagi juga pak, bisa pak. Mari kita bincang pak, semoga berjodoh ya pak.” Semoga tabunganku cukup membelinya. Lama sekali aku berbincang dengan penjualnya, akhirnya perusahaan itu aku beli juga. Aku pulang membawa kabar baik untuk kedua orangtuaku.

Pagi yang cerah aku tiba dirumah, belum sempat aku ucapkan salam. Aku mendengar suara tangisan bundaku. Apa yang terjadi? Kok bunda menangis.

“Assalamualaikum bunda.. ayah. Bunda kenapa nangis. Ada apa yah?”

“Waalaikumsalam nak” jawab ayah dan bunda serentak.

“Kamu sudah pulang nak, gimana kabarmu?” tanya ayah.

“Sehat yah, bunda kenapa yah. Apa yang terjadi.”

“Bundamu dari kemarin nangis mulu, coba kamu tenangin dulu sana, ayah mau telpon dokter Lala untuk periksa bundamu.” Akupun membawa bunda duduk dikursi. Dan bunda begitu sedih sampai nangis gini. Apa yang terjadi ya? Kok bisa nangis begini. Padahal aku mau menyampaikan berita baik tentang aku sudah berhasil membeli sebuah perusahaan yang tak jauh dari rumahku.

“Bunda kenapa nangis. Ada apa bunda.” Tanyaku pelan.

“Kamu sudah tau kan, kalau adira sudah menikah. Kamu kenapa tak cerita, bunda nangis karna itu. Karna anehnya, Adira itu nikah siri dan orangtuanya tak tau nak.”

“Sudah bunda, aku nggak mau bunda kecewa. Aku mau bilang, tapi belum waktunya. Ku kira mereka nikah secara resmi. Makanya aku nggak pernah ke rumah adira lagi bunda. Bunda, sekarang aku mau mulai kehidupan yang baru dan bisnis baru. Jadi kita lupakan masalah ini.” dokter Lala datang dan memeriksa bunda. Alhamdulillah bunda tak apa-apa, lalu akupun ingin membicarakan kabar baik itu.

“Ayah.. Bunda.. aku mau kasih kabar baik. Kemaren aku dapat tawaran dari teman, dia mau menjual perusahaannya. Dan.. akhirnya aku berhasil membelinya. Ini bukti pembeliannnya dan surat-suratnya sudah diurus juga. Dan besok aku minta ayah dan bunda pergi kesana buat perkenalan kepada pegawainya.” Ayah dan bunda kaget.

“Kamu benar nak, nggak becanda. Dari mana kamu dapat uang sebanyak ini. perusahaannya gimana? Kenapa tak diskusi dengan kami dulu.”

“Sayang, perusahaannya dimana. Bunda tak tau. Sebenarnya ada sesuatu yang harus kami sampaikan sama kamu nak. Ini penting juga.”

“Selama ini kan aku nabung gajiku yah, kemaren aku menang penelitian juga. Ya, cukup deh. Sesuatu apa bunda?”

“Ini rahasia ayah dan bunda selama ini nak, rumah sakit bunda itu sebenarnya punya kita nak. Jadi ayah mau kamu kelola dan pimpin rumah sakitnya dengan baik.”

“Ayah sama bunda nggak bercanda kan. Kok aku baru tau sekarang.”

“Tidak, ayah tak bercanda. Hari besok kita adakan pertemuan bersama seluruh dokter dan pegawainya. Setelah itu kami akan ke perusahaanmu juga.”

“Baiklah yah. Tapi aku  nggak mau orang tau denganku. Aku menyamar bolehkan, aku mau tau kinerja dan pelayanan dokter dan pegawainnya.”

Besoknya aku dan ayah ke rumah sakit. Kebetulan aku dapat izin dari kepala sekolah, tapi nanti aku masuk kelas VIII b. Setiba di rumah sakit, aku melihat suami Adira yang memakai pakaian rapi seperti pegawai rumah sakit lainnya. Setelah perkenalan dan penyerahan jabatan pimpinan rumah sakit padaku, ternyata suami Adira manager rumah sakit. Lalu akupun mengantar ayah ke perusahaanku dan bunda sudah menunggu. Akupun pergi ke sekolah untuk menjalankan tugasku.

Karmapun berlaku

Setelah 5 bulan berlalu, rumah sakit yang aku pimpin berjalan baik, tapi ada juga masalah yang muncul. Manager juga suami Adira membuat malu rumah sakit, dia korupsi dan selingkuh dengan dokter Adiba di hotel bintang lima dan ditangkap polisi. Pagi sekali pihak rumah sakit telepon menyuruhku ke kantor polisi untuk menyelasaikan masalah manager itu.

Lalu segera aku klarifikasi, saya sampaikan ke wartawan bahwa dia bukan manager rumah sakit bunda dan saya sudah memecat dokter adiba seminggu yang lalu. Aku lakukan ini demi rumah sakit bunda, biar Adira tau kelakuan suaminya. Tiba-tiba telepon saya berdering dari nomor tidak aku kenal.

“Hallo” aku jawab telpon ketika aku sampai di perusahaanku.

“Assalamualaikum pak, apa benar ini pimpinan rumah sakit bunda. Saya mau minta tolong pak, tolong bebaskan suami saya. Saya istrinya manager itu, saya mohon sama bapak tolong bebaskan suami saya. Saya minta maaf atas kelakuan suami saya yang buat malu rumah sakit. Tolong pak, saya akan bersujud didepan bapak, jika itu perlu. Tolong pak.” 

“Waalaikumsalam, iya benar. Saya pimpinan rumah sakit bunda. Maaf, saya sudah pecat suami anda minggu lalu dan suami anda tak ada hubungannya dengan saya. Tapi saya berbaik hati pada anda, saya akan berikan pesangon untuk suami anda dan jemput sekarang, alamatnya saya krim.” Ternyata Adira. Lalu aku krimkan alamat perusahaanku.

“Baik pak, terima kasih pak. Saya segera temui bapak. Terima kasih pak.” Lalu Adira kaget melihat alamat tempat ia bekerja. Dan ia kusuruh ke ruangan direktur perusahaan.

“Permisi pak, assalamualaikum pak.”

 “Saya Adira pak, saya istrinya manager rumah sakit dan juga karyawan perusahaan ini pak. Saya mau minta pesangon untuk suami saya pak.” Lalu aku membalikkan badan dan menatap Adira dengan senyuman.

“Itu uang pesangonnya sudah saya siapkan, silahkan ambil.” Bicaraku singkat.

“Abang Fajri. Abang pemilik rumah sakit dan perusahaan ini.” tanya Adira malu.

“Iya, Fajri yang disakiti dan dikhianati pemiliknya. Kenapa ibu Adira?”

“Abang, maafkan saya, saya khilaf dan salah menilai tentang abang. Sebenarnya aku masih sayang sama abang. Abang masih sayang sama saya kan.”

“Saya bukan abang Fajri yang dulu. Dan kamu bukan Adira yang aku kenal.” Lalu aku pergi meninggalkannya tanpa senyum. Mungkin itu cukup untuk membalas semua apa yang Adira lakukan padaku dulu.





1 komentar untuk "Cerpen "Pemilik Senja" Karya, Reski Alfajri"

Kami menerima Kiriman Tulisan dari pembaca, Kirim naskah ke email redaksi lenggokmedia@gmail.com dengan subjek sesuai nama rubrik atau Klik link https://wa.me/+6282388859812 untuk langsung terhubung ke Whatsapp Kami.